Hidup kita tidak akan bahagia. Kita akan cenderung menjadi tidak sabar, sering kecewa, mengeluh atau bahkan marah-marah. Pikiran kita akan sangat kotor, terkotori oleh 'sampah-sampah' kehidupan.
Apa jadinya kalau pikiran kita seperti ini di ranjang kematian? Inilah alasan nya mengapa Sang Guru meminta kita untuk mensucikan bukan hanya hati tetapi juga pikiran kita.
Sekarang bagaimana cara melatih pikiran?
Satu hal yang pasti, adalah kita perlu melakukannya sendiri, tidak bisa meminta jasa siapa pun untuk membersihkan pikiran kita. Langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah menyediakan waktu untuk diri sendiri, untuk merenungkan kehidupan yang tengah kita jalani.
Belajar jujur kepada diri sendiri, untuk menemukan apa yang sebenarnya kita inginkan, lalu putar 'kompas' atur arah hidup kita, kemana langkah selanjutnya akan kita bawa. Dan seandainya perlu, buanglah hal-hal yang hanya membebani kehidupan kita.
'Membeli waktu' untuk melatih pikiran kita sendiri, bisa diisi dengan banyak hal, ada yang memilih untuk menyendiri dan lebih dekat dengan alam, atau membaca buku. Akan tetapi, cara terbaik adalah dengan bermeditasi. Apa yang dilatih pada saat meditasi?Kesadaran.
Sadar dengan apa yang kita pikirkan, ucapkan dan perbuatan-perbuatan  kita. Bonusnya  adalah ketenangan. Dan Hadiah tertingginya adalah kebijaksanaan. Terdengar indah, bukan? Cobalah, ini benar-benar indah dan menyenangkan.
Inilah cara menghadapi kematian dengan tenang. Di ranjang kematian pikiran yang terlatih dengan baik, tidak akan terjerembab kedalam ketakutan yang mengarah kepada kelahiran kembali di alam rendah.
Sebaliknya pikiran yang terlatih membuat kita tenang, sadar penuh akan siklus dalam samsara ... kematian akan diikuti kelahiran Kembali... bahwa Hukum kamma ada dan adil.
Pikiran dan batin yang tenang atau jernih ini akan membantu kita mengingat kembali banyak momen kebajikan yang pernah kita lakukan, tentu saja ini membuat kita bahagia. Hal inilah yang akan mengarahkan kesadaran untuk kelahiran kembali di alam kehidupan yang baik.
Semoga pada saatnya tiba, pikiran terlatih kita bisa  menanggapi  semua rasa sakit  sebagai "Ini dukkha", ada sebab dukkha, ada akhir dukkha, dan saya sedang  berjalan, dijalan yang dapat mengakhiri dukkha yaitu "Jalan Mulia Berunsur  Delapan."