Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melihat Persepsi dengan Cara yang Berbeda

11 Desember 2022   19:09 Diperbarui: 11 Desember 2022   19:13 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemelekatan pada persepsi merupakan penderitaan. Kita selalu ingin mempertahankan persepsi kita. Salah satu contoh yang sangat sederhana adalah tulisan angka enam. Kita melihat angka tersebut adalah angka 6 di sisi kita. Namun teman yang di sisi lain akan melihat angka tersebut merupakan angka 9.

Kita tidak dapat memaksakan persepsi kita kepada orang lain. Jika terdapat perbedaan persepsi dengan orang lain maka kita harus mendengarkan bagaimana teman kita memandang suatu hal yang berbeda dengan kita. Selanjutnya kita menceritakan hal tersenut sesuai dengan sudut pandang kita.

Suatu hari, seorang yang kaya membawa anaknya untuk berjalan-jalan ke sebuah pedesaan yang nan hijau. Sang ayah bertujuan untuk menunjukkan kepada anaknya bahwa betapa miskinnya seseorang, yang hanya bekerja di ladangnya setiap hari untuk menghidupkan keluarganya yang miskin. Mereka membawa mobil untuk mengelilingi desa yang sebagian besar penduduknya adalah menanam padi. Mereka menikmati pemandangan sawah. Indahnya sawah yang bertingkat dan hijau.

Penduduk bekerja di sawah mereka dengan alat bantu yaitu traktor dan kerbau.

Pada saat siang hari, ayah dan anaknya makan di warung kecil di dekat sawah. Anaknya melihat bahwa penduduk disana makan bersama dengan teman-teman lainnya di tengah sawah. Mereka tampaknya sedang bersenda gurau dan tertawa bahagia.

Hewan peliharaan juga berkeliaran di rumah-rumah pedesaan itu. Desa itu terdapat ayam, bebek, itik, dan angsa yang bebas berkeliaran di rumah dan jalanan. Setiap rumah terlihat ada beberapa anjing yang bermain-main, mereka saling mengejar.

Anaknya melihat penduduk desa main-main di sungai. Tua-muda, anak-anak kecil berenang di sungai. Mereka menangkap ikan di sungai. Dari wajah mereka penuh dengan sukacita.

Pada malamnya, ayah dan anaknya menginap di rumah seorang penduduk yang telah meminta izin sebelum mereka berangkat ke desa. Malam harinya, anaknya melihat bintang-bintang di langit. Terdengar suara katak: "Kwebek, kwebek, kwebek". Suara kambing: "Embek, embek, embek". Suara jangkrik: "Krik, krik, krik".

Pada saat menjelang pagi, terdengar suara burung-burung yang berkicau di pohon-pohon dan ayam berkokok. Setelah sarapan pagi maka mereka pulang ke kota.

Setelah sampai di rumah, ayah bertanya kepada anaknya, "Apakah anda menikmat perjalanan ke desa?"

"Ini adalah sebuah perjalanan yang sangat nikmat, ayah," jawab anaknya.

Ayahnya bertanya, "Apakah anda melihat bagaimana kehidupan orang miskin?"

Anaknya menjawab: "Kita memiliki seekor anjing namun mereka memiliki lebih dari seekor. Kita memiliki kolam di rumah tapi mereka memiliki sungai. Kita memiliki bola lampu pada malam hari akan tetapi mereka juga menikmati indahnya bintang-bintang di langit. Kita membeli makanan namun mereka menanam makanan di sawah dan menangkap ikan di sungai. Kita memiliki rumah dengan tembok yang kokoh, mereka memiliki banyak teman. Kita menghabiskan waktu dengan menonton televisi dan menelusuri berita atau bermain-main game di telepon seluler yang canggih, mereka menghabiskan waktu mereka dengan keluarga dan tetangga."

Ayahnya terdiam seribu kata. Lalu anaknya menambahkan, "Terima kasih ayah, sudah menunjukkan kepada saya betapa miskinnya hidup kita ini."

Pesan moral dari cerita di atas adalah terdapat perbedaan persepsi antara si ayah dengan anaknya. Setelah sang ayah mendengar apa yang dirasakan oleh anaknya maka dia mulai terbuka dengan pandangan bahwa uang bukan segala-galanya untuk mengukur kekayaan seseorang. Sesungguhnya, kesederhanaan, cinta kasih, kasih sayang, persahabatan, nilai-nilai kasih, keluarga yang membuat hidup kita kaya.

Kita harus mendengarkan persepsi orang lain terlebih dahulu sebelum kita meminta orang lain untuk mendengarkan kita. Selain itu, selalu dan selamanya harus diingat untuk baik dalam perilaku ucapan, perilaku pikiran, dan perilaku perbuatan.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia, sadhu...sadhu...sadhu.

**

Medan, 11 Desember 2022
Penulis: Thomas Sumarsan Goh, Kompasianer Mettasik

Long Life Learning

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun