"Aduh! Bagaimana ini?" Dewi, karyawan saya baru melaporkan kelalaiannya membayar telur untuk persiapan membuat roti yang akan dijual hari ini. Lumayan besar juga selisihnya, tiga ratus ribu rupiah.
"Bukan untung, malah buntung!" pikir saya kesal. Mau marah kepada Dewi juga tidak ada gunanya, hanya menambah kerutan di wajah saya yang memang sudah banyak kerutannya, hehehe .... Akhirnya saya mengajak anak saya untuk sarapan mi pangsit di dekat toko roti kami.
Sepertinya pagi ini bukan pagi yang cerah juga untuk si pelayan. Wajahnya cemberut terus. Setelah perut kenyang kami pun meminta bon kepada pelayan tersebut. Dan sambil menunggu uang kembaliannya, kami membahas acara wisuda anak teman saya di kampusnya kemarin. Setelah beberapa saat, si pelayan menghampiri meja kami, meletakkan uang kembaliannya, dan langsung mengeloyor ke meja lain.
"Mama, uangnya lebih sepuluh ribu rupiah," kata anak saya.
"Oh, ya? Kalau begitu kita segera kembalikan kepada pelayan tadi, Nak," ujar saya.
Bergegas kami memanggil pelayan tersebut.
Dengan ogah-ogahan dia menghampiri meja kami.
Wajahnya seolah berkata,"Ada apa lagi nih?"
"Tadi Adik salah mengembalikan uangnya. Ada lebih sepuluh ribu," saya menjawab sambil menyodorkan selembar uang sepuluh ribu kepadanya.
Seketika si pelayan memberi senyuman manisnya dan berterima kasih kepada kami. Ternyata cantik juga orangnya, hehehe.
Tiba-tiba telepon genggam saya berbunyi. Oh, dari penjual telur langganan saya.
"Halo?"
"Bu, tadi karyawan Ibu kelebihan membayar tiga ratus ribu untuk telurnya. Baru saja saya kembalikan uang tersebut kepadanya.
"Terima kasih, Pak."
Wah, tidak jadi buntung nih, hehehe.
Teringat kata-kata Bhante hari Minggu lalu ketika kami ke wihara untuk mengikuti kebaktian seperti yang  biasa kami lakukan setiap hari Minggu. Bhante menekankan pentingnya menjalankan lima sila dalam kehidupan kita sehari-hari, dan akan lebih baik lagi jika kita bisa menjalankan delapan sila/Athasila. Jangan hanya teorinya, tetapi praktikkan langsung dalam berpikir, berucap, dan berperilaku yang baik untuk meningkatkan kualitas batin kita sehingga kita bisa hidup damai, tenang, dan bahagia hingga mencapai kebahagiaan tertinggi/Nibbana.
Selain itu, bagi saya, kejujuran itu sangat penting dan selalu saya tanamkan hal itu kepada anak saya agar tidak mengambil barang yang bukan milik kita sesuai ajaran Sang Buddha tentang lima sila yang wajib kita praktikkan dalam hidup kita sehari-hari yang dalam hal ini tidak mencuri atau mengambil barang yang bukan milik kita (sila ke-2 dari lima sila).
Nah, ini dia contoh buah karma baik yang cepat masak. Dengan berbuat kebajikan, mungkin rezeki belum menghampiri, namun bencana sudah menjauh. Selamat mempraktikkan darma dalam kehidupan Anda sehari-hari. Semoga Anda selalu dalam perlindungan Buddha, Darma, dan Sangha.
**
Medan, 27 Februari 2023
Penulis: Tania Salim, Kompasianer Mettasik
Be Grateful! Be Happy! Be Strong!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H