Tetapi secara relatif sejak merdeka hingga usia ke-77, kita menikmati kehidupan yang damai dan kondusif bagi pengembangan potensi diri. Tak ada peperangan besar yang melibatkan negara kita dengan negara lain, tak ada kerusuhan besar hingga membuat kekacauan di mana-mana dan orang-orang secara umum tak bisa lagi hidup dengan tenang. Dan meskipun ada praktik-praktik antitoleransi di beberapa daerah dalam kaitannya dengan kebidupan beragama, secara nasional semua pemeluk agama masih bebas beribadah sesuai dengan keyakinannya.
Dan kita sadar atau tidak, banyak orang di dunia yang "iri" dan menganggap negeri kita ini bagaikan surga karena iklimnya yang moderat. Kita secara umum hanya mengenal 2 musim: kemarau dan hujan. Panas kemarau tidak sepanas gurun pasir, dingin musim hujan bahkan tak ada apa-apanya dengan dingin negeri-nergeri Eropa Utara dan sebagian besar negeri dengan empat musim.Â
Jangan jauh-jauh  ke Eropa, mari lihat Jepang. Di Jepang musim dingin bisa mencapai minus 35 derajat yang di dalam rumah sendiri suhunya bisa tinggal nol derajat. Orang Jepang harus menggunakan selimut listrik jika ingin tidur saat musim dingin, kalau tidak begitu hidung mereka bisa mimisan (keluar darah).Â
Di Eropa musim dingin bisa sangat lama, di beberapa tempat bahkan siang hari bak malam karena tak ada sinar matahari sama sekali dan itu berlangsung hingga 6 bulan dalam setahun. Maka tak heran mereka rentan mengalami depresi akibat kegelapan dan dingin yang berkepanjangan. Dan mereka harus mengunakan pakaian khusus musim dingin. Kalau nekat hanya berkaos oblong apalagi jenis kutang, atau daster dengan sandal jepit, itu berarti bunuh diri.
Kita bagaimana? Pantai indah, matahari bersinar sepanjang tahun, buah-buahan luar biasa bervariasi. Panas tak kepanasan, hujan tak kedinginan.
Bersyukur Menjadi Diri Sendiri
Jika bukan kita yang menyayangi diri, siapa lagi?
Jika bukan kita yang bersyukur atas segala kekurangan diri dan kelebihannya, bagaimana lagi?
Jika bukan kita yang menjadi pulau perlindungan bagi diri kita sendiri, mana ada lagi?
Masih kurang? Sana, baca buku-buku tentang pentingnya menjadi diri sendiri.
**
Bali, 09 Oktober 2022
Penulis: Chuang Bali, Kompasianer Mettasik
Penerjemah Buku "Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (Ajahn Brahm)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H