Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Penghuni Rumah Tak Kasat Mata yang Caper

19 September 2022   05:11 Diperbarui: 19 September 2022   06:47 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penghuni Rumah Tak Kasat Mata yang Caper (gambar: npr.org, diolah pribadi)

Mendengar kalimat Penghuni rumah tak kasat mata saja, semua orang sudah ketakutan. Bagaimana jika ada tambahan aksi cari perhatian (caper) lagi. Wuih, lebih mengerikan.

Ini adalah pengalaman penulis yang sempat berinteraksi dengan si kasat mata yang caper. Kejadiannya saat penulis harus pindah rumah. Kebetulan, di dekat rumah lama penulis ada sebuah rumah yang sudah lama kosong.

Tanpa pikir panjang dan tidak mau repot serta waktu yang sudah sangat mepet, rumah lama itu pun menjadi pilihan. Tidak ada perasaan curiga apalagi sampai bertanya megenai riwayat rumah kosong yang ingin ditempati.

Setelah menghubungi nomor yang tertera pada spanduk, penulis pun bertemu dengan si pemilik rumah. Kunjungan pertama begitu mengesankan. Kondisi rumah tersebut masih bagus, suasana di dalamnya terasa nyaman, dan tidak ada hal-hal aneh yang mencurigakan.

Barang pun dipindah-pindahkan. Hanya selesai dalam tempo dua hari. Karena memang hanya menyeberang jalan.

Hari pertama masih terasa aman. Penulis bisa tidur nyenyak di dalam rumah. Tidak ada yang aneh, mungkin juga karena sudah lelah.

Namun di pagi hari saat penulis terbangun, anak penulis bertanya, "Ma, apakah semalam tidak mendengar suara tangisan perempuan?"

Pertanyaan singkat itu membuat penulis merinding. Walaupun demikian, untuk menenangkan si sulung, penulis menjawab, "mungkin suara kucing."

Si sulung protes. Ia yakin dengan apa yang ia dengarkan. Dan itu bukan suara kucing.

Hari berikutnya giliran penulis yang mengalaminya sendiri. Sekitar pukul 2:00 subuh, terdengar bunyi gaduh. Terdengar seperti ada yang melempar barang dari lantai 2 hingga jatuh ke bawah tangga.

Alhasil seiisi rumah terbangun karena kaget. Barang yang terjatuh letaknya bukan di depan tangga. Malah berjarak cukup jauh dari sana. Kejadian semalam hanya itu saja, tidak ada lagi. Kami pun kembali tidur dengan perasaan was-was.

Perasaan tidak nyaman berlanjut hingga keesokan harinya. Setalah anak-anak berangkat ke sekolah, penulis mulai merasakan ada yang aneh. Sekilas dari sudut mata, selalu terasa ada sosok yang melintas. Atau seperti ada jubah putih yang sedang duduk di tangga.

Masih mencoba berpikir positif, ternyata sudah tidak bisa lagi. Puncak aksi si Caper saat penulis baru selesai mandi. Sesaat setelah keluar dari kamar mandi, di depan pintu ada sesosok tubuh besar menunggu. Penulis kaget dan hampir jatuh terpeleset.

Sosok itu bertubuh besar, hitam, dan tampak seperti manusia purba dengan pakaian primitif. Kejadian tersebut berlangsung dalam waktu kira-kira semenit dan kemudian menghilang.

Penampakan itu membuat penulis benar-benar terguncang. Akhirnya dengan terpaksa, penulis pun bertanya kepada kawan-kawan di grup perpesanan. Berbagai saran kemudian diberikan. Ada yang menyuruh mengusirnya melalui doa, ada yang menyuruhnya cuek saja.

Syahdan tidak ada solusi yang didapatkan. Hari-hari selanjutnya dijalani dengan penuh ketakutan. Tempat tidur anak diguncang keras, barang-barang melayang ke sana kemari. Semakin hari semakin menjadi, sehingga kami sekeluarga akhirnya tidur dalam kamar yang sama.

Lama kelamaan, akhirnya kami menjadi terbiasa. Gangguan-gangguan tak kasat mata sepertinya sudah terasa normal dalam kehidupan kami. Anehnya, semakin kami anggap biasa, gangguan yang ditimbulkan pun terasa berkurang.

Sehingga suatu waktu saya mendapat masukan yang agak sedikit unik dari seorang kawan. Ia berkata jika sesungguhnya mahluk yang tak kasat mata tersebut sedang menderita di alamnya.

Aksi yang ia lakukan bukanlah sikap bermusuhan. Mereka hanya ingin menyampaikan kepada kami sebagai penghuni rumah tentang eksistensinya. Yang perlu dilakukan cukup pelimpahan jasa.

Dalam agama Buddha, pelimpahan jasa adalah mendedikasikan perbuatan baik yang dilakukan kepada para kerabat atau makhluk lain yang sudah meninggal. Dengan demikian, diyakini bahwa penderitaan makhluk tersebut akan berkurang, karena mereka mendapatkan kebahagiaan.

Tidak ada ritual resmi yang penulis lakukan. Cukup merenung, mengingat perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan selama ini. Dalam hati kemudian berkata, "semoga perbuatan baikku memberikan kebahagiaan bagi para makhluk di dalam rumah ini."

Sesekali, kami sekeluarga juga bermeditasi. Memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk. Meditasi Metta Bhavana namanya -- memancarkan cinta kasih tanpa pamrih melalui pikiran yang murni.

Luar biasa. Pelimpahan jasa kepada makhluk-makhluk tak kasat mata tersebut dapat membuat mereka tenang. Berangsur hilang dan memunculkan perasaan bahagia dalam batin penulis.

Namun, para penghuni rumah tidak pergi. Mereka tetap berada di sana dan berubah menjadi sahabat keluarga. Pada malam hari, saat penulis sedang bermeditasi, beberapa sosok pun masih terdeteksi ikut duduk di sana dengan tenang.

Dari sini penulis paham. Adalah hal yang mustahil itu melenyapkan makhluk tak kasat mata. Karena sesungguhnya mereka selalu berada di sekitar kita. Sebagai manusia, kita tidak perlu merasa khwatir. Makhluk tersebut bukanlah musuh. Justru mereka harus dikasihani karena sedang hidup menderita.

Melakukan pelimpahan jasa juga bisa dilakukan setiap saat. Cukup hanya dengan bersikap baik kepada siapapun, sembari mengucapkan "Semoga Semua Makhluk Berbahagia."

Dengan demikian maka kita akan berdamai dengan siapapun. Dengan alam, sesama manusia, dan juga para mahluk halus yang suka "caper."

Semoga semua yang membaca tulisan ini selalu dalam kondisi berbahagia

**

Bandung, 19 September 2022
Penulis: Muditavati, Kompasianer Mettasik

Berbagi Kebahagiaan Mengenal Dhamma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun