Lita dan Iwan adalah sepasang suami istri yang berbahagia. Mereka sudah menikah lima tahun yang lalu namun belum juga diberi keturunan.
Lita seorang wanita yang sangat apik.
Setiap hari ia selalu membersihkan rumahnya supaya bersih dan rapi. Tak jarang ia naik ke kursi tinggi bahkan sambil berjinjit hanya untuk membersihkan jendela depan rumahnya, atau bahkan memanjat bagian dinding yang bisa ditapak oleh kakinya demi mencapai bagian-bagian kaca jendela untuk dibersihkan. Lita bahkan tak peduli dengan resiko terjatuh.
Bagian luar rumah saja saja sudah demikian rapi, tentu saja bagian dalamnya lebih rapi lagi. Lita hafal letak dan posisi setiap barang dan perabot rumahnya. Andai Iwan menggeser satu barang dan tidak mengembalikan ke posisi semula, Lita langsung menegur Iwan. Jangankan perabot, arah keran pun harus sesuai keinginan Lita.
Jika Iwan mencuci tangan atau piring, dan mengubah arah keran, ia harus mengembalikan posisi keran sesuai keinginan Lita. Jika tidak dikembalikan posisi, Iwan pun kena damprat. Lemari buku pun ada aturannya, jika Iwan mengambil satu buku untuk dibaca, Iwan harus menaruh buku sesuai urutan yang telah ditentukan Lita.
Demikian pula dengan barang lainnya, harus diletakkan dengan arah dan posisi yang telah ditentukan oleh Lita. Lita sangat bahagia dan puas jika melihat semua barang di rumah, baik yang ukuran kecil dan besar, diletakkan sesuai dengan posisi dan arah yang diinginkan Lita.
Suatu hari ada sahabat Lita yang menasihati Lita supaya jangan memarahi suaminya hanya karena meletakkan barang tidak sesuai keinginan Lita. Respon Lita,"Saya capek karena harus membereskan barang setiap harinya supaya tetap rapi, jadi Iwan harus meletakkan barang sesuai posisi semula supaya mengurangi pekerjaan saya".
Lama kelamaan Iwan pun menjadi tidak kerasan jika berada di rumah. Tidak ada lagi istilah "Homy" walau di rumahnya sendiri. Iwan jadi mempunyai kebiasaan pergi kerja di pagi buta dan pulang larut malam. Iwan lebih nyaman dan bahagia jika menghabiskan waktu di luar rumah.
Hari itu, saat Lita sedang duduk di ruang keluarga bersama Iwan, tiba-tiba Iwan mengalami rasa tidak enak di dadanya, tak lama Iwan pun tak sadarkan diri. Lita segera memanggil ambulans untuk membawa Iwan ke rumah sakit, namun apa daya nyawa Iwan tidak tertolong. Iwan terkena serangan jantung.
Setelah kepergian Iwan, Lita hanya tinggal seorang diri di rumahnya. Rumah itu tetap rapi, tidak ada lagi yang suka menaruh barang dengan arah dan posisi yang tidak sesuai keinginan Lita. Namun walau rumah itu selalu rapi, tidak ada lagi kepuasan dan kebahagiaan jika Lita melihatnya.
Ada sesuatu yang telah hilang, yaitu kehadiran Iwan di sisi Lita. Lita kini baru sadar, betapa egois dirinya. Lita sangat menyesali atas apa yang telah dilakukannya terhadap Iwan. Lita sadar ternyata ketidaksempurnaan Iwan membuat hidup Lita menjadi sempurna.
Lita baru menyadari bahwa hidup ini tidaklah kekal. Jika saatnya nanti Lita berpulang menyusul Iwan, Lita pun tidak bisa membawa barang-barang yang selama ini sangat dijaga dan disayanginya. Jika sudah meninggal, hanya tinggal nama beserta memori kenangan saja yang diingat oleh saudara-saudara Lita.
Bahkan lama-kelamaan, tahun demi tahun berganti, generasi berikut pun belum tentu masih mengenal nama Lita sebagai leluhur mereka, nama dan memori kenangan itupun hilang. Â Memang di dunia ini, tidak ada yang abadi.
**
Jakarta, 30 Oktober 2022
Penulis: Mustika T, Kompasianer Mettasik
Perajut Hari-Hari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H