Kita sering diingatkan oleh orang tua kita untuk terus belajar dan belajar tanpa memandang usia, baik muda maupun tua, belajarlah terus hingga akhir hayatmu.
Setelah kita menamatkan pendidikan formal, kita masih harus terus belajar dari universitas kehidupan yang lebih rumit, belajar dari masyarakat yang terdiri dari manusia dengan beraneka ragam sifat dan karakternya. Namun, terkadang kita juga bisa mendapatkan pelajaran dari makhluk lain yang ada di sekitar kita.
Nah, kali ini kita akan membahas tentang pelajaran yang bisa kita petik dari makhluk lain yang ada di sekitar kita. Ayo tebak dulu sebelum meneruskan bacaannya! "Oh, oh, siapa dia?" Ternyata dia adalah sebatang pohon kueni.
Alkisah di negeri antah-berantah hiduplah seorang putri yang cantik jelita. Sang putri sangat kikir dan tidak pernah mau berbagi apapun kepada siapapun.
Suatu hari di kala sang putri sedang berjalan-jalan di luar taman istana, menikmati indahnya bunga-bunga yang sedang bermekaran dan cerahnya cuaca pagi itu, tiba-tiba muncul seorang pengemis yang berpakaian compang-camping dan langsung mengacungkan tangan kanannya ke wajah sang putri.
Sang putri tersentak kaget dan dengan kasar menepis tangan sang pengemis. Namun sang pengemis tetap mengacungkan tangan kanannya, bahkan mencengkeram tangan kiri sang putri dengan kuat. Sang putri berteriak,"Tolong! Tolong!"
Aku  terbangun dari mimpiku. Ah, rupanya cuma mimpi! Aku bukan seorang putri yang cantik jelita, tetapi hanya seorang wanita awam yang menyandang predikat sebagai penyintas kanker nasofaring, he he he ... Â
Setelah merenungkan mimpi tersebut, aku menyadari bahwa ada kesamaan antara aku dengan sang putri yaitu bahwa aku juga termasuk orang yang kurang suka berbagi dalam kehidupan sehari-hari.
"Aku harus berubah!" kataku dalam hati. "Aku harus banyak berbuat kebajikan, dimulai dengan berdana. Apa yang bisa kulakukan?"
Sambil berpikir aku berjalan ke halaman belakang rumahku.
"Buk!" Sesuatu menimpa kepalaku. Kuelus-elus kepalaku sambil mencari penyebabnya.
Nah! Ketemu juga si biang kerok. Ternyata sebuah kueni yang jatuh dari sebatang pohon kueni di halamanku. Pohon tersebut telah tumbuh di sana sejak kami menempati rumah tersebut. Pemilik rumah yang dulu berpesan kepada kami agar tidak menebang pohon tersebut karena buahnya sangat manis, maka kami membiarkan pohon tersebut tetap bertengger di halaman. Dan ternyata walaupun hanya sebatang pohon kueni tetapi mampu memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam hidupku.
Buk! Buk! Buk! Aku berlari terbirit-birit dari bawah pohon kueni tersebut agar tidak terkena tembakan mautnya sekali lagi, ha ha ha.
Kuamati pohon kueni tersebut dengan seksama. Daun-daunnya, bunga-bunganya, dan buah-buahnya yang bergelantungan di dahan-dahannya. Menambah indahnya suasana pagi yang cerah ini.
Tiba-tiba tebersit ide untuk berdana dengan buah-buah kueni tersebut. Tidak mungkin kami menghabiskan semua buah yang jatuh sekaligus. Sayang kan kalau membusuk. Lebih baik diberikan kepada orang lain untuk menikmati manis dan harumnya buah kueni tersebut.
Pertama-tama aku bagikan kepada tetangga kanan kiri rumah kami yang terkena efek kejutan buk gara-gara pohon kueni tersebut. Lalu menyebar ke tetangga-tetangga yang lain, teman-temanku. Semuanya mendapat jatah.
Dari hasil survei, ternyata sebagian besar menyukai wanginya yang memabukkan dan rasa buahnya yang manis. Bahkan ada teman yang menggunakannya sebagai pengharum mobilnya, he he he.
Selanjutnya ... Terserah Anda, ha ha ha ...
Sejak saat itu, aku terus berdana, baik dengan buah kueni maupun dengan senyuman, ucapan, makanan, uang, tenaga, waktu, dan lain-lainnya yang bisa membawa kebahagiaan bagi makhluk lain kapan pun dan di mana pun.
Hukum karma berlaku dan hasil dari menanam kebajikan yang kulakukan langsung kutuai hasilnya. Ada orang yang berterima kasih dengan tulus. Ada yang mengolahnya menjadi rujak untuk kami nikmati.
Ada pula yang menukarnya dengan hasil kebunnya sendiri seperti jeruk, mangga, dan lain-lain. Dengan memberi kita akan menerima lebih banyak lagi. Hukum karma memperlihatkan kekuatannya. Benih apa yang ditanam, itulah hasil yang akan diterima. Menanam kebajikan menuai kebahagiaan.
Akhir cerita, sang putri, eh salah... Si penulis menjadi orang yang suka berdana bahkan menjadikan berdana menjadi kebiasaan sehari-hari dalam hidupnya. Mari kita terus berbuat kebajikan!
**
Medan, 08 September 2022
Penulis: Tania Salim, Kompasianer Mettasik
"Be Grateful! Be Happy! Be Strong!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H