Dalam hal ini, yang kita persembahkan kepada para mendiang adalah jasa kebajikan. "Aku bertekad, mempersembahkan jasa kebaikanku kepada para leluhur, dan mereka yang sudah meninggal."
Sebagai hasilnya, mereka yang diwakili bisa merasakan kebahagiaan, dan itu akan menambah timbunan kebajikan. Baik kepada diri kita maupun kepada mendiang yang kita wakilkan.
Lalu pada Paritta Adiyasutta Gatha, tertulis: "Atho pancabali kata," yang berarti, telah kusajikan lima jenis sajian (Pancabali), yakni sajian kepada sanak saudara, tamu, sanak saudara yang telah tiada, raja, dan para Dewa.
Persembahan tentu tidak serampangan, bukan karena alam gaib yang mengisyaratkan, namun lebih kepada bagaimana pemikiran manusia. Oleh sebab itu, seringkali kita mendengarkan aturan warisan tentang apa yang diperbolehkan dan tidak terhadap persembahan kepada orang yang sudah meninggal.
Sebagai contoh, sewaktu penulis kecil dulu, seringkali saya mendengarkan bahwa makanan yang berduri seperti sirsak, atau yang berbulu kasar seperti rambutan, bukanlah makanan yang pantas disajikan.
Sebabnya orang Tionghoa memiliki filsafatnya tersendiri. Duri itu tajam, menyakitkan. Hidup tidak seharusnya demikian. Begitu juga dengan berkulit kasar, laksana sebuah harapan, hidup harus yang mulus-mulus saja. Sah-sah aja sih...
Demikian juga dengan makna sam-seng, alias persembahan tiga macam daging yang mewakili tiga habitat kehidupan. Darat yang biasanya babi, ikan dari laut, dan ayam yang mewakili unggas.
Lebih lanjut, babi melambangkan kemakmuran, tetapi juga sebagai peringatan agar sanak saudara tidak seyogyanya mencontohi kehidupan babi yang malas. Lalu ada ayam yang rajin bangun pagi, dan ikan yang kehidupannya bebas mengarungi lautan luas.
Untuk kategori buah pun ada artinya. Jeruk berarti nama yang harum, apel sebagai manis budi, pisang mewakili kejujuran, tebu sebagai lambang perlindungan.
Begitu pula permen dan kue yang manis. Semuanya baik maknanya. Kue mangkuk bermakna kemajuan dan kesuksesan, lalu kue lapis mengartikan hoki yang berlipat-lipat. Kue Ku yang berbentuk kura mengiringi harapan usia panjang.
Lalu ada juga beberapa sajian khusus, seperti makanan kesukaan mendiang selama hidupnya. Terlepas dari apakah sang mendiang menikmatinya, bagi sanak saudara itu adalah perlambangan "ingat akan budi."