Suara: "Kamu akan mati sesuai dengan permintaanmu sendiri..."
Aku: "Permintaanku? Kapan? Lalu siapakah kamu? memangnya kamu bisa menentukan kematianku? "
Suara: "Waktu ibumu terdeteksi kanker rahim, dimana beberapa orang dokter sudah angkat tangan dan dua diantaranya sudah memvonis usia ibumu hanya tersisa sekitar enam bulan saja. Lalu, setiap hari engkau membaca Paritta-Paritta Suci memohon kesembuhan untuk ibumu. Bahkan di depan altar, engkau berucap tekad merelakan, menukar sisa umurmu dengan kesembuhan ibumu. Dan semua itu sudah terkabul, ibumu sembuh dan dapat perpanjangan waktu sekitar lima belas tahun lagi, sampai ajal benar-benar memanggilnya. Bagaimana kamu bisa melupakannya begitu saja?" Â Â Â Â Â
Aku tergagap, bukan karena aku takut mati, tapi bagaimana aku bisa lupa akan nazarku sendiri? Kejadian ini kuceritakan ke seorang Bhante senior. Beliau hanya terdiam sejenak untuk kemudian memintaku untuk terus selalu berbuat baik.
Waktu terus berjalan, kejadian itu menjadi pengingat untukku, kalau yang dikatakan "suara" itu benar, berarti sisa hidupku hanya tinggal sembilan bulan lagi, persis seperti usia kandungan. Aku juga berusaha untuk menjalani nasehat Bhante senior tersebut. Berusaha untuk selalu menanam kebajikan di setiap tarikan nafasku, walau ini bukanlah hal yang mudah bagiku yang malas mendengarkan khotbah Dhamma, malas bermeditasi, dan juga dana makan pagi yang masih bolong-bolong; kalau hari libur, berdana juga libur.
Siapa sangka, pandemi melanda Indonesia, dengan sendirinya kantorku ikut melaksanakan WFH, dimulai pada tanggal 27 Maret 2020. Pembatasan sosial terjadi dimana-mana, termasuk kegiatan di Vihara.
Ulang tahunku 18 April. Yang berarti pada 2020 aku tidak bisa merayakan ulang tahunku di Vihara. Ada kekecewaan bagiku, tetapi ada juga sedikit perasaan "Bahagia."
Mengapa?
Karena drama kematianku tidak terpentaskan sesuai dengan petunjuk dari "suara" itu. Artinya, aku lolos dari kematian. Aku tidak jadi mati.
Akan tetapi, sebagai gantinya aku diganjar tidak bisa tidur selama tiga hari tiga malam. Dimulai pada malam tanggal 18 sampai tanggal 20 april, aku tidak dapat tertidur walau hanya sekejab. Mungkin ini kompensasi alam terhadap diriku yang seharusnya sudah tertidur untuk selamanya, jadi melek berhari-hari.
Kejadian itu sangat menggangguku, tensi melonjak tinggi mencapai angka sekitar 190/100, gula darahpun mendesak ke angka 500an, pokoknya sangat-sangat tidak enak sampai-sampai aku diresepkan obat penenang dosis tinggi oleh dokterku. Itu pun kuminum dengan dosis doble (tentunya tanpa setahu dokterku).