Kata Nibbana tentunya tidak asing bagi umat Buddhis. Dalam pemahamannya, Nibbana disebut merupakan tujuan akhir dari kehidupan. Tempat dimana kita akan terlahir kembali dan terbebas dari samsara.
Sampai di sini, seharusnya cukup jelas. Â
Namun apakah kita benar-benar paham, apakah Nibbana itu? Apakah ia adalah sebuah tempat yang indah, penuh dengan sukacita, dan tiada ratap tangis? Apakah ia adalah tempat idaman setiap insan dan benar-benar sempurna? Tidak ada penjelasan berarti.
Lalu, bagaimana cara mencapainya?
Begitu banyak petunjuk yang telah diberikan. Mulai dari teori, mendengarkan dhamma, hingga praktik meditasi. Akan tetapi, apakah itu adalah jaminan pasti bahwa kita akan mencapai Nibbana suatu hari nantinya? Tidak ada yang berani memastikan.
Mencapai Nibbana tidaklah mudah, tetapi bukan hal yang mustahil.
Dalam sutta begitu banyak cerita, betapa mudahnya para murid Sang Buddha mencapai Nibbana. Hanya sekali mendengarkan kotbah langsung dari Sang Guru, "jrenggg..." mereka langsung mencapai Kearahatan dan melihat Nibbana.
Tentunya tidak begitu saja terjadi. Disebutkan jika karma baik mereka telah cukup matang. Terakumulasi dari banyaknya kebajikan yang telah terkumpul dari kehidupan-kehidupan sebelumnya.
Dan yang terpenting, kebencian (dosa), keserakahan (lobha), dan kebodohan batin (moha) telah terkikis. Melepaskan kemelekatan dan keinginan, dan melakukan praktik meditasi secara tekun, rutin, dan hidup sesuai petunjuk Dhamma dengan serius.
Jika memang demikian, maka seharusnya mudah pula bagi setiap orang, termasuk diriku? Bukankah demikian?
Saya lalu merenung...
Semua sebenarnya karena saya belum bisa melepas. Saya masih menggenggam erat apa yang panca indera senangi. Saya masih memiliki ka-Aku-an yang begitu kuat menjerat. Sehingga itulah, sampai detik ini, saya masih terjebak.
Tapi sekali lagi, susah bukan berarti mustahil...
Caranya adalah selalu sadar setiap saat. Mengawasi setiap fenomena yang timbul tenggelam. Memahami kesenangan sebagai ilusi sesaat, begitu pula ketidaksenangan sebagai delusi tidak tetap. (anicca)
Lalu kesadaran terhadap fenomena ini, mampu membuatku berpikir lebih jernih. Bahwa sesungguhnya keAkuan itu tidaklah nyata. Kehidupan ini bukan tentang Aku, bukan Aku yang menentukan, dan bukan Aku yang tahu pasti. (anatta)Â
Batin yang masih terkontaminasi kilesa bagaikan kulit yang dilekat oleh lintah. Sementara kesadaran bagaikan minyak pelicin yang dioleskan pada kulit. Lintah pun tidak akan bisa melekat.
Untuk menjaga batin yang senantiasa tersadarkan, praktik meditasi harus dijalankan secara rutin. Meditasi tidak akan mengubah dunia, tapi meditator yang baik akan mampu mengubah sudut pandangnya. Khususnya dalam melihat perubahan.
Meditasi adalah praktik kesadaran untuk melihat setiap fenomena yang muncul dari kesenangan indriawi. Meditasi akan membantu kita untuk lebih mudah mendeteksi munculnya Lobha, Dosa, dan Moha. Dan praktik meditasi akan mampu menyadarkan diri kita, siapakah Aku yang sebenarnya.
Jika semua ini dipahami, adakah jaminan Nibbana akan datang menyerta?
Tidak Ada, tapi paling tidak usaha tidak akan mengkhianati hasil. Cobalah berdiam diri untuk sesaat, fokuskan pikiran pada setiap helai napasmu. Rasakan setiap hembusan yang keluar masuk.
Jika untuk sesaat Anda mampu untuk tidak memikirkan apa-apa, maka itu adalah secercah Nibbana yang baru saja Anda temukan.
Semoga semua yang membaca ini selalu berbahagia.
**
Bandung, 12 Oktober 2022
Penulis: Muditavati, Kompasianer Mettasik
Berbagi Kebahagiaan Mengenal Dhamma
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI