Meningkatkan solidaritas dengan komunitas yang adaÂ
Ketika sudah kumpul dengan teman yang satu hobi untuk sekadar ngopi, banyak wawasan baru yang bisa didapat. Tidak jarang mengarah kepada bisnis atau usaha yang bisa digarap. Dari bincang-bincang santai, berubah menjadi serius. Berbagi informasi, sekaligus promosi gratis. Dari mulut ke mulut, membantu teman, saling menyokong agar usahanya maju. Jadi, benar ya apa kata orang, banyak teman banyak rezeki.
Akan tetapi hobi juga dapat menjadi racun, mengapa?
Sebagai seorang yang juga Hobi dengan olahraga tenis meja, seringkali penulis diteriaki... "wah mas eko sudah kena racun nih." Dalam setiap pertemuan atau obrolan, selalu membahas tentang alat atau aksesoris yang digunakan dalam permainan.
Setiap kalah ganti karet, kayu dan peralatan lainnya. Sebenarnya bukan alatnya yang diganti tetapi kualitas dan strategi permainannya yang harus ditingkatkan dengan latihan secara terus menerus.
Nah, menurut penulis, sikap ini sebenarnya hanya menumbuhkan ego sesaat. Dan jika diikuti, kondisi keuangan bisa tidak terjaga dan teratur. Penghasilan kita pasti terganggu, keuangan yang seharusnya untuk membayar uang sekolah anak atau kebutuhan keluarga akan terganggu.
Selain itu, juga akan mengurangi waktu bersama keluarga karena seringnya berkumpul dengan komunitas, Disiplin waktu juga kurang tertata, banyak pengeluaran yang tidak terduga untuk sekedar memenuhi keinginan. Makan bareng, acara kecil-kecilan, atau pergi touring ketempat komunitas yang baru.
Dengan demikian kita harus bijaksana ketika memiliki hobi. Hobi hanyalah untuk mengisi waktu senggang guna menjaga kesehatan jasmani, menghilangkan penat dan strees rutinitas sehari-hari. Menyalurkan hobi secukupnya saja agar tidak menjadi racun. Kalau bisa sebaliknya, jadikan hobi sebagai ladang bisnis dan menghasilkan pendapatan tambahan bagi keluarga.
**
Kab. Nabire, Papua 03 Desember 2022
Penulis: Eko Susiono, Kompasianer Mettasik
Hidup Sederhana dengan Batin Berkualitas