Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pengalamanku Saat Kirab Gotong Toa Pe Kong

9 April 2023   05:55 Diperbarui: 9 April 2023   06:26 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalamanku Saat Kirab Gotong Toa Pe Kong (gambar: traveloka.com, diolah pribadi)

Kisah ini berlangsung pada saat perayaan Cap Go Meh. Salah satu rangkaian acara yang paling popular adalah ritual gotong joli (tandu) Toa Pe Kong (replica dewa) yang diarak dari klenteng mengitari rute tertentu dan kembali lagi ke klenteng.

Yang kudengar dari para tetua, kirab itu dilakukan melalui serangkaian acara. Karena konon katanya tidak boleh serampangan. Harus mendapat persetujuan dari para dewa dan dewi yang bersangkutan. Wallahualam.

Sebagaimana yang tertulis dalam lembaran hidupku yang penuh dengan kisah ajaib, kalau tidak dapat dikatakan aneh. Sebagaimana halnya kesempatan untuk dapat turut serta menggotong joli Toa Pek Kong di Bogor. Aku tidak pernah menyangkan bisa sampai mengikuti kirab disana.

Aku lupa tahunnya, yang kuingat pada saat itu Cap Go Meh jatuh pada hari minggu seperti tahun 2023 ini. Sewaktu selesai dana makan pagi di vihara, aku pun bersiap untuk pulang. Lalu, tiba-tiba beberapa teman langsung masuk ke dalam mobilku dan mengajakku ke Bogor. Saat itu, seperti kerbau dicocok hidungnya, aku langsung mengiyakan ajakan mereka. Padahal hari itu hujan rintik-rintik. Biasanya kalau cuaca sudah seperti itu, aku malas berpergian.

Singkat cerita, kami telah sampai di area penyelenggara kirab. Tanpa basa-basi teman-temanku turun dan membiarkanku sibuk mencari parkir. Dongkol.... Sudah pasti. Aku binggung mencari mereka di tengah kerumunan orang banyak. Akhirnya aku memutuskan saja untuk diam di sudut sebuah halaman klenteng atau vihara apalah itu. Boro-boro mau mencari tahu namanya, mencari teman-temanku saja aku malas, karena ramai sekali.

Pada saat kekesalan sedang berkecamuk di benakku, tiba-tiba ada seseorang lelaki yang tidak kukenal menyodorkan kaos; kita panggil saja ia dengan Mr.X. Ia berkata kepadaku, "Ini kaosnya, kamu pakai dobel saja, terus masuk ke barisan depan "

"Maksudnya? "Aku bertanya bak orang bodoh.

Mr. X: "Ya, cepat pakai, terus kamu segera lari ke depan, gotong jolinya. Setelah ada pergantian, kamu langsung ke joli kedua. Begitu seterusnya sampai joli terakhir. Ayo tunggu apa lagi kamu sudah ditunggu dari tadi "

Mr. X memberiku instruksi sambil terus mengatur barisan. Tanpa basa-basi aku langsung mengenakan kaos yang diberikan Mr. X sambil berlari menuju joli terdepan. Dan, seperti sudah diatur. Begitu aku sampai di depan, aku langsung ditarik masuk ke dalam barisan yang sedang mengusung sebuah joli. Aku bahkan tak tahu replica dewa apa yang kugotong. Aku terbawa arus.

Di tengah-tengah perjalanan arak-arakan itu, lamat-lamat kudengar suara seorang kawanku yang bernaman ci Yanti, "Eh itu si Lana kok pakai kaos 'Bangau Putih.' Dari mana dia dapat?"

Dari dulu aku punya penyakit mager (baca: malas gerak). Anehnya aku bisa mengikuti langkah kirab itu sampai hampir selesai.

Aku keluar dari barisan saat kulihat jejeran teman-temanku. Semuanya heboh dengan pertanyaan masing-masing.

"Eh, Lan, elo dapat darimana tuh kaos? Terus kok elo bisa tahu-tahu ada dalam barisan? Kan itu dijagain ga bisa dimasuki sembarang orang."

"Makanya elu orang reseh sih, gue ditinggal begitu aja, kaya supir. Tadi pada kemana saat gue cari parkir?" Aku protes, kheki dan dongkol abis sama kelakuan mereka

"Sori-sori tadi kita buru-buru cari posisi supaya bisa gotong joli, tapi ga dapat, karena yang bisa gotong harus dari pengurus, dan anggotanya serta peserta yang sudah terdaftar. Gimana ceritanya elu bisa dapat kaos dari perkumpulan bangau putih dan ikut arak-arakan?"

Makanya jadi orang jangan egois, elo kan tahu, gue paling bolot kalau ingatin jalan apalagi ramai begini, saat gue kesel setengah mati sama kelakuan elo pada. Ini ada seorang cowok ganteng yang memberikan kaos ini, dan dia langsung menyuruhku segera pakai dan menarikku masuk barisan." Aku menjawab kesal, meskipun aku juga menyadari bahwa hidungku sedang kempas-kempis pada saat itu. Ada sedikit kebanggaan.

"Elo hoki, bisa dapat kesempatan emas kaya gitu, kita orang yang niat malah ga kesampaian." Ci Yanti berkata sambal terkagum-kagum dengan keberuntunganku.

Pada saat sedang berdiri di pinggir jalan bersama teman-temanku, keajaiban kedua kembali datang menghampiriku. Entah dari mana datangnya, seseorang lelaki berpakaian putih-putih lengkap dengan ikat pinggang merah tiba-tiba menghampiriku. Ia menyerahkan tiga batang bunga sedap malam dan kertas "HU" yang dibalut pita merah. Awalnya aku menolak karena kukira ia salah alamat, tapi orang itu keukeuh menyerahkannya padaku sambil berkata, "terimalah ini dari Sin Beng, tiga tangkai bunga sedap malam untuk keselamatanmu. Dan, Hu ini bisa berguna untuk menenangkan bayi yang rewel "  

Sin Beng? Aku bergumam bak orang bodoh.

Tapi, sebelum pertanyaanku dijawab, teman-temanku riuh mendesak, menyuruhku untuk cepat menerimanya. Bahkan ci Yanti gregetan dengan sikapku yang terbenggong-benggong. Sambil berkata tidak karuan, ia menyuruhku menerimanya.

Setelah aku menerima hadiah itu, kini giliran teman-temanku. Riuh mereka bersuara kepada lelaki itu untuk mendapatkan hadiah yang sama. Walaupun sudah ditolak, tetap saja mereka memaksa. Hingga akhirnya si lelaki luluh dan mencabuti bunga-bunga dari joli yang ada di dekatnya kepada seluruh teman-temanku.

Tiga tangkai kembang sedap malam itu kuletakkan di dashboard mobil dinas yang kupakai setiap hari. Walaupun kini sudah mengering, tetapi tetap kutaruh disitu. Sementara HU itu kuletakkan di altar Dewa Kwan Kong di rumahku.

Sepanjang perjalanan pulang, mereka berceloteh tentang kemujuranku, yang kujawab sambil bergurau, "Ha ha ha, itulah bayaran dari dewa untukku si tukang gotong dan juga sopir tembak kalian."

Hidupku penuh berkah, ada-ada saja cara karma baik berbuah.
Semoga Semua Mahkluk Berbahagia

**

Jakarta, 09 April 2023
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik

Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun