Pernyataan ini pun sangat relevan. Saya melihat kepada diriku sendiri. Lalu bertanya di dalam hati. Sudah cukup seringkah diriku terkoneksi dengan mereka yang sedang berbicara denganku?
Tidak ternyata. Ada yang lebih penting, yakni gawai canggih yang tidak pernah lepas dari genggaman. Tidak bisa diabaikan, seolah-olah ia adalah sumber kehidupan.
Kata orang FOMO. Fear of Missing Out.
Padahal, gawai tersebut bisa menunggu. Momen itu tidak nyata. Sementara orang-orang yang berada di hadapan kita adalah hal yang nyata. Mereka mengharapkan informasi, komunikasi, dan interaksi.
Saya pun merenung dan berjanji. Mulai saat ini, saya akan menjadikan siapa pun yang berada di hadapanku sebagai prioritas.
Hasilnya.
Sesaat setelah saya mendengarkan jawaban Ajahn Brahm, saya kembali asyik dengan gawaiku. Takut ketinggalan berita, khwatir dicap sombong oleh kawan-kawan grup perpesananku.
Padahal pada saat itu istriku sedang berada di hadapanku.
Tapi, eh... Beliau juga melakukan hal yang sama. Mengotak-atik gawainya. Tersenyum-senyum sendiri. Bercanda dengan kawan-kawan virtualnya.
Lalu, aku berhasil menemukan solusi pamungkas. Aku mengajaknya selfie sembari tersenyum. Setelah itu, kita kembali asyik. Tenggelam dalam dunia maya yang tiada berujung.
Ah, kapan ya kita bisa sadar.