Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Noble Silent, Kontemplasi Keheningan, Upaya Menuju Kesucian

6 September 2022   05:49 Diperbarui: 6 September 2022   05:51 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar salayay dipankara saat foto bersama para yogi dan peserta retret meditasi (dokpri)

Madiva yang merupakan kepanjangan dari Malino Meditation Vilage, sore sekira pukul 17.00 WITA diselubung kabut dingin yang turun dari bukit-bukit di Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Kendati pada Selasa petang 30 Agustus 2022 itu usai diguyur gerimis bercampur udara superdingin yang menusuk-nusuk kulit, tetapi tak menutup antusiasme dan semringah pada wajah-wajah para yogi dan panitia "Retret Meditasi Salayay Daw Dipankara" dalam menyambut guru spiritual dan praktisi meditasi sohor asal Myanmar, Salayay Daw Dipankara.

Sekitar 60 yogi dan 20 orang panitia kegiatan retret yang dipimpin pendiri Abdi Dhamma, Harry H kontan berlutut ketika Salayay Daw Dipankara tiba dengan jubah merah marun berkalung syal hitam. Salayay, demikian ia disapa, dituntun panita retret dari Abdi Dhamma memasuki Balla Mudita, salah satu dari empat baruga yang berdiri di Madiva.

Sekadar diketahui, Sayalay Daw Dipankara lahir di Myanmar pada 1964. Sejak usia dini, ia memulai latihan meditasi tanpa instruksi orang lain. Ketika beranjak dewasa, ia terus berlatih atas bimbingan dari berbagai guru besar meditasi.

Saat kuliah, ia diperkenalkan salah satu profesornya yang juga seorang guru Abhidhamma terkenal di Myanmar, Ven Pa-Auk Sayadaw untuk bimbingan secara langsung dalam praktik samatha dan vipasana. Sayalay Daw Dipankara menyelesaikan praktik dalam waktu singkat di bawah bimbingan guru terampilnya tersebut.

Pada 1990, ia ditahbiskan sebagai seorang samana (samaneri) Buddha di Vihara Pa-Auk Tawya, Myanmar. Sejak saat itu pula, ia dilatih untuk menjadi seorang guru meditasi.

Objek-objek meditasi dari 40 "kamatthana" seperti yang tersirat dalam "Visuddhi Magga"-nya, Sayalay Daw Dipankara terniscaya mahir dalam mengajar semua objek meditasi, seperti makna pengejawantahan hukum sebab akibat yang saling bergantungan satu sama lain atau kerap disebut "paticca Samuppada".

Selain itu, tentu saja meditasi vipasana sebagai paripurna segala objek dalam meditasi yang kini juga diajarkannya terhadap para yogi di Malino.

Sebelumnya, Salayay Daw Dipankara juga kerap diundang berbagai pusat-pusat Buddhis terkemuka di berbagai negara seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, Taiwan, Inggris, Australia, Hongkong, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Srilanka, Singapura, termasuk Indonesia guna melakukan retret meditasi yang intensif.

Ia sengaja diundang pihak Abdi Dhamma untuk membimbing para yogi dalam bermeditasi, khususnya meditasi "anapanasati", yaitu meditasi yang mengambil objek terhadap pernapasan.

Kegiatan sendiri berlangsung hampir sepekan, tepatnya enam hari yang dimulai pada 30 Agustus 2022 hingga 4 September 2022.

Gambar salayay dipankara saat berjalan ke arah mimbar di dharmasala madiva (dokpri)
Gambar salayay dipankara saat berjalan ke arah mimbar di dharmasala madiva (dokpri)

Bertekad Melaksanakan Atthangasila

Selama kegiatan berlangsung, para yogi memang harus hidup lazimnya para samana (samanera) dengan berkomitmen melaksanakan delapan sila atau "atthangasila" yang kerap disebut "attasila".

Permohonan para yogi untuk melaksanakan atthangasila dipimpin langsung Sayalay Daw Dipankara.

Kedelapan sila itu di antaranya, pertama "Paatipata veramai sikkha padam samadiyami" yang secara harfiah dalam bahasa Pali berarti "Aku bertekad melatih diri untuk tidak membunuh makhluk hidup".

Kedua, "Adinnadana veramai sikkha padam samadiyami yang berarti "Aku bertekad tidak mengambil barang yang tidak diberikan kepadaku atau mencuri barang yang bukan milikku".

Ketiga, "Abrahma cariya veramai sikkha padam samadiyami" yang berarti "Aku bertekad tidak melakukan segala bentuk kegiatan seksual atau berzinah (perbuatan tidak suci)".

Keempat, "Musavada veramai sikkha padam samadiyami yang berarti "Aku bertekad tidak akan berbohong, berkata-kata tidak benar, dan berdusta (fitnah)".

Kelima, "Sura meraya majja pamadatthana veramani sikkha padam samadiyami" yang berarti "Aku bertekad melatih diri menghindari minum minuman keras (miras) yang bisa melemahkan kesadaran".

Keenam, "Vikala bhojana veramani sikkha padam samadiyami" yang berarti "Aku bertekad melatih diri menghindari makan makanan selepas tengah hari".

Ketujuh, "Nacca gita vadita visuka dassana mala gandha vilepana dharanamandana vibhusanatthana veramai sikkha padam samadiyami" yang berarti "Aku bertekad melatih diri untuk tidak menari, bernyanyi dan bermain musik, pergi menonton pertunjukan atau tontonan, menghindari memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, serta berbagai perlengkapan kosmetik demi tujuan menghiasi atau mempercantik diriku sendiri".

Kedelapan, "Uccasayana mahasayana veramai sikkha padam samadiyami" yang berarti "Aku bertekad melatih diri sendiri menghindari menggunakan tempat tidur atau alas tidur dan tempat duduk tinggi serta mewah".

Gambar salayay dipankara saat persembahan makanan oleh umat (dokpri)
Gambar salayay dipankara saat persembahan makanan oleh umat (dokpri)

Tatib yang Patut Dipatuhi Yogi Selain Atthangasila

Selain mengimplementasikan atthangasila atau mempraktikkan delapan sila, para yogi tidak diperkenankan mempraktikkan atau menjalankan segala ritual keagamaan, ritus maupun teknik-teknik meditasi lain selain yang diajarkan guru spiritual dan praktisi meditasi, dalam hal ini dibimbing Salayay Daw Dipankara.

Hal tersebut disampaikan salah seorang panitia retret yang juga anggota Abdi Dhamma, James ketika menyampaikan tata tertib (tatib) kepada para yogi.

"Nah, selama latihan (meditasi) yang perlu Yogi ingat, segala bentuk pemujaan, tata cara persembahyangan seperti ritual keagamaan membakar dupa, puasa, membaca mantra, menghitung tasbih, bernyanyi atau menari dan sejenisnya, sebaiknya tidak dilakukan," imbuhnya.

Hal itu, sambung James, juga termasuk melakukan metode teknik meditasi lain.

"Meditasi seperti praktik-praktik penyembuhan atau keagamaan juga sebaiknya ditunda. Hal ini bukanlah untuk mencela teknik atau praktik lain, namun semata supaya peserta bisa terfokus terhadap latihan yang diinstruksikan guru pembimbing meditasi (Salayay Daw Dipankara)," ujarnya.

Sebelumnya, dalam keterangan tertulisnya kepada para yogi di grup WA peserta retret, hal utama yang harus diperhatikan adalah mengimplementasikan "noble silence".

"Jadwal konsultasi atau interview diumumkan pada papan pengumuman. Panitia tidak memanggil peserta lagi karena akan mengganggu noble silence. Oleh karena itu, setiap peserta wajib melihat jadwal interview masing-masing dan mengatur sendiri bilamana waktu interview-nya tiba sesuai urutan yang ditetapkan panitia," demikian bunyi pesan tertulis di grup WA peserta retret.

Sekadar diketahui, noble silent secara harfiah berarti "berdiam diri yang mulia" atau "berdiam diri yang sejati". Artinya, para peserta meditasi diharuskan diam dalam keheningan yang benar-benar hening.

"Yogi harus melaksanakan 'berdiam diri yang mulia' selama latihan hingga selesai, di manapun termasuk dalam kamar tidur dan kamar mandi," demikian disampaikan James dalam sesi penyampaian tatib kegiatan, sebagaimana isi bunyi pesan tertulis di grup WA peserta retret.

Noble silence, imbuh James, artinya mendiamkan jasmani atau raga dalam keheningan meditasi.

"Ini berarti tidak ada bentuk komunikasi dengan Yogi lain seperti mengggerakkan tangan sebagai bahasa isyarat, menulis dan sebagainya, ucapan (yang berarti tidak mengobrol satu sama lain) bahkan melalui pikiran. Bentuk komunikasi apapun dengan sesama yogi harus dihindari," pesannya.

Adapun dalam kegiatan, Salayay Daw Dipankara banyak menyampaikan manfaat meditasi, yang bukan saja merupakan salah satu upaya untuk pencapaian kesucian namun juga upaya mengikis kekotoran batin.

Tak hanya itu, ia menjabarkan teknik-teknik meditasi kepada para yogi guna mencapai jhana atau tingkat kesucian dalam Buddhisme.

Gambar salayay dipankara saat foto bersama para yogi dan peserta retret meditasi (dokpri)
Gambar salayay dipankara saat foto bersama para yogi dan peserta retret meditasi (dokpri)

Pertumbuhan Mental Menuju Jhana

Secara umum, kebanyakan tradisi Buddhis mengakui jalan menuju "pencerahan" memerlukan tiga jenis pelatihan. Ketiga pelatihan tersebut di antaranya "sila" atau kebajikan, "samadhi" atau meditasi, dan "panna" atau kebijaksanaan.

Lantaran hal itulah ketiga jenis pelatihan ini harus dilaksanakan serempak. Pelatihan atau praktik-praktik kebajikan tersebut ini nantinya mampu menjadi "bahan bakar" seseorang untuk mecapai kesucian.

Hal itu diungkapkan Salayay Daw Dipankara dalam salah satu khotbahnya pada kegiatan retret di Madiva tersebut. Ia dengan tegas menekankan pentingnya pertumbuhan mental para yogi.

"Selain pengembangan serta pemahaman kebijaksanaan batin, juga diperlukan kontemplasi melalui meditasi untuk pencapaian tujuan tertinggi bagi para yogi," paparnya.

Menurut Salayay Daw Dipankara, pencapaian jhana diperlukan untuk mencapai minimal tingkat kesucian 'sotapanna'.

"Berusalah sekuat mungkin berlatih dan mempraktikkan dhamma. Makanya, sila, samadhi, dan panna ini harus menyatu dan dipraktikkan secara bersama dengan serius," bebernya.

Gambar salayay dipankara saat menghormat kepada rupang Sleeping Buddha (dokpri)
Gambar salayay dipankara saat menghormat kepada rupang Sleeping Buddha (dokpri)

Retret meditasi berakhir pada Minggu 4 September 2022 setelah pada siang hari para yogi dan panitia dari Abdi Dhamma melaksanakan kegiatan monastik "amisa puja".

"Kegiatan retret (meditasi) selanjutnya akan kami adakan di Myanmar," kata pendiri Abdi Dhamma Harry H ketika ditanyakan rencana kegiatan serupa dalam waktu dekat.

Sebelumnya, ia menyampaikan tujuan atau visi misi Abdi Dhamma yang concern terhadap kegiatan seperti meditasi yang dapat diikuti siapa saja dari lintas agama.

"Meditasi adalah untuk pengembangan moral yang lebih baik. Jadi kegiatan meditasi kami ini tidak hanya ditujukan untuk mereka yang beragama Buddha, tetapi siapa saja dari agama apapun," imbuh Harry.

Ia sendiri juga mengungkapkan apresiasinya yang mendalam atas partisipan para volunteer dan donatur sehingga kegiatan bisa berjalan secara lancar dan baik.

"Sukses retret kami ini tidak terlepas dari sumbangsih para donatur, volunteer. Seperti pemakaian tempat meditasi ini (Madiva) ini diberikan (izin pemakaiannya) oleh Yongris Lao (Ketua Permabudhi Sulsel)," tutup Harry.

**

Catatan: Foto-foto dokumentasi oleh Deborah Limarno

**

Makassar, 6 September 2022
Penulis: Effendy Wongso, Kompasianer Mettasik

Wartawan | Pencinta Sastra | Ingin Menjadi Insan yang Lebih Baik dalam Buddha Dhamma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun