Aku mulai berdana makan pagi sejak 14 tahun silam, tepatnya setelah ibuku meninggal. Seperti berkaitan dan saling mendukung, karena setahun sebelumnya aku dipindah tugas ke kantor pusat yang beralamat di Senen Raya. Dan itu merupakan keuntungan bagiku karena jalur rutenya menjadi searah dari rumahku di Pasar Baru ke Vihara Buddha Metta Arama (BMA) di jln. Terusan Lembang -- Menteng. Lalu, ke kantor di jalan Senen Raya, dengan kemacetan yang hampir dapat dikatakan tidak pernah dan juga terhindar dari peraturan ganjil genap. Walaupun begitu pukul 7.15 aku sudah harus cabut, agar tidak terlambat masuk kantor.
Dana makan pagi kepada Arya Sangha, kulakukan tanpa jemu setiap hari. Tak peduli Bhante-nya hanya ada satu atau dua orang, yang penting ada ladang untukku menanam karma baik. Di Vihara Buddha Metta Arama, kami juga diberi kesempatan untuk mengikuti chanting pagi, ber-pindapatta nasi, dana makanan, sampai ke pelimpahan jasa. Pokoknya paket lengkap deh, tetapi setiap pagi aku hanya sempat sampai acara pindapatta nasi.
Kalau hari libur aku pun ikut meliburkan diri. He ... he ... he ... bisa-bisanya menciptakan libur dalam menabur karma baik, ya. Itu karena aku malas keluar rumah kalau hari libur kecuali ada keperluan tertentu. Apalagi sekarang ini kalau habis keluar rumah, pulang-pulang harus keramas. Kegiatan ini terhenti sejak covid melanda Indonesia. Selain seringnya WFH, Vihara BMA sempat juga lock down. Pandemi membuat rutinitasku berdana jadi terhenti sekitar dua tahunan, sehingga timbullah kemalasan demi kemalasan. Menuai berbagai alasan yang secara tidak langsung mematahkan semangat.
Terkadang kami mendapat kesempatan extra, yaitu kalau Ayya Santini berkunjung ke Jakarta. Ayya Santini sendiri bermukim di Wisma Kusalayani -- Maribaya. Setiap saat beliau memenuhi undangan ceramah atau ada urusan yang harus diselesaikan di Jakarta, beliau akan bermalam di 53 yang letaknya berdekatan. Sekitar dua ratus meteran dari Vihara Buddha Metta Arama (BMA) -- Menteng. Pada saat itu beliau pasti memberi kesempatan kepada umat untuk berdana. Beliau akan memberikan informasi tentang kedatangan dan keberadaannya di WA grup yang diberi nama : Dana Makan -- 53
Sedangkan grup Sirkus terbentuk karena aku sering mengajak umat lain untuk ikut berdana di 53 kalau Ayya sedang berada di sana. Mulai dari satu, dua orang akhirnya mencapai hingga dua puluh orang. Biasanya kami janjian di BMA sebagai basecamp kami dalam menyiapkan dana ke Ayya, sehingga kami bisa pergi ke 53nya bersamaan, alias bererot seperti rombongan.
Pada suatu hari Ayya menerima kami sambil tersenyum Ayya berkata: "nah ini rombongan Lana datang."
Disambut dengan celetukan kocak Dahlia, salah satu anggota, "Seperti rombongan Sirkus ya Ayya."Â
Kami semuanya tergelak, memang sih dalam rombongan kami itu macam-macam. Ada yang pendiam, ada yang suka ngoceh, ada yang suka ngelawak. Pokoknya seru dah. Kami juga saling membantu dalam menyiapkan makanan agar dapat berbarengan ke 53. Yang pasti, kita heboh dan lebih banyak ketawanya.
Saat itu diantara obrolan dan candaan terciptalah WA grup "Rombongan Sirkus." Dan aku didaulat sebagai ketuanya. "He ... he ... he ..."Â
Walau sebenarnya yang lebih pantas jadi ketua adalah ci Lina, yang kita julukin bu ReTe. Beliau sangat teramat gesit dan trampil membantu kegiatan Ayya. Dan yang luar biasanya berkat ci Lina alias bu ReTe-nya grup Sirkus dibantu Dahlia, disaat pandemi pun grup ini masih tetap bisa berdana makan ke para Ayya di Wisma Kusalayani nun jauh di Maribaya. Sayangnya, setahun yang lalu beliau mengikuti anaknya pindah ke Singapura. Akan tetapi, walaupun sudah tidak di Indo lagi beliau masih bisa membantu menyalurkan dana grup Sirkus ke Ayya. We miss U bu ReTe.Â