Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendapat Rezeki dengan Cara yang Lebih Baik

8 Oktober 2022   04:57 Diperbarui: 8 Oktober 2022   07:07 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendapat Rezeki Dengan Cara Yang Lebih Baik (gambar: lifehack.org, diolah pribadi)

Seringkali saya perhatikan orang menambah penjagaan saat hartanya bertambah, menambah penjagaan terhadap anaknya, memasang cctv, dan sejenisnya. Hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Dalam transaksi perdagangan, maupun dalam perjanjian-perjanjian kadang menggunakan jasa untuk mengurus aspek legalitas hukum, Letter of Credit, Bank Garansi, dan sejenisnya. Dan ini membutuhkan biaya-biaya tambahan yang kadang tidak sedikit.

Ada yang lebih efisien, butuh biaya kecil, yang diajarkan oleh Buddha. Di dalam Digha Nikaya. 2:85 disebutkan:

Silena bhoga-sampada. Artinya Dengan merawat Sla, diperoleh kekayaan.

Hal ini karena pelaksanaan Sila membuat batin terlatih dalam pengendalian dan pelepasan, sehingga tidak mudah panik dan terjerumus dalam penipuan / hasutan / berita yang belum tentu kebenarannya.

Selain itu, orang yang terjaga silanya lebih mudah dipercaya orang lain baik dalam pekerjaan, transaksi bisnis maupun dalam hubungan pertemanan. Sehingga tidak diperlukan biaya-biaya tambahan untuk mengamankan kepentingan tertentu.

Di sisi lain kamma baik dari menjaga sila dapat mengkondisikan orang tersebut hidup kaya dan banyak dukungan.

Dalam mangala sutta Sang Buddha juga menegaskan: terlatih baik dalam tata susila, itulah berkah utama.

Apa saja Sila yang perlu dirawat?

Sebagai umat Buddha kita diajarkan untuk melatih lima moralitas dasar yang disebut Pancasila Buddhis, yakni Melatih diri untuk :

Tidak membunuh. Disini kita diajarkan untuk menghargai kehidupan, tidak menyakiti diri sendiri maupun makhluk lain. Sebaiknya mengembangkan cinta kasih.

Tidak Mencuri. Disini kita diajarkan untuk menghargai kepemilikan orang lain, tidak serakah (karena yang namanya puas tidak ada ujungnya). Akan lebih baik lagi disertai melatih kemurahan hati atau kedermawanan.

Tidak Berbuat asusila. Disini kita diajarkan untuk bersyukur atas kondisi yang ada. Ketika masih jomlo, puas dengan kondisi belum ada pasangan hidup. Ketika sudah berkeluarga, puas dengan kondisi pasangan hidupnya, tidak melirik rumput tetangga yang belum tentu lebih baik.

Tidak Berbohong. Disini kita diajarkan untuk melatih kejujuran. Kejujuran merupakan salah satu kualitas pemimpin yang berpengaruh.

Tidak Mengkonsumsi minuman atau makanan yang menyebabkan lemahnya kesadaran. Disini kita diajarkan untuk menjaga kesadaran yang baik dengan menghindari zat-zat yang melemahkan kesadaran. Akan lebih baik jika disertai juga dengan berlatih meditasi.

Timbul pertanyaan dalam diri saya, apakah saya pernah melanggar lima moralitas tersebut? Kembali ke masa lalu, saya ingat ternyata pelanggaran-pelanggaran sila pernah saya lakukan. Salah satu contoh: waktu kecil saya sering membunuh nyamuk di toko, karena kondisi toko terbuka dan banyak barang maka saat malam hari banyak nyamuk di toko. Nyamuk-nyamuk yang berkumpul jadi mainan saya dengan sering tepuk tangan membunuh gerombolan mereka.

Sila-sila yang lain juga saya yakin pernah melanggarnya baik di masa lalu atau di kehidupan-kehidupan sebelumnya.

Beruntung saya masih memiliki timbunan kamma baik yang mengarahkan saya bertemu teman-teman baik yang mengajak ke vihara dan belajar Dhamma.

Perjuangan belum selesai, setelah belajar Dhamma, pelanggaran juga masih terjadi meskipun lebih sedikit. Secara logika bisa diterima, namun dalam prakteknya seringkali kalah oleh pengaruh lingkungan, dan kadang kalah oleh ego sendiri yang masih serakah atau tidak suka.

Bagaimana ya caranya supaya bisa lebih menang dan konsisten menjalankan sila?

Saya pernah belajar bela diri Aikido, setiap kali latihan seringkali latihan gerakan dasar di ulang-ulang. di awal-awal saya merasa bosan kenapa di ulang lagi, kan sebelum-sebelumnya sudah dikasih. kasih lagi yang baru dong. namun lama-lama saya menyadari bahwa setiap gerakan yang di ulang membuat semakin halus dan otomatis, karena terekam di bawah sadar.

