Hampir 10 tahun penulis tinggal dikota emas Nabire, Provinsi Papua Tengah, banyak teman atau saudara yang bertanya-tanya tentang kondisi kota diujung timur ini. Jika tidak pernah datang langsung ke Nabire ini hanya mendengar atau melihat dari media sosial atau televisi, pandangannya sepertinya ada rasa takut, khawatir, was-was.
Alasannya bermacam-macam, seperti biaya hidup yang mahal, sering terjadi keributan, sering terjadi gempa, dan transportasi yang mahal. Pandangan tersebut tidak semuanya salah dan tidak semuanya benar, bagi orang yang belum pernah menginjakkan kakinya di tanah Papua ini.
Selama tinggal di Kota Emas Nabire ini, semua pandangan tersebut pelan-pelan luntur. Nabire merupakan salah satu kabupaten yang dijuluki dengan kota emas. Sebabnya banyak titik atau daerah yang memiliki kandungan emas yang luar biasa. Banyak warga, kelompok masyarakat, bahkan perusahaan besar yang berbodong-bondong datang untuk mencari emas yang relative masih mudah diperoleh di wilayah ini. Baik sebagai investor, menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau sekadar mengais rezeki.
Nabire merupakan daerah transit baik transportasi udara atau laut, dan pengiriman sembako dari Jawa. Pusat distribusi ke daerah pedalaman yang masih terpencil, masih susah dijangkau dengan transporasi umum. Nah, inilah yang membuat harga sembako dan bahan bangunan mahal.
Kita mungkin pernah mendengar di media sosial atau televisi, kalau harga semen 500 ribu rupiah dan harga beras bisa mencapai 50 ribu rupiah per kilo. Wajar saja, itu karena transportasinya hanya menggunakan pesawat carter. Tidak heran jika semua harga bahan makan atau bangunan jadi mahal.
Untuk daerah Kota Nabire sampai saat ini harga sembako masih normal dan terjangkau. Tidak jauh bedanya dengan daerah jawa. Bedanya cuma sedikit saja.
Ada sebuah anekdot yang sering penulis ceritakan, para perantau yang tinggal di Nabire, pasti tidak punya keinginan untuk kembali ke kampung halamannya. Bukannya tanpa sebab, udara di Nabire masih segar, jalanan tidak macet, mencari nafkah masih relatif mudah, dan peluang usaha masih banyak. Yang penting punya ketrampilan dan mau berusaha, pasti maju.
Selain itu, kita juga sering mendengarkan jika Papua juga dikenal sebagai daerah yang daerah rawan. Namun, selama tinggal penulis tinggal di Nabire sampai saat ini, aman-aman saja.
Jika ada riak-riak yang terjadi, itu hanya di daerah - daerah tertentu yang  jauh dari keramaian. Biasanya terjadi di daerah pedalaman. Keamanan di Nabire selama ini termasuk kondusif.
Nabire juga dikenal dengan daerah tanpa musim, jika tidak hujan selama dua minggu saja, masyarakat sudah bingung tidak punya air dan harus beli air karena sebagian besar warga mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari.