Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Omong Kosong Memiliki

29 November 2022   05:35 Diperbarui: 29 November 2022   06:21 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa banyak kecewa dan penderitaan yang hadir karena kehilangan?

Kehilangan orang-orang yang dicintai atau benda-benda berharga. Sungguh menghadir duka, luka, dan sakit tak terkira. Inilah umumnya yang dialami manusia di dunia.

Apakah yang menjadi penyebab hadirnya semua rasa kecewa dan penderitaan ini?

Setiap yang berbentuk ada waktunya menjadi tak berbentuk. Setiap yang ada akan menjadi tiada. Apa yang dimiliki, akan tak memiliki lagi. Apa yang tercipta  akan musnah juga pada waktunya.

Ini hukum yang pasti, hanya kadang manusia sulit menerima kenyataan ini, tak mau menyadari akan keniscayaan yang ada. Melawan pada hukum semesta hasilnya adalah derita.

Omong kosong ada keabadian di dunia ini. Omong kosong bisa memiliki selamanya apa yang dimiliki. Sesungguhnya pula takada yang benar-benar milik kita, tetapi selalu merasa memiliki semuanya.

Tak heran bila kehilangan orang-orang yang kita cintai seakan ini ada ketakadilan dan menganggap bencana. Hadir tanda tanya.

Mengapa? Ada ketakrelaan. Tanpa mau memahami kebenaran yang niscaya. Yang sudah terjadi sejak dunia ada.

Ketika  barang kesayangan hilang atau rusak. Marah dan kecewa. Sakit hati. Takrela melepaskan dan seakan harus memiliki selamanya. Taksadar takbisa memiliki apapun selamanya. Pasti paham. Namun, tetap takbisa menerima.

Bahwa apa yang dimiliki bukan milik kita yang sesungguhnya. Kebenaran yang sederhana yang mudah dicerna, tetapi acap kali takbisa membuat hati dan pikiran terbuka. Entah ke mana  kesadaran ketika kehilangan, sehingga takbisa menerima apa adanya.

Tentu saja sebagai manusia yang memiliki perasaan bisa  sedih dan kecewa, tetapi sewajarnya dan ada batasnya. Namun, selanjutnya bisa menyikapinya dengan bijaksana apa yang yang telah terjadi.

Apabila  yang  terjadi karena rasa memiliki yang berlebihan. Itulah kemelekatan. Inilah yang menjadi sumber penderitaan hidup manusia.

Tak sedikit  yang terjebak dalam kenyataan ini. Takmampu melepaskan kemelekatannya. Akibatnya penderitaan datang silih berganti sepanjang hidup ini.

Saya menuliskan hal ini, karena baru saja mengalami kehilangan suatu barang yang sudah sekian lama bersama tiba-tiba jatuh dan pecah. Ada rasa terluka. Penuh tanya.

Mau sedih?  Ya, hanya sebentar bolehlah.  Apabila sampai berlama-lama akan jadi beban dan penderitaan. Rugi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Saat itu langsung berpikir, ya sudah waktunya. Mau apa lagi? Lebih baik ikhlaskan saja. Semua yang ada di dunia ada umurnya. Bukan hanya manusia, benda mati juga. Ini adalah kenyataan.

Saat kehilangan orangtua belum lama ini dalam kesedihan, saya juga menghadirkan pikiran ini. Waktunya sudah tiba. Lebih baik relakan daripada menyiksa perasaan. Air mata boleh ada, tetapi jangan sampai senyuman tiada.

Begitu juga saat kehilangan dompet dengan segala isinya. Awalnya sedih tak terkira, tetapi selalu mengingatkan diri agar jangan sampai berlama-lama. Yang akan menjadi bius kesedihan, justru akan membuat semakin menggores perasaan.

Kenyataan dan kebenaranya, sejak dahulu kala, siapapun, orang paling baik sekalipun pada waktunya tetap harus meninggalkan dunia ini. Mau tidak mau. Rela atau tidak.

Dengan memahami ini, sehingga timbul kesadaran untuk belajar melepaskan. Dengan melepaskan dapat menghindarkan dari penderitaan berkepanjangan.

Pada waktunya bukan hanya apa yang kita miliki, kita sendiri  pun mesti rela melepaskan tubuh ini ketika diri sendiri harus pergi.

Itulah sebabnya apabila takrela yang hadir adalah penderitaan yang menyiksa.

Bila kesadaran yang ada, maka dalam  ikhlas akan bergumam,"Waktunya sudah tiba."

Ibarat balon tanpa terikat  beban, sehingga bebas terbang menjelajahi angkasa luas nan lega.

@refleksihati

**

Tangerang, 29 November 2022
Penulis: Katedraradjawen, Kompasianer Mettasik

Penulis Omong Kosong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun