Dear Diary,
Hari ini Rabu, 02 November 2022 tepat 3 tahun aku menjomlo loh. Keren kan! Katanya sih manusia itu butuh waktu 1.000 hari untuk sampai ke tahap kelima, Menerima yang Tidak Dapat Diterima: kematian, perceraian, kebangkrutan dan segala kehilangan. Ingat ga sih yang bikin paling melekat dan terasa begitu personal karena perpisahan ini terjadi 10 hari sebelum ulang tahun aku yang ke-34. Kerasa banget emosinya buat profil seorang ENFJ macam aku.
Diary sayang, tau ga apa yang terjadi di kelas jam pelajaran terakhir hari ini?
Di kelas 11 tadi, baru Nadeline yang datang ke ruangan. Dia sapa aku dan duduk dengan gestur loyo. Aku tutup laptop dan tanya, "So, how was your day, Nadeline?"
Dia jawab, "Tired and sleepy, Ms. I only slept for 4 hours because I have economic test."
Aku penasaran nanya lagi, "But do you confident enough with your answer?"
Nadeline jawab sambil manyun, "Nope. Not at all."
Selang beberapa waktu, 3 murid lainnya berdatangan ke ruangan. Satu siswa namanya Natha sambil jalan dengan santai membawa buku menghampiriku dan duduk sambil nanya, "How was your day, Ms Hema?"
Sepersekian detik aku sontak kaget, aku ga expect ada yang nanya 'How was my day was?' dan efeknya ternyata di badan ringan.
Aku malah respon pertanyaan Natha dengan certain harinya Nadeline, "Wow! Thank you for asking about my day! I have just asked Nadeline about her day. She said that she only slept for 4 hours due Economic test week and she don't feel confident about the result. How was your day, Natha?"
Pada moment itu, Nadeline yang dengerin aku mengulang semua kalimat yang dia ungkapin ke aku, mendadak condongin diri duduk dengan tegak dan tersenyum. Seakan dalam hatinya ingin bilang, "Finally, there's someone really interested about my day!"
Aku pakai momen ini untuk benar-benar tanyain satu per satu murid aku tentang hari mereka sebelum mulai pelajaran. Bel ga berasa bunyi, everyone left the class feel ease and smile. Bahkan Nadeline sebelum bubar sempet bilang, "See you next week, Ms. Enjoy your evening."
Di perjalanan pulang sekolah, aku mikirin kira-kira projek apa yah yang mau aku lakuin untuk rayain ulang tahun ke-37 nanti ya? Tebak deh, Diary Fairy!
Aku mau nulis di kolom Mettasik tentang berdana mumpung lagi bulan Kathina. Tapi Diary, dana ini ga butuh duit, butuh data quota sih. Dananya juga bukan ke Bhikkhu Sangha. Pemberiannya berupa kasih eulogi ke orang yang kita peduli dan sayangi selagi masih hidup.
Khususnya untuk orang Asia, yang ga terbiasa untuk kasih pujian, malah lebih banyak menerima kritikan. Kita pun masih sulit kasih respon balik saat menerima pujian. Sering kita tolak bahkan loh dengan kasih respon, "Ah engga koq, biasa aja."
Menurut kamu, Diary apakah hal-hal baik tentang seseorang itu diucapkan saat dia uda meninggal di peti atau pas saat masih hidup?
Kenapa sih kita manusia ini sungkan dan baru berani kasih pujian paling tulus untuk orang yang kita sayang saat mereka uda ga bisa dengar dari telinga mereka?
Aku aja mau tau loh apakah aku disayang, apakah aku berguna dan berdampak paling engga buat inner circle aku. Aku rasa jauh dari lubuk hati, manusia ingin tau bahwa hidup mereka berarti. Aku ingat banget rasanya saat temanku berhasil melewati masa kelam dan tetiba chat DM dengan pesan singkat, "Hema, I just wanna say thank you for existing. I would have jumped that day."
Cuma aku juga paham, Diary alasan kenapa orang ga mau lakuin ke orang terdekat mereka. Mungkin karena ga ada waktu, ngerasa aneh, ga terbiasa, bisa juga karena kemarahan yang belum kelar-kelar atau kurangnya kemurahan hati sama inner circle tertentu mereka. Aku bisa aja dengan mudah kasih pujian ke mamiku, ke teman-teman yang aku peduli. Kalau tiba saatnya untuk kasih pujian ke papi, disitulah aku akan seketika jadi patung.
Tapi aku bersedia mencoba deh, Diary. Aku mau berdamai dan merasakan belas kasihan untuk orang-orang terdekatku yang sering alami konflik tak berkesudahan. Untuk awal kalimat yang aku pilih kayanya ga usah lebay, puitis. I will just start simple. Yang paling krusial itu ketulusan dalam memperhatikan. Genuinely noticed that the person is exsist. Aku akan mulai dengan kalimat kaya:
- Kamu satu-satunya orang yang aku tau bisa bikin orang ngerasa didengerin, seakan-akan dia orang yang paling penting dan kisah dia paling menarik sedunia.
- Aku selalu ketawa happy ngakak tiap kali aku ingat kamu berani ajuin diri di kelas dengan pedenya saat kita semua lagi berusaha nundukin kepala biar ga dipilih guru killer.
- Aku rasa nanti kamu akan tinggalin peninggalan berharga tentang hidup sehat buat lingkungan kamu melalui cara kamu jalanin sehari-hari.
- Aku terinspirasi dari liat kebiasan kamu luangin waktu buat meditasi setiap hari. Aku juga mau punya kebiasaan kaya kamu.
Khusus untuk papiku, kayanya aku mau bilang, "Walau aku terlihat acuh ga pernah dengerin wejangan atau ajaran papi, tapi sebenernya diam-diam aku ikutin dan punya kesamaan minat dan bakat kaya papi. Dan skill itu semua yang bikin aku bisa punya pekerjaan dan komunitas yang mirip kaya papi sekarang."
Makasih ya, Diary uda degerin curcol aku attentively. Oh iya, tulisan di Mettasik akan aku kasih judul, "Inilah Cara Aku Memperingati 1.000 Hari Menjomblo."
Your impact on other people is bigger than you think.
Peluk kenceng,
Hema.
**
Jakarta, 11 November 2022
Penulis: Hema, Kompasianer Mettasik
A Mix of Perpetual Learner and a Jill of All Trades
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H