Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjadi Silent Mentor, Donor Organ demi Kemanusiaan

28 November 2022   04:58 Diperbarui: 28 November 2022   06:57 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadi Silent Mentor, Donor Organ demi Kemanusiaan (gambar: singaporetech.edu, diolah pribadi)

Pada saat kami berlibur ke negara "B" dan "T", sepanjang mata memandang, kami tak menemukan krematorium ataupun area pemakaman, lalu kami bertanya kepada pemandu wisata? Ternyata jawabannya sebagai berikut:

"Di sini, tanah pemakaman sangat mahal. Demikian pula kayu bakar dan batu nisan, tak semua orang mampu membelinya. Hanya orang-orang tertentu yang mampu dan budaya di sini kalau ada yang meninggal, jenazahnya akan dimutilasi menjadi beberapa bagian, lalu diantar ke puncak gunung untuk makanan burung atau dilepaskan ke sungai untuk makanan ikan."

Jawaban tersebut sungguh sangat menggugah! Kami teringat ada seorang hartawan di sebuah negara yang dikecam karena menguburkan mobil mewahnya. Kita sering melihat jenazah yang dikubur/dibakar sebagai hal yang sudah selayaknya begitu. Padahal kita tahu saat seseorang meninggal, masih banyak bagian tubuhnya yang bisa didonorkan untuk kemanusiaan. Bahkan untuk kemajuan dunia kedokteran, ada yang dikenal sebagai "Silent Mentor" (Guru yang diam).

Saat ini negara kita sudah mampu melakukan donor organ dari seorang donor kepada yang membutuhkannya pada saat ia masih hidup (cangkok ginjal, hati, sumsum tulang, dan sebagainya). Sebenarnya sesudah meninggal, kita juga masih bisa mendonorkan kornea mata kita kepada tuna netra, penderita glaucoma dan lainnya, termasuk menjadi silent mentor.

Di Taiwan, Yayasan Tzu Chi sudah memfasilitasi seseorang yang ingin menjadi silent mentor, mendonorkan jenazahnya untuk dijadikan objek latihan/praktek bedah para calon dokter spesialis maupun calon dokter. Pada saat saya berkunjung ke sana, saya menemukan tulisan "Bodhisatva" di belakang nama mereka yang bersedia menjadi Silent Mentor! Kenapa?

Bodhisatva (Calon Buddha) adalah mereka yang senantiasa ingin membagi kasih kepada mereka yang menderita, mengharapkan kebahagiaan makhluk lain tanpa pamrih, tanpa batas, yang terus menyempurnakan parami (kesempurnaan kebajikan) dalam perjalanannya menuju pencerahan. Sebagaimana kita ketahui, donor organ atau memberikan dana yang berasal dari anggota tubuh kita, jauh lebih bernilai dibandingkan berdana material lainnya yang berasal dari luar tubuh kita. Ini termasuk Upaparamitta yang perlu kita laksanakan dalam perjuangan kita untuk keluar dari dukkha samsara.

Menurut keterangan teman-teman yang tinggal di USA dan Australia, di sana, saat kita memperpanjang SIM, kita disodorkan formulir tentang donor organ apa yang ingin kita berikan saat meninggal nanti. Ini sifatnya sukarela, seikhlasnya, tidak wajib.

Bagaimana dengan Indonesia? Walaupun sebenarnya banyak organ tubuh yang bisa dicangkok/didonorkan saat kita hidup maupun sudah meninggal, namun perkembangan dunia kedokteran kita masih terbatas. Karena itu kita harus terus ikut menyukseskan kemajuan dunia kedokteran di Indonesia, antara lain dengan menjadi Silent Mentor saat tubuh terbujur kaku. Tidak langsung dikremasikan menjadi abu dalam hitungan jam atau ditanam ke dalam tanah untuk konsumsi cacing atau hewan lainnya, tapi dimanfaatkan terlebih dahulu untuk dunia kedokteran, sebelum akhirnya dikremasi/dikubur.

Sebelum pandemi covid, kami sempat membuat MOU dengan FKUI untuk memfasilitasi siapapun yang berkehendak menjadi Silent Mentor. Sarana prasarananya sudah siap, hanya regulasinya yang belum. Tapi karena covid, hal tersebut tertunda dan belum ada tindak lanjut. Namun bagi yang berminat, bisa bersiap-siap minta persetujuan ahli waris terlebih dahulu, karena bagaimanapun antusiasnya kita untuk menjadi calon donor dan silent mentor, hal ini hanyalah menjadi kusala mano kamma (perbuatan baik melalui pikiran). Sebab, untuk merealisasikannya harus mendapat dukungan penuh dari ahli waris.

Kebutuhan donor organ sebenarnya sangat tinggi. Banyak pasien yang meninggal sebelum mendapatkan donor organ yang diperlukannya. Saat ini Indonesia masih mengimpor kornea mata dari Srilanka. Alangkah baiknya kalau kita yang sudah paham manfaat donor organ dan silent mentor, mau menjadi calon donor; baik demi kemanusiaan, kemajuan dunia kedokteran maupun perkembangan spiritual kita dalam memupuk parami sebagai bekal untuk mencapai kesempurnaan/pencerahan.

Untuk itu, mari menjaga kesehatan, merawat diri dengan baik, agar tetap sehat dan panjang usia; sehingga saat meninggal nanti, dunia kedokteran Indonesia sudah siap untuk melakukan cangkok aneka organ dan memanfaatkan sisa tubuh kita untuk dijadikan Silent Mentor yang prima.

**

Jakarta, 28 November 2022
Penulis: Sim Mettasari Ishak

Alumnus FKUI 1986 | Dosen | Aktivis Buddhis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun