Ade: "Mami! Mengapa kejadian di masa lalu yang menyenangkan, kalau sekarang dikenang kembali rasanya sedih? Begitu juga sebaliknya, kejadian di masa lalu yang tidak menyenangkan, sekarang kalau dikenang kembali, rasanya senang. Mengapa bisa terbalik?"
Mami: "Menurut Ade sendiri bagaimana?"
Ade: "Saat kenang kejadian senang, kita sedih sebab semua sudah lewat, tinggal memori. Dan saat kenang yang sedih, kita senang sebab kita tidak mengalaminya lagi."
Mami: "Saat mengenang kejadian senang malah sedih sebab Ade menginginkan rasa senang itu abadi. Sebaliknya saat mengenang perasaan sedih, Ade malah senang sebab sudah terbebas dari rasa tidak senang tersebut."
"Bisa begitu karena kita selalu memuja-muja perasaan senang dan kita menolak perasaan tidak senang. Kita maunya perasaan senang ini abadi. Keinginan buat merasakan perasaan senang terus inilah yang menjadi salah satu sebab penderitaan (dukkha)."
"Disini juga menunjukkan bahwa perasaan itu berubah (annica), meskipun  objeknya mirip, bila terjadi di waktu yang  berbeda maka rasanya berbeda juga."
"Perasaan itu bukanlah kita, tidak ada ego atau aku yang merasakan perasaan ini (anatta). Perasaan adalah  fenomena yang muncul karena adanya kontak dengan objek. Yang merasakan perasaan adalah perasaan itu sendiri."
"Misalnya, Ade mendengar Kakak lagi bernyanyi. Â Maka timbul perasaan karena ada kontak antara suara dengan indra pendengaran. Muncul perasaan senang, tidak senang dan netral."
"Saat perasaan senang muncul, Ade ingin Kakak bernyanyi terus. Sebaliknya saat perasaan tidak senang muncul, Ade ingin Kakak buru-buru berhenti bernyanyi. Di sini yang sakit siapa? Â Telinga Ade, atau perasaan Ade?"
Ade: "Yang sakit adalah perasaan itu sendiri. Terus kok ada perasaan netral, Mi?"