Begitu pula menjalankan sila, setiap kali puja bakti, atau hari Uposatha, kita mengulang lagi membacakan Pancasila atau Atthasila Buddhis. Sehingga sering diingatkan untuk latihan lagi, latihan lagi, agar semakin halus dan semakin otomatis, sehingga ketika potensi pelanggaran mulai muncul, lebih terampil mengatasinya. Ibarat perjalanan ke sebuah lokasi dengan melihat peta. Semakin sering peta tersebut dilihat, maka semakin masuk ke ingatan, sehingga lebih waspada terhadap jalan yang dilalui.

Moralitas yang saya terus latih tidak selalu berjalan mulus, karena masih adanya kotoran batin. untuk itu perlu juga melatih kebijaksanaan agar semakin tajam mengenali kotoran batin yang kadang bermunculan, agar tidak berlanjut ke ucapan dan perbuatan.

Lingkungan Pergaulan

Dari pengalaman hidupku, penting untuk menjaga lingkungan pergaulan, karena kotoran batin yang masih tebal mudah sekali berkembang seperti kanker ketika berjumpa dengan lingkungan yang cocok, namun tidak akan bisa berkembang jika tidak berada di lingkungan yang cocok.

Apa itu lingkungan yang cocok? yakni Kalyanamitta, teman-teman yang memiliki visi yang sama dan sama-sama berjuang melatih moralitas. disana kita bisa saling menyemangati dan saling mengingatkan satu sama lain. Ini sesuai dengan yang disampaikan Sang Buddha dalam Mangala Sutta, bergaul dengan orang yang bijak itulah berkah utama.

Teman yang baik akan mengingatkan kecerobohan yang kita lakukan, misalnya mengingatkan resleting tas yang belum tertutup saat dibawa bepergian. Ketika kita sadar sepenuhnya, hidup pada saat ini, maka kejadian tadi tidak akan terjadi. Namun sepanjang hidup kita kadang sadar, kadang tidak sadar. maka perlu teman-teman yang saling mengingatkan.

Dalam perjalanan hidup saya, saya akhirnya bertemu dengan teman-teman meditasi dan beberapa kali mengikuti retreat meditasi. Disini saya menemukan pentingnya meditasi untuk mengikis kotoran batin agar sumber-sumber pemicu pelanggaran moral menjadi semakin berkurang.

Baca buku Dhamma atau mendengarkan Dhamma itu penting, Praktik Dhamma juga penting, Namun akan lebih kokoh pelaksanaan Sila kita, jika disertai dengan evaluasi batin, mempertajam kesadaran batin terhadap munculnya kotoran yang sudah menumpuk begitu lama. Dengan kesadaran yang semakin baik, pertanyaan seperti "Apakah yang akan saya lakukan atau ucapkan sesuai Sila?" akan lebih sering muncul sebelum berucap atau berbuat.

Pagi ini saya salah jalan karena kesadaran yang tidak hadir di saat ini. Pikiran pada saat itu tidak di saat ini, baru sadar salah jalan setelah berhenti sejenak isi bensin. Begitu pula dalam perjalanan kehidupan, kadang kita perlu berhenti sejenak, istirahat, meditasi, kontemplasi, sehingga bisa lebih sadar dengan perjalanan yang kita lalui, sebelum salah jalannya menjadi terlalu jauh.

Saat kita tidak membiasakan diri untuk membangkitkan kesadaran, kita akan sering berada di kondisi tidak hidup di saat ini. Saat itu terjadi, Hidup kita dikendalikan oleh orang lain, keadaan, ataupun masa lalu.

Contoh: kasus-kasus orang yang terkena pengaruh oleh iklan, atau oleh orang lain untuk membeli barang yang sebenarnya tidak begitu diperlukan. Begitu telah terbeli, pada akhirnya barang itu juga tidak dipakai.

Kadang kita tidak bisa menghindari lingkungan yang buruk, karena kondisi pekerjaan, ataupun yang lainnya. Selama batin kita masih mudah terpengaruh, masih sering tidak hidup saat ini, yang perlu dilakukan adalah jaga jarak, tidak terlalu terlibat dalam lingkungan tersebut, dan perlu lebih sering membuang sampah informasi, jangan membiarkannya menumpuk. Ibarat sampah di rumah yang perlu sering dibuang agar hidup lebih sehat, atau sampah HP (cookies, berkas-berkas yang sudah tidak dipakai, dan sejenisnya) perlu sering dibersihkan agar bisa berfungsi dengan baik, begitu pula sampah batin juga perlu sering dibersihkan agar kinerja hidup kita jadi lebih baik.

Ibarat Pagar Rumah

Ada banyak manfaat dari latihan sila, baik di dunia ini maupun setelah meninggal. Dalam bahasan ini disajikan beberapa manfaat dari latihan sila, diantaranya:

  • Kesehatan terkondisi dari menjaga sila ke 1.
  • Kekayaan ekonomi terkondisi dari menjaga sila ke 2,
  • Nama baik dan kesetiaan terkondisi dari menjaga sila ke 3,
  • Hubungan baik dan banyak pengikut terkondisi dari menjaga sila ke 4,
  • Kebijaksanaan dan Kepintaran terkondisi dari menjaga sila ke 5,

Ibarat rumah yang pagarnya masing-masing bernama: Kesehatan, Kekayaan, Nama baik, Hubungan Baik, Banyak Pengikut, Kebijaksanaan & Kepintaran:

Agar rumah lebih awet, pagarnya juga perlu kita rawat, dan untuk merawatnya diperlukan kepedulian dan perhatian

Saat rumah yang sebelumnya belum punya pagar yang kuat, maka masih bisa kemalingan, diterjang angin, hujan badai, dan sejenisnya. Begitu pula Sila yang sebelumnya kurang terawat, maka belum begitu kuat melindungi diri dari akibat kamma buruk.

Saat sudah punya pagar yang kuat pun jangan lengah. Karena kelengahan bisa menimbulkan kecerobohan, menganggap pasti aman. Kenyataannya besarnya Badai Kehidupan pun bertingkat-tingkat.

Mengapa Sila bisa mengkondisikan orang banyak rezeki? 

Ini disebabkan orang percaya kepada anda. Orang merasa aman dekat dengan anda, karena anda bukan serigala berbulu domba. Kepercayaan yang tumbuh membuat orang tidak akan banyak mempertanyakan atau menimbang-nimbang saat membeli produk / jasa anda. Pemasok juga tidak akan menghambat barangnya untuk anda, bahkan ketika anda membutuhkan waktu pelunasan, mereka pun memberikannya dengan senang hati, karena tahu anda bisa dipercaya.

Banyak orang yang membeli pengikut dengan uang, sogok sana sini. Ini menjadi mahal dan tidak bertahan lama. Cara paling murah dan tahan lama adalah menjaga sila.

Rezeki setiap orang berbeda-beda, ada yang rejekinya di kesehatan, ada yang di keuangan, ada yang di keluarga yang harmonis. Hal ini karena pelaksanaan sila di masa lalu. Sila sebagai kunci rezekinya, kita bisa mulai mengisi area rezeki yang kurang baik dengan terus melatih Sila.

Dengan praktek moralitas dalam Dhamma, saya memperhatikan kehidupan saya cukup aman sampai sekarang. Saya dan keluarga telah melewati berbagai kondisi duniawi yang serba tidak pasti, melewati masa krisis, masa pandemi, kondisi sakit di masa lalu dan sampai sekarang saya masih sehat, keluarga juga sehat dan ekonomi juga masih sehat.

Dulu saat kamma buruk saya berbuah akibat pelanggaran sila yang lalu, saya reaktif, tidak terima, kesal. Sekarang kondisi batin saya sudah jauh lebih baik, saya lebih bisa menerimanya dengan tersenyum dan semakin memacu menambah kamma baik baru.

Ketika terampil melatih sila, otomatis kita menjadi terampil dalam pengendalian diri, tidak mudah terombang ambing arus duniawi. Kewaspadaan tetap terjaga meski mendapat pujian maupun celaan, kerugian maupun keuntungan, ketenaran maupun tidak, suka maupun duka.

Karena kewaspadaan terjaga, tidak mudah memutuskan dengan ceroboh. Selain itu pikiran lebih jernih karena kotoran batin tidak mudah berkembang pada orang yang terjaga silanya, sehingga ide/gagasan dan kreativitas lebih terasah.

Di sisi lain, sila yang terjaga otomatis mengkondisikan lahan untuk berbuahnya kamma baik, dan batin yang lebih tenang / tidak mudah gelisah.

Dari uraian ini, ada beberapa poin yang bisa kita petik:

Moralitas mendukung kemajuan hidup kita

Latihan moralitas dimulai dari pengakuan bahwa diri kita masih belum suci, masih melakukan kesalahan, dan ada keinginan untuk memperbaikinya.

Latihan moralitas perlu didukung oleh lingkungan yang cocok, disini perlunya kalyanamitta

Latihan moralitas juga perlu diimbangi dengan mempertajam kebijaksanaan, melalui belajar (sutta maya panna) - praktek  (cinta maya panna) dan meditasi (bhavana maya panna).

Akhir kata ada 2 pesan yang ingin saya sampaikan:

  1. Jagalah moralitas, maka moralitas akan menjaga hidup kita.
  2. Sila adalah jaminan terbaik, dengan sila yang terlatih kekayaan terjaga, mendapat teman-teman dan lingkungan yang baik, kesehatan terjaga. Maka teruslah melatih sila selagi masih ada nafas.

**

Jakarta, 08 Oktober 2022
Penulis: Fendy, Kompasianer Mettasik

Multi Talent Learner

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun