Tidak Ada Tradisi Berdoa dalam Agama Buddha
Dalam banyak sistem keyakinan, berdoa merupakan salah satu praktik utama. Sehingga, pada umumnya agama-agama di dunia memiliki bentuk formal untuk doa-doa tertentu. Akan tetapi, perbedaan signifikan ditemukan dalam agama Buddha. Secara ringkas, dalam agama Buddha bisa dibilang tidak ada tradisi berdoa yang menjadi bentuk baku.
Sang Buddha memang lebih mengedepankan bahwa setiap pihak bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Namun, bukan berarti pula tidak diperkenankan untuk mengembangkan penghormatan serta pengharapan-pengharapan baik, yang secara awam dimengerti sebagai berdoa. Hanya saja, penghormatan dan pengharapan-pengharapan baik ini bisa dikembangkan setelah seseorang memenuhi syarat-syarat tertentu, agar tidak melenceng dari yang sepatutnya.
Kebijaksanaan
Memiliki pengetahuan yang menyeluruh merupakan syarat awal seseorang melakukan segala sesuatu. Apa saja yang perlu diketahui? Secara ringkas adalah penyebab kemerosotan, penyebab kemajuan, upaya menghindari kemerosotan, dan upaya membangun kemajuan. Untuk memperoleh kebijaksanaan, disebutkan ada tiga tahapan, yaitu: mendengar, merenungkan, dan mengembangkan.
Mendengar berarti memperoleh pengetahuan dari pelajaran yang diberikan oleh orang bijaksana. Dalam dunia saat ini, mendengar juga mencakup dengan membaca buku atau memperoleh informasi dari sumber yang akurat. Setelah mendengar, seseorang akan merenungkan dan memikirkan sebab dan akibatnya, lalu mengembangkan dengan praktik nyata.
Kejujuran
Hati yang lurus merupakan dasar dari kejujuran. Demikian juga sebaliknya, dengan senatiasa jujur, seseorang akan lurus dengan nilai-nilai yang semestinya.
Kejujuran juga identik dengan kesungguhan hati. Dalam arti, seseorang yang terbiasa jujur akan sungguh-sungguh dalam melakukan segala sesuatu tanpa pamrih. Segala tugas dan kewajiban akan diselesaikannya dengan senang hati.
Kedermawanan
Seseorang yang murah hati, terbiasa melepaskan, akan mudah juga melepaskan segala yang bertentangan dengan kejujuran atau kesungguhan hati, yaitu: keserakahan, kebencian, dan pengertian keliru.
Melepaskan egosentrisme merupakan dasar sikap dermawan. Seseorang yang bebas dari sifat egois, akan tidak kikir, hatinya lapang, tidak malas, dan kualitas-kualitas baik lainnya pun muncul.
Ketenangan Batin
Target atau tujuan merupakan sesuatu yang patut dimiliki oleh setiap pribadi. Namun, ini tidak identik dengan ambisi atau obsesi. Seseorang yang ambisius akan melakukan apa pun demi mendapatkan yang menjadi tujuannya, meskipun harus menyakiti pihak yang lainnya. Sikap demikian merupakan tanda bahwa yang bersangkutan tidak memiliki ketenangan batin.
Batin yang tenang berarti telah redam dari nafsu ragawi. Ketenangan inilah yang membuat seseorang lebih mudah dalam menyingkirkan pengotor-pengotor atau kualitas tidak baik lainnya. Jika sedang kacau, berpikir saja sulit.