Di sini aku belajar seberapa banyak pun anak yang kita miliki, kita akan kembali hidup sendiri setelah tua nanti. Anak-anak punya kehidupannya masing-masing.
Namun, kembali lagi karma kita akan berperan. Akankah kita akan mengalami usia tua bahagia ditemani oleh anak cucu. Atau kita akan hidup sendiri ditemani oleh seorang perawat yang setia. Â
Bersyukur Ibuku bukan orang tua yang banyak menuntut. Kami anak-anak lalu berbagi tugas. Adik bungsuku setiap pagi datang membawa masakan istrinya, menemani Ibuku makan sambil berolah raga ringan dan bersenda gurau.
Saya mendapat giliran seminggu sekali. Pada jam istirahat kantor menemani Ibuku makan siang di pusat perbelanjaaan, sambil berkeliling dengan kursi rodanya.
Saat itu aku sudah merasa puas dan bahagia bisa menemani, melihat ibuku bahagia. Meskipun terkadang aku masih merasa sedih dan menyesal. Mengapa tidak bisa memberikan lebih kepada ibuku.Â
Sebagaimana aku memberikan seluruh perhatian, kasih sayang, saat aku merawat suamiku dengan tulus. Tapi, kesadaran kembali datang menghiburku, "hal ini sudah berlalu, fokus pada saat ini, lakukan pelimpahan jasa kepada Almarhum ".
Papa Mertuaku
Berbeda dengan kehidupan Papa mertuaku. Beliau asli kelahiran China, lahir di desa Hua-an, Xiamen. Beliau merantau ke Jakarta bersama-teman, berbisnis dan berkeluarga.
Di usia senjanya Beliau terkena penyakit sehingga harus dirawat di rumah. Â Sebelum Papa mertuaku benar-benar harus diam di ranjang, aku seringkali melihat Beliau duduk merenung. Ia terlihat kesepian. Â
Sesekali seorang temannya datang berkunjung, papa terlihat sangat bahagia. Â Aku berpikir ternyata keberadaan kami, istri, anak menantu tetap berbeda dengan keberadaaan seorang sahabat.Â
Dengan sahabat Papa bisa bercanda, ngobrol, bernostalgia. Sangat berbeda dengan kami anak-anaknya. Kami hanya berbicara tentang hal-hal rutin saja. "Sudah diminum obatnya Pa, masih ada yang sakit, malam bisa tidurkah Pa?" Seperti itulah kira-kira. Sungguh pertanyaan yang membosankan bagi papa.
Papa mertua pernah bicara mau pulang ke China. Waktu itu aku sempat berpikir "mengapa mau kembali ke China, kan di Jakarta sudah lama sekali, memangnya masih ada teman disana?"Â