Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berdamai dengan Ketidaknyamanan

16 April 2023   05:55 Diperbarui: 16 April 2023   06:01 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup nyaman dan damai adalah dambaan setiap orang, tapi pada kenyataannya perasaan ini terus berubah. Perasaan nyaman dan tidak nyaman datang silih berganti.  

Perasaan ini kadang nyaman, kadang juga tidak nyaman. Suasana batin kita mudah terpengaruh dan bereaksi oleh karena kontak panca indera dari luar maupun dari dalam diri.

Apabila kita melihat, mendengar, membau, mengecap, menyentuh sesuatu yang tidak kita sukai timbulah penolakan. Lalu, dari penolakan timbulah kebencian. Dari kebencian maka muncullah penderitaan.

Demikian juga sebaliknya. Ketika perasaan menyenangkan yang muncul dari kontak panca indera maka kita ingin perasaan tersebut tetap ada. Kita ingin mempertahankannya, terus lagi, dan lagi. Lalu, muncullah nafsu keinginan yang berkelanjutan. Lantas ketika kita tidak mendapatkannya lagi maka muncullah penderitaan. 

Tanpa disadari kita telah dipermainkan bahkan diperbudak oleh perasaan kita sendiri. Yang membuat suasana batin menjadi tidak nyaman, sedih dan menderita. Kita merasa terlalu sering dikecewakan, diberi harapan palsu, dan segala yang diinginkan tidak tercapai.

Pada hakekatnya hal tersebut adalah hasil dari pola pikir dan kebiasaan yang tidak bijak dalam melihat fenomena perasaan itu sendiri. Sebagai contoh suasana batin yang tidak nyaman membuat selera makan pun tak enak, kerja pun tidak semangat.

Tanpa disadari kondisi pikiran, perasaan, dan jasmasi saling mempengaruhi dalam kehidupan ini. Baik perasaan nyaman atau tidak nyaman. Disadari atau tidak kita telah tertipu oleh diri sendiri. Alih-alih menyalahkan orang lain. Sesungguhnya hal itu hanyalah sampah yang mengotori pikiran ini. Setiap waktu.

Tersebab selama ini kita sering menutupi ketidaknyamaan perasaan dengan mengalihkan perhatian mencari hal yang nyaman. Apakah makanan yang enak atau tempat hiburan untuk menghilangkan ketidaknyamanan tersebut.  

Sesungguhnya hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. Mungkin ketika mengalihkan perhatian ketidaknyamanan tersebut sesaat akan hilang, tetapi ketika kembali ke "rumah", perasaan tidak nyaman akan muncul kembali. Cuma tipu-tipu sementara. Malah yang ada hanya menambah kekotoran batin, lagi, dan lagi.

Nah, Bagaimana cara berdamai dengan ketidaknyamanan ini?

Pertama, melatih pikiran untuk mengubah pola kebiasaan lama. Bahwa selama ini kita selalu menolak perasaan yang tidak menyenangkan, merindukan atau melekati perasaan yang menyenangkan saja.

Jika kita mau pahami lebih dalam, perasaan tidak menyenangkan tidak akan berada lama. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang nyaman juga tidak akan kekal. Kedua hal ini akan datang menghampiri. Silih berganti.

Cukup diperhatikan tanpa menilai, merespon atau menghakimi perasaan apapun yang muncul disetiap momen. Fenomena seperti ini selalu berubah, kita jangan terbawa arus. Semua perasaan yang muncul bukanlah diri atau milik kita sehingga tidak perlu diterima atau ditolak agar tidak menimbulkan penderitaan maka kita harus berdamai dengan perasaan yang muncul dan lenyap sebagaimana adanya. jika demikian maka kedamaian akan tumbuh dan berkembang dalam diri.

Kedua, penolakan kita untuk melihat sesuatu yang tidak menyenangkan sebagaimana adanya. Tidak semua orang berani melihat penderitaan, rasa sakit, ketidaknyaman, kemarahan. Padahal sebenarnya perasaan itu muncul itu sebagaimana adanya.

Menerima kenyataan dan melatih perasaan untuk menerimanya perlu dilakukan. Caranya adalah dengan mengamati perasaan yang muncul baik fisik maupun mental. Sehingga kita bisa memahami bahwa pada hakekatnya semua perasaan yang muncul hanyalah gelombang atau arus yang mengalir, muncul, dan lenyap. Tidak bertahan lama.

Ketiga, kita harus memiliki ketenang-seimbangan melihat segala fenomena. Kedamaian akan tumbuh seiring pikiran yang tidak lagi merespon segala sesuatu yang muncul melalui panca indera, perasaan, bentuk-bentuk pikiran.

Tersebab pikiran hanyalah menjadi pengamat, tidak terpengaruh dengan semua kondisi yang muncul. Jika kita bisa memahaminya, niscaya kekhawatiran, ketakutan, dan keruwetan dalam pikiran pun bisa terurai. Jika pikiran telah memiliki ketenangseimbangan maka kedamaian pun akan diperoleh.

Segala sesuatu yang dialami dalam kehidupan ini hanyalah muncul, bertahan, dan lenyap sehingga dalam kondisi apapun tetap tentang dan damai.

Dengan mengamati perasaan yang muncul dan lenyap melalui tubuh ini setiap saat maka kita akan menjadi lebih damai, harmonis, tenang seimbang dan bahagia.

Semoga Semua Mahkluk Berbahagia

**

Nabire, 16 April 2023
Penulis: Eko Susiono, Kompasianer Mettasik

Hidup Sederhana dengan Batin Berkualitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun