Begitu kita terjun ke masyarakat, maka pelajaran kehidupan di universitas kehidupan kita dimulai dengan berbagai kurikulum yang tidak disangka-sangka. Setiap orang harus mempersiapkan diri menghadapi berbagai masalah yang muncul.
Berinteraksi dengan orang lain membutuhkan keahlian khusus, terutama dalam hal menata perasaan. Berinteraksi dengan orang yang baik dalam berpikir, bertutur kata, dan berperilaku, menyenangkan hati kita, tetapi bila orang yang dihadapi berlawanan dari kriteria tersebut, maka kita harus berusaha mencari cara untuk mengatasinya.
Dan sesuai dengan ajaran guru junjungan kita, Sang Buddha, maka kita sudah tentu membalas kebencian dengan cinta kasih karena kebencian tidak akan berakhir bila dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian bisa dikalahkan dengan cinta kasih.
Sebarkanlah perasaan cinta kasih kepada orang tersebut. Memang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk dilaksanakan. Namun yakinlah bahwa apabila kebajikan yang ditanam, maka kebahagiaan yang akan dituai.
Sebagai manusia biasa, penulis juga pernah mengalaminya dan berhasil mengatasinya dengan menggunakan jurus di atas, he he he.
Suatu ketika pernah terjadi konflik dengan seorang rekan kerja yang suka ngeyel. Kalau disuruh kerjakan A, dikerjakannya B, suka membangkang dan sulit bekerja sama dengan orang lain.
Biasanya dipanggil Yani (nama samaran). Orangnya cantik dan berpenampilan keren, tetapi sayangnya karakternya kurang bagus sehingga kurang disukai dalam pergaulan dan sulit mendapatkan jabatan yang lebih tinggi.
Sebenarnya dia juga punya peluang untuk menduduki jabatan yang saya tempati sekarang, tetapi karena alasan-alasan di atas, maka akhirnya saya yang terpilih untuk menduduki jabatan tersebut. Tidak tebersit sedikitpun niat untuk untuk berebut posisi tersebut dengannya, namun kadang tidak ada pilihan lain bagi saya selain harus berdamai dengannya jika ingin bekerja dengan tenang. Maka mulailah saya mengeluarkan jurus pamungkas yang menjadi jurus andalan saya itu.
Pertama-tama saya bermeditasi untuk menanamkan empat sifat luhur ke dalam diri sendiri, yakni metta (cinta kasih), karuna (welas asih), mudita (turut bergembira atas kebahagiaan orang lain), dan upekkha (keseimbangan batin). Lalu pusatkan pada cinta kasih sebagai obyek meditasi (metta bhavana) dengan tujuan mengembangkan cinta kasih untuk mengikis kebencian yang timbul di antara kami.
Setiap bertemu Yani, saya menyapanya dengan senyuman yang tulus. Awalnya dia tidak menunjukkan reaksi apapun, tetapi saya memaafkannya dan tetap menyapanya dengan senyuman termanis yang bisa saya tampilkan, he he he. Akhirnya gunung es pun mencair. Dengan tidak diduga-duga, pada suatu pagi yang cerah, dia membalas senyuman saya dengan senyuman kecilnya. Saya langsung merasakan kebahagiaan karena itu sudah berarti ada kemajuan kan?