Memori lalu di kisah pertemanan,
saat kepergian yang tanpa pesan,
di antara jejak luka yang ditingalkan,
sungguh dalam menyakiti perasaan.
Hingga menyalahkan hidup ini,
kecewa dengan takdir dunia dan seisinya,
putus asa mewarnai langkah kaki,
bagai bayangan mengantui jiwa.
Dilema pun membuat lalai dan lupa,
menyiakan-nyiakan waktu saat itu,
hanya untuk membenci sesuatu,
yang tak tahu dalam kuasa.
Namun di suatu senja yang suci,
diri ini tersadarkan dalam kebenaran,
ajaran mulia yang dibabarkan,
membuka mata hati sanubari.
Mengertilah aku kini,
kelahiran membawa proses derita,
sebabnya ingin berlebihan memiliki,
juga kebodohan yang menutupi jiwa.
Yang harus dipahami dan ditinggalkan,
hingga lenyaplah duka di jiwa,
hanya menuju bahagia,
sesungguhnya itu demikian.
**
Mojokerto, 12 Maret 2023
Penulis: Lily Setiawati Utomo, Kompasianer Mettasik
Penulis Puisi Dhamma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H