Kegelisahan dan kekhawatiranku mengambang seperti dementor yang melayang di udara, menunggu momen untuk menerkam. Bunyi pesan WA dan panggilan video call seolah pemantik bagi sang dementor untuk mendekat dan menghisap ketenangan, sejenak-sejenak, tapi terus menerus.
Kamu tahu Dementor?
Karakter ini kutemukan di serial Harry Potter, buku ke-3, Prisoner of Azkaban. Dementor di mata para penyihir, wujudnya tampak sebagai makhluk setinggi manusia  dewasa, tanpa mata, bertampang mengerikan, berkerudung, dan yang terlihat hanya tangannya yang hijau menyeramkan. Keberadaan dementor ini memberikan aura dingin mencekam, menghisap semua kesenangan, kegembiraan, maupun harapan apa pun yang bersifat baik, sehingga yang tertinggal hanyalah rasa kesedihan, ketakutan, dan seolah tidak ada harapan apa pun.
Seperti yang kurasakan tahun lalu, setiap mendengar berita duka dari teman di berbagai media sosial, kegelisahanku menggeliat kuat dan dilanjutkan dengan berbagai cerita panjang tentang seandainya ini dan itu terjadi. Tak berani memikirkan dan mengungkapkan karena takut kejadian, tapi di sisi lain, sadar bahwa ini semua kondisi nyata yang pasti akan dihadapi siapa pun.
Setiap kegelisahan dan kekhawatiran itu muncul, meski bentuknya tak terlihat, bila dirasakan, otot wajah tertarik kencang, otot bahu mengencang, nafas semakin cepat, jantung berdetak kencang. Semakin cerita ini dibuat, semakin gelisah dan takut, badan semakin tak nyaman, dan mendorong untuk lari, tak perlu lagi dipikirkan.
Mantra menghadapi dementor adalah Expecto Patronum, yang memiliki makna mengharapkan pelindung. Pelindung ini dibentuk dari kebahagiaan, penerimaan, dan kebaikan hati si pengujar mantra. Semakin kuat kemampuannya, semakin besar daya perlindungannya dalam menghadapi hisapan dementor.
Resep patronus-ku adalah penerimaan, kesediaan mengalami dan menerima semua rasa tidak nyaman ini.
Sebenarnya bila kegelisahan itu dirasakan, yang ada hanya itu, otot wajah kencang, bahu mengencang, nafas cepat, dan jantung berdetak... yang bila dirasakan apa adanya, sang dementor akan mundur dan menjauh, lebih nyaman, lebih tenang.
Masalahnya... untuk merasakannya, untuk menghadapinya, tak selalu berani, tak selalu siap, tak selalu kuat...
Jadi, kembalilah kepada mantra Expecto Patronum. Senantiasa berbuat kebajikan dan semakin terampil dalam kebaikan. Pada akhirnya dementor adalah kenyataan batin. Dia akan ada hadir, siap atau tidak siap. Dan kita adalah pribadi unik, bentukan dari batin kita sendiri.
**
Jakarta, 28 Desember 2022
Penulis: Imeldha Huang, Kompasianer Mettasik
Pembelajar Sepanjang Hayat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H