Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebenaran di Dalam Dhamma, Kebenaran Semesta

20 Maret 2023   19:57 Diperbarui: 20 Maret 2023   20:11 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentunya sudah tidak asing dengan kata Dhamma itu sendiri. Yup, benar. Dhamma adalah suatu kebenaran semesta yang sudah ada jauh dari masa terciptanya kehidupan di bumi ini bahkan sebelum terciptanya manusia loh. Bisa di katakan sebagai pedoman kita dalam menjalani kehidupan ini.

Sebenarnya, di dalam beberapa keyakinan serta agama yang ada di Indonesia, dhamma sendiri di representasikan dalam berbagai makna artian. Ada yang menyebutnya sebagai kebenaran sejati, ada yang juga menyebutnya sebagai ajaran, dan ada juga yang menyebutnya sebagai pedoman dalam hidup. Tapi sejatinya, terkadang secara tidak sadar kita sendiri sudah mempraktekan dhamma itu sendiri. Seperti contoh yang paling mudah terlebih dahulu, menahan diri untuk tidak jahil pada semut. Hal yang simple, tetapi terkadang banyak dari kita yang melupakannya. Ayo, siapa yang sering melakukannya?  

Ada salah satu artian dari petikan Dhammapada yang indah;

"Pergilah, o para Bhikkhu, demi kebaikan banyak pihak, demi kebahagiaan banyak pihak, atas dasar kasih sayang kepada dunia, demi kebaikan, manfaat, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah dua orang pergi dalam satu arah. Ajarkanlah, o para Bhikkhu; Dhamma, yang indah pada awal, indah pada pertengahan, indah pada akhirnya, baik yang tersirat maupun tersurat. Nyatakanlah Kehidupan Suci, yang sempurna dan murni,".

Di kata-kata tersebut sudah sangat jelas menekankan tiga masa dhamma itu sendiri, yakni indah pada awalnya, indah pada pertengahan, serta indah pada akhirnya. Mencerminkan kehidupan manusia yang pastinya ada awal, pertengahan serta akhir. Yang jadi pertanyaan serta pengingat untuk kita apakah sudah kita terapkan apa yang kita ketahui di dalam kehidupan kita? Apakah kita juga merasa dhamma ini merupakan ajaran yang sungguh indah di seluruh semesta ini? Mari kita kulik dan belajar Bersama.

Pernahkah kita mendengar bahwa guru agung kita tidak pernah memberikan janji muluk apapun dalam berbagai bentuk, walaupun kita sudah menjadi muridnya sekalipun. Bahkan beliau sendiri loh yang mengatakan bahwa "lihat, datang serta buktikan" apa yang guru agung temukan dan kemukakan.

Beliau tidak serta merta meminta kita untuk percaya begitu saja, bahkan memberikan janji yang indah pada awalnya. Yang pasti kehidupan ini adalah sumber penderitaan dan beliau berupaya untuk memberikan obat dari penderitaan itu sendiri. Mungkin ini terkesan sangat tidak baik untuk disampaikan, tetapi begitulah adanya. Itulah mengapa ajaran yang sejati dan murni tidak banyak orang yang mampu untuk mengerti, mengamalkan dan menerapkannya di kehidupan kita. Terkadang kita sudah disibukkan dengan bias fenomena kehidupan yang membuat kita lupa tentang arti dari Dhamma itu sendiri.

Tidak ada pengecualian khusus untuk siapa dan kalangan apa saja yang diperbolehkan untuk mempelajari dhamma. Saya akan bercerita sedikit mengenai pengalamanku. Di suatu hari ketika saya sedang menjalani kegiatan rutin saya, saya dihadapkan dengan sebuah pertanyaan dari anak murid saya sendiri. Pertanyaan yang mungkin untuk usia kita saat ini dengan sangat mudahnya untuk kita jawab. Tapi, tidak untuk usianya yang masih sangat belia.

"Apakah hantu bisa mendengar ajaran buddha?" 

Sontak dalam hati terkejut saat menerima perrtanyaan ini. Ya, tentunya kita sudah tahu bahwa guru agung sangatlah welas asih dan memiliki cinta kasih yang sangat besar kepada semua mahkluk apapun termasuk hantu. Dan, tentunya juga dhamma ini atau ajaran ini dapat didengar juga oleh mereka. Tentunya ini merupakan kebahagiaan yang tiada tara bagi mereka.

Yuk, mari kita merenungkan pertanyaan ini. Ajaran ini tentunya sangatlah tak ternilai, sangat sukar didapatkan, dan dipahami, serta tentunya juga sangat sukar juga untuk dipraktekan. Lalu, bagaimana kita menghargai serta menghormati ajaran ini? Tentunya tidak terlepas dari kita selalu belajar untuk berterima kasih serta mensyukuri setiap ajaran.

Tentunya kita harus juga menanamkan semangat dan tekad yang kuat untuk mengetahui dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Marilah kita bersama-sama bersemangat dalam mempraktekan ajaran dalam buddha dhamma.

Appamadena sampadetha, berjuanglah dengan penuh kesadaran. semoga semua mahkluk terkondisikan kebahagiaan di mana pun mereka berada.

**

Jakarta, 20 Maret 2023
Penulis: Jenny Lie, Kompasianer Mettasik

Appamadena Sampadetha, Berjuanglah dengan Sungguh-Sungguh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun