Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keras dan Lembut Kehidupan, Mana yang Baik?

25 Februari 2023   05:55 Diperbarui: 25 Februari 2023   05:58 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: britannica.com, diolah pribadi

Dalam perjalanan hidup saya menjumpai berbagai kondisi hidup yang kadang keras kadang lembut. Kadang keras diperlukan, contoh saat dalam bahaya, menyelamatkan anak agar tidak tertimpa benda jatuh. perlu cepat menarik anak tersebut agar tidak tertimpa. Namun, aktivitas menarik anak dengan cepat ini bisa saja berdampak dirinya terluka / kaget, sehingga menangis.

Dulu waktu latihan beladiri Aikido, saya belajar bagaimana beberapa gerakan perlu kelembutan agar bisa lolos dari kuncian. Namun di sisi lain perlu mengeraskan / menguatkan kuda-kuda agar tidak mudah terjatuh.

Meskipun masih berlatih, namun hidup terus menerus mengajarkan kelembutan dan kekerasan. Bahkan tubuh ini pun terdiri dari organ yang lembut dan yang keras. saat mengunyah makanan, perlu gigi yang keras untuk menghancurkannya, juga perlu lidah yang lembut untuk mengarahkan dan merasakan.

Demikian pula dalam pergaulan, ada saatnya lebih keras membatasi diri agar tidak terjerumus ke pergaulan yang membahayakan. Ada kalanya perlu kelembutan, agar tidak terjadi konflik akibat adanya perbedaan.

Ada kalanya perlu tegas terhadap aturan, ada kalanya perlu fleksibel saat dihadapkan pada situasi yang berbeda sehingga aturan tersebut tidak bisa diterapkan. Meskipun demikian, ada aturan-aturan dasar yang sama sekali tidak boleh dilanggar.

Demikian juga sistem kerja tubuh ini. Kita perlu menghormati sistem kerjanya. Saat saya berlatih Aikido, fleksibilitas perlu dilatih. Saat tubuh masih kaku, maka tidak bisa memaksakan melakukan gerakan yang lentur, karena bisa timbul cedera. Seiring berjalannya latihan yang diulang-ulang, maka tubuh akan semakin fleksibel untuk mengikuti gerakan-gerakan yang lebih sulit.

Sama halnya dengan batin kita. saat belum terbiasa bergaul dengan berbagai jenis orang, maka batin kadang cenderung kaku, menghadapi berbagai jenis orang dengan cara yang sama, sehingga berpotensi menimbulkan konflik.

Untuk bisa batin jadi fleksibel, maka perlu kerendahan hati. Mengikis ego sendiri, mau menerima segala masukan sebagai evaluasi diri.

Tidak mudah tentunya, tergantung ketebalan ego masing-masing.

Tidak semua masukan bisa dijadikan perkembangan diri, tetapi kecenderungan mengunci diri terhadap berbagai masukan bisa menghambat perkembangan diri.

Ada masukan yang masuk akal, ada masukan yang konyol, ada masukan yang baik, tapi belum bisa kita penuhi (di luar kapasitas kita). Ibaratnya ada makanan keras, ada makanan lembut, selama masuk ke mulut kita, kita bisa mengolahnya, saat ada yang tidak bisa kita olah maka tidak kita ambil (contoh kondisi gigi sedang ngilu, makanan yang terlalu dingin / keras tidak bisa kita olah saat itu).

Selain pergaulan, juga status yang beragam menuntut fleksibilitas batin menghadapinya. Ketika menjadi pemimpin, pengurus, ayah, anak, dan lain-lain. tentunya tidak bisa sama ratakan responnya. Konflik terjadi ketika memperlakukan keluarga seperti memperlakukan anak buah, atau memperlakukan relawan yang membantu organisasi seperti pembantu. Semakin banyak status kita, semakin banyak pula konflik yang terjadi jika fleksibilitas batin kurang terlatih.

Perlakuan ke satu orang belum tentu cocok ke orang lain, meskipun saudara kembar sekali pun. Demikian pula ketika kita diperlakukan oleh seseorang, tidak lantas orang lain memperlakukan sama dengan orang sebelumnya. Persepsi yang keliru atas perlakuan dan diperlakukan akan menimbulkan konflik. Untuk itu persepsi yang cenderung menyamaratakan orang atau keadaan perlu terus dikikis, agar semakin fleksibel menghadapi hidup yang Anicca. Bahkan perlakuan ke orang yang sama pun, di masa lalu dan masa kini belum tentu bisa terus disamakan pergaulannya.

Contohnya: kadang saya terkagum / terheran dengan perubahan teman yang dulunya begitu lugu, sekarang sudah begitu berpengalaman, pandai dan banyak wawasan. Sehingga persepsi dulu terhadap teman itu perlu diperbaharui, yang berpengaruh terhadap perubahan respon kita, tidak memperlakukannya seperti orang lugu.

Air sifatnya fleksibel, bisa menghanyutkan, bisa menghancurkan bangunan, jika terlalu besar dan cepat mengalir. Air juga bisa jadi lembut sehingga bisa kita letakkan dalam wadah apa pun. Air juga bisa keras membeku, hanya bisa diletakkan ke wadah yang sesuai bentuk bekunya.

Di masa lalu saya pernah terjebak pada persepsi, "kamu harus mengerti kondisi saya", di sisi lain yang diajak bicara pun berkata demikian. sehingga terjadi konflik karena sama-sama bersikeras terhadap kepentingannya.
Sejalan dengan belajar Dhamma dan pengalaman hidup, saya belajar untuk mengikis ego. Meskipun konflik ini masih terjadi, tapi sudah mulai berkurang. Ketika mulai memanas saya lebih cepat sadar "eh ini ego yang sedang naik".

Ada kalanya, ada kepentingan tertentu yang tidak bisa ditawar, tetapi ada pula yang bisa dinegosiasikan / fleksibel.

Untuk itu saya perlu memahami posisi saya, apakah sebagai atasan? bawahan? pelanggan? teman? ayah? anak? suami? pengurus? donatur? dan berbagai posisi lainnya yang sedang saya jalani.

Karena kurang perhatian atau komunikasi yang sudah demikian akrab, ada kalanya lawan bicara itu telah dianggap sebagai teman, padahal yang bersangkutan adalah pelanggan atau atasan. Sehingga ketika dalam situasi pekerjaan kita perlu memindahkan persepsi ini tidak sekedar sebagai teman, tetapi sebagai atasan / pelanggan yang berarti kepentingan mereka perlu diletakkan lebih tinggi dibanding kita. Ini berpengaruh kepada respon kita yang lebih lembut saat berhadapan dengan potensi konflik.

Skenario yang berbeda ketika suatu saat saya menjadi pelanggan sebuah perusahaan. Awalnya saya berbicara akrab dengan petugasnya. Namun, ketika untuk waktu yang lama kebutuhan dasar pelanggan saya tidak terpenuhi maka saya mulai menuntut kesepakatan yang sudah disepakati di awal saat jadi pelanggan. Ini berarti apa pun permasalahan di perusahaan tersebut sehingga pelayanan tidak berjalan sebagaimana mestinya itu perlu segera diatasi, demi kepentingan pelanggan.

Saya pernah mendengar sebuah kisah di radio, ketika sebuah rumah makan yang begitu ramai, kemudian tiba-tiba jadi sepi. Belakangan diketahui ada pelanggan yang menemukan lalat di makanan. Sejak itu rumah makan tersebut sedikit didatangi pembeli.

Saya juga pernah jatuh sakit akibat keracunan makanan yang dibeli dari sebuah warung makanan ringan terkenal. Secara logika sangat kecil kemungkinan warung itu tidak cek makanan yang disajikan. Namun karena tidak mau panjang urusan, saya pun tidak memberi masukan ke warung tersebut, tapi tidak mau lagi beli makanan di warung itu, atau pun merekomendasikan ke teman-teman.

Terkadang kita menemukan pembeli ada yang cerewet, sering mengkritik. Ada juga pembeli yang diam saja ketika menemukan pelayanan yang buruk ataupun mutu produk yang dibeli. Mungkin karena tidak mau cari ribut atau tidak mau berurusan panjang.

Pemilik warung perlu jeli dan rendah hati, tidak memberi label pembeli / pelanggan / orang luar "wah orang ini iri dengan warung saya, wah dia mau menjelekkan warung saya."

Jika pikiran-pikiran seperti itu dipertahankan, maka siap-siap saja warung tersebut sepi pelanggan.

Saya pernah saya mendapat tulisan di bon saat saya fotocopy. Yang tertulis seperti ini "jika puas dengan pelayanan kami, beritahukan ke teman-teman. Jika tidak puas, beritahu kami." Ini sebuah tulisan yang bagus, pembeli lebih rela memberi masukan ke toko tersebut jika terjadi hasil fotocopy yang tidak baik mutunya, serta lebih rela memberitahu teman-temannya soal toko tersebut jika hasil fotocopynya lebih bagus.

Semoga kita semua bisa terus berupaya menjadi orang yang rendah hati, selalu mengikis ego, sehingga bisa mengelola keras dan lembut dengan baik, yang pada akhirnya rejeki semakin lancar.

**

Jakarta, 25 Februari 2023
Penulis: Fendy

Multi Talent Learner

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun