Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kualitas Dhamma (Dhammanusati)

19 Maret 2023   05:55 Diperbarui: 19 Maret 2023   07:36 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman akan kebenaran dalam Agama Buddha jadi penting karena ajaran utama Dhamma adalah Catur Ariya Satyani yang diterjemahkan menjadi Empat kebenaran mulia yang ditegaskan pada delapan ruas jalan tengah sebagai jalan melenyapkan penderitaan (Dukkha Nirodha) yang terdiri dari (diterjemahkan bebas) : Pengertian BENAR, pikiran BENAR, ucapan BENAR, Perbuatan BENAR, mata pencaharian BENAR, daya upaya BENAR, perhatian BENAR, konsentrasi BENAR.

Tetapi orang-orang yang kritis akan dengan cepat menemukan kontradiksi antara kehidupan nyata dan ajaran Buddha.  Bagaimana mencintai tanpa melekat? Tidakkah dengan mencintai kebahagiaan kita harus memperhatikan kebahagiaan yang dicintai? Bagaimana bermata pencarian tanpa serakah? Pertumbuhan dalam perusahaan itu tidak untuk didiskusikan. Kalau tidak tumbuh perusahaan tinggal menghitung hari jadi bangkrut) Kepada siapa memihak ketika dua negara berperang? Karena yang dibela dalam perang selalu sesuatu yang benar, agung dan kepentingan orang banyak (bangsa)

Jadi yang mana yang benar?

Secara umum dalam Agama Buddha kebenaran ada dua. Kebenaran yang bisa dibuktikan dan kebenaran yang disepakati. Kebenaran yang bisa dibuktikan adalah kebenaran ilmiah. Kebenaran yang bisa diukur karena berkondisi misalnya ada dimensinya diukur panjangnya, ada suhunya diukur temperaturnya, dan seterusnya. Kebenaran yang disepakati adalah kebenaran normatif. Telanjang di depan umum itu tidak sopan / tidak menghormati umum, kepentingan orang banyak, diatas kepentingan yang lebih sedikit, dan sebagainya.

Nah kebenaran dalam Dhamma itu termasuk yang mana?

Bukan kedua-duanya.

Kebenaran Dhamma tidak termasuk keduanya karena kedua ini kebenaran yang berlaku hanya untuk manusia hanya di alam manusia yang biasanya disingkat duniawi bahasa palinya Lokiya. Kebenaran yang nyata. Sedangkan kebenaran Dhamma mengacu pada kebenaran lokuttara. Kebenaran yang Sunyata. Yang berlaku di segala alam tidak hanya di alam manusia. Kebenaran yang tidak bisa dibuktikan secara duniawi dan berlaku meski tidak disepakati.

Apa buktinya Dhamma bersifat lokuttara? Apa kriterianya suatu kebenaran itu lokuttara bukan lokiya?

Ini diungkapkan salam paritta Dhammanusati. Dalam paritta itu dhamma sifat atau ciri dhamma adalah :

Berada sangat dekat (Sanditthilo)
Dekat karena mulai dan berakhir dari diri sendiri jadi bisa diamati akibat dan pahalanya dalam kehidupan diri sendiri.

Tak lapuk oleh waktu (Akaliko)
Tak lapuk oleh waktu karena berlaku sepanjang masa karenanya bisa diamati pada masa hidup pelakunya (kini)

Mengundang untuk dibuktikan (Ehipassiko)
Mengundang karena Dhamma bukan ajaran yang hanya boleh dipelajari umat buddha saja. Siapa saja yang tertarik bisa mempelajarinya. Menjalankan, mengalami dan menyimpulkan sendiri.

Menuntun ke dalam bathin (Opanayiko)
Menuntun karena memang menyasar pada kondisi bathin bukan perintah yang harus ditaati atau hukum yang wajib ditegakkan. Tapi sikap bathin (yang tentu saja akan terefleksi pada sikap fisik) yang didasarkan pada keyakinan yang tumbuh dari pemahaman yg didapat dari pelaksanaan Dhamma.

Semua ini menjelaskan bahwa kebenaran dalam Dhamma berbeda dengan kebenaran duniawi. Tapi tidak memberikan petunjuk bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas. Tidak memberikan jalan keluar pada dilema-dilema di alam manusia.

Untuk ini, saya mengusulkan ketika anda menghadapi dilema-dilema seperti itu untuk kembali mengingat apa yang mendorong Pangeran Siddharta mencari Penerangan Sempurna yang diceritakan dalam riwayat hidup beliau. Siddharta tergerak karena melihat penderitaan manusia (menjadi tua, terjangkit penyakit dan meninggal dunia). Hal ini menunjukkan tujuan Ajaran Buddha, tujuan Dhamma yang diajarkan Sang Buddha adalah melenyapkan penderitaan. Karenanya, ketika menghadapi dilema-dilema dalam kehidupan kita, ketika kebenaran-kebenaran seolah bertentangan, renungkan dan putuskan apa anda masih berniat melenyapkan penderitaan atau tidak? Dengan introspeksi ini harapannya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan muncul.

Semoga celotehan tertulis saya ini menumbuhkan semangat yang sempat kendor, mengembalikan kepercayaan diri yang kadung melorot atau menginspirasi tujuan hidup yang sarat dengan pilihan duniawi ini...

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata
Semoga semua mahluk berbahagia.
SADHU. 

**

Penafian
Opini dalam artikel ini meski terinspirasi ajaran Agama Buddha mahzab Theravada adalah murni buah pikir pengarang sendiri yang tidak mewakili organisasi, mahzab atau ajaran manapun.

**

Jakarta, 19 Maret 2023
Penulis: Paul Bhinneka, Kompasianer Mettasik

Pemerhati Dhamma

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun