Percakapan senja hari Angin semilir membelai wajahku. Sementara ayahku menyisiri rambutku dengan penuh kasih. Tiba-tiba ayahku berkata, sampai kapankah dia bisa mengusap-usap rambutku seperti ini?
Kutoleh, kupandangi wajah keriputnya. Sambil tersenyum kukatakan tentu saja bisa selama ayah mau melakukannya. Usapannya terhenti, kulihat pandangan ragu terbias di wajahnya.
Anakku, andaikan ayah meninggal tolong bekalin ayah rumah-rumahan agar ada tempat berteduh dan pakaian supaya ayah tidak kedinginan di alam sana. Aku mengernyit dahi tanda tak siap untuk membicarakannya
Apa yang sedang ayahku bicarakan?
Apakah ayah tahu kehidupan di alam sana?
Mengapa ayah memikirkan hal-hal yang belum pasti?
Aku mencintai ayah, aku takkan membiarkan ayah menderita. Aku tidak akan membekali ayah dengan ritual-ritual yang menimbulkan kemelekatan. Aku ingin ayah bertumimbal lahir di alam yang penuh kebahagiaan. Aku ingin ayah pindah alam dengan tenang, penuh kedamaian karena berbekal Buddha Dhamma
Mari kita menanam kebajikan dengan berdana dan menjaga sila. Aku yakin ayah akan menuai karma baik sehingga terlahir di dalam Brahma Vihara yang penuh dengan bunga-bunga kehidupan, penuh dengan kebahagiaan. Semoga ayah, ibu dan leluhur-leluhurku selalu bahagia.
Semoga semua mahluk berbahagia
**
Jakarta, 20 Oktober 2022
Penulis: Sumana Devi, Kompasianer Mettasik
Hidup Harus Penuh Sati, Setiap Saat Diamati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H