Bodhisatta (Calon Buddha) mencapai pencerahan di bawah Pohon Bodhi di Bodh Gaya. Pencerahan yang diraih-Nya itu kemudian dibagikan kepada seluruh manusa dan para dewa dalam bentuk pengajaran yang memberi petunjuk menuju ke pembebasan akhir dari lingkaran lahir-mati yg sinambung (samsara).
Dari sejak usia dini, anak-anak seharusnya sudah diperkenalkan dengan Dhamma (ajaran Buddha). Karena pengajaran dari Buddha bukan hanya ditujukan untuk orang-orang dewasa atau yang sudah tua, melainkan nasihat-nasihat Buddha sangat diperlukan juga oleh anak-anak untuk membentuk karakter mereka mnejadi welas asih, bijaksana, dermawan dan tenang seimbang.
Salah satu kuaitas Buddha adalah sebagai anuttaro, yakni pemandu tiada tara bagi para makhluk yang menerima (dalam arti: mau membuka hatinya). Angulimala adalah seorang pembunuh berantai yang telah membunuh ratusan orang, tetapi dia punya hati yang mau menerima Dhamma.Â
Buddha menaklukkan Angulimala dengan menyadarkannya betapa keliru perbuatannya itu. Kata-kata Buddha yang sederhana namun bermakna dalam, "Aku telah berhenti, Angulimala, Kau yang belum berhenti"Â
Ketika Beliau dalam kenyataan mengucapkannya dengan sambil berjalan, membuat Angulimala penasaran (karena tidaklah mungkin seorang Buddha masih bisa berbohong dengan berkata sudah berhenti tapi nyatanya masih sambil melangkahkan kaki-Nya. Ketika diminta untuk berhenti). Dari sana lalu Buddha menjelaskan bahwa Beliau sudah lama berhenti melakukan perbuatan-perbuatan jahat tetapi Agunlimala-lah yg masih terus melakukan perbuatan-perbuatan jahat.
Buddha adalah guru para dewa dan manusia. Beliau mengajarkan Dhamma kepada siapa pun makhluk yang datang memintanya, dan setiap dini hari Beliau juga aktif mencari makhluk-makhluk yang punya potensi untuk tercerahkan demgam menggunakan kemampuan adiduniawi Beliau. Jika makhluk-makhluk dengan sedikit debu itu tinggal jauh, Beliau-lah yg akan mendatangi mereka. Betapa welas asih dan penuh perhatian Buddha kepada semua makhluk.
Buddha menekankan pentingnya berbuat baik dengan merawat yang sakit dengan menyebutkan bahwa merawat orang sakit itu (jasa kebajikannya) setara dengan merawat Buddha sendiri. Sebagai Buddha yg telah bebas dari kilesa, tentu Beliau tidak pernah mengucapkan kata-kata hanya basa-basi dan tak bermanfaat. Dengan penekanan ini, kita jadi tahu bahwa merawat orang sakit tidak bisa dipandang sebagai kebajikan sebelah mata saja. Itu adalah kebajikan yang luhur.
Kualitas Buddha yang lain adalah sebagai Lokavidu, artinya Pengena Semesta. Buddha mengetahui segala sesuatu yang perlu diketahui mengenai jalan menuju keterbebasan sejati. Beliau mengenal alam semesta ini beserta semua isinya dengan sangat rinci dan jernih, tetapi apa yang Beliau ketahui ibaratnya adalah dedaunan dalam satu hutan namun yang Beliau ajarakan hanyalah seggenggam saja daun.Â
Mengapa? Karena yang seggenggam itu saja sudah cukup untuk membawa kita menuju pencerahan, sedangkan sisanya (yang sehutan) kalau sampai diajarakn jangan-jangan malah membuat kita semua bisa jadi gila saking bingungnya......Â
Tapi toh begitu, dari segenggam yang diajarakan itu terselip banyak informasi yang kini makin terbukti kenyataannya. Misalnya seperti tentang galaksi-galaksi berbentuk ini itu, bahwa alam semesta ini tidak kosong dengan hanya satu kehidupan di bumi ini saja, dan sebagainya..
**
Bali, 06 Desember 2022
Penulis: Chuang Bali, Kompasianer Mettasik
Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H