Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Katering Kebajikan bagi Seorang Guru

23 Agustus 2022   05:21 Diperbarui: 23 Agustus 2022   05:28 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Katering Kebajikan Bagi Seorang Guru (grand-indonesia.com, diolah pribadi)

Hai! Jumpa lagi denganku si penyintas kanker nasofaring. Bolehkan jika aku masih ingin berbagi cerita tentang pengalamanku sebagai seorang guru? He he he

Tulisan yang lalu tentang muridku yang berjenis kelamin laki-laki. Untuk tulisan ke-6 ini kuulas tentang muridku yang perempuan supaya adil, benar kan?

Singkat cerita, setelah menjalani kemoterapi dan radioterapi selama kira-kira dua bulan dan istirahat untuk pemulihan selama sebulan, kondisi kesehatanku membaik dari hari ke hari. Akhirnya tiba hari dimana aku bisa mulai bertugas kembali di sekolah. Betapa senangnya! Aku bisa bertemu kembali dengan teman-teman sejawat dan murid-murid yang kusayangi.

Tetapi ada satu hal yang tak terpikirkan olehku. Bagaimana dengan makan siangku? Kalau sarapan bisa kupersiapkan dari rumah pagi-pagi sebelum berangkat kerja, namun bagaimana dengan makan siangku?

Setiap hari aku bertugas dari pagi hingga sore di sekolah. Masalahnya aku tidak boleh makan sembarang makanan. Banyak pantangannya. Sebagai contoh, tidak boleh makan makanan yang berpenyedap dan berpewarna, hindari gula, gorengan, dan masih panjang lagi daftar makanan yang harus dihindari. Pokoknya buat pusing tukang masaknya apalagi si penyintasnya, he he he ...

"Harus segera dicari solusinya jika tidak mau mati kelaparan," pikirku sambil berjalan ke arah pintu gerbang sekolah untuk bertugas mengawasi murid-murid yang sudah mulai berdatangan.

Karena masih di tingkat SMP, apalagi murid kelas VII yang baru beralih dari seragam celana/rok dari warna merah ke warna biru, masih ada murid yang diantar orang tuanya ke sekolah. Tiba-tiba seorang wanita mungil muncul entah dari mana dan langsung menyapaku dengan nada ceria, "Ibu, masih ingat dengan saya? Murid Ibu waktu saya di SMP dan Ibu pernah menjadi wali kelas saya. Senang sekali bisa bertemu dengan Ibu."

Belum sempat kujawab, dia sudah mengoceh lagi, "Ibu kan Ibu Tania yang dulu mengajar saya Bahasa Inggris kan? Dulu saya paling sering kena tegur karena tidak bisa menjawab pertanyaan Ibu, ha ha ha ..."

"Ternyata 'kepo' juga nih orang," pikirku.

"Eh, tidak boleh berpikiran jelek tentang orang lain karena bisa menimbulkan karma buruk. Kita harus selalu menjaga pikiran kita yang sukar dikendalikan itu. Kembangkan empat sifat luhur yakni metta, karuna, mudita, dan upekkha dalam pikiran, tutur kata, dan perilaku kita sehari-hari."

Segera kutepis pikiran jelek itu dan kucoba konsentrasikan pikiranku untuk mengingat siapa namanya. Nah, seperti dugaan Anda, hanya terbersit inisial namanya saja dalam benakku, ha ha ha ...

"Maaf, Nak, Ibu tidak bisa mengingat nama lengkapmu, tetapi seingat Ibu namamu dimulai dengan huruf N, benar?"

Lagi-lagi tebakanku betul. Kalau ini lomba tebak-tebakan, aku bisa dapat nilai 50 nih, dan sepertinya aku semakin ahli dalam permainan tebak nama berhadiah, ha ha ha ...

"Wah, hebat, Bu! Setelah 25 tahun saya tamat SMA, Ibu masih bisa mengingat inisial nama saya!" teriaknya kesenangan.

"Jika seorang guru bisa mengingat muridnya, berarti murid tersebut termasuk kelompok khusus, dalam arti, murid yang paling baik, paling pandai, paling bandel, paling nakal, paling malas, paling sering ditegur, paling cerewet, dan seterusnya. Nah, kamu termasuk yang mana? Kamu jawab sendiri dalam hati ya, he he he. Ibu sekarang sedang giat menebar kebajikan untuk merangkul kebahagiaan dalam kehidupan, bukan menebar pesona untuk mendapatkan pujian, ha ha ha ...," jawabku sambil mengajaknya duduk di bangku panjang yang ada di dekat pintu gerbang sekolah.

Kami bercerita panjang lebar tentang karir, keluarga, teman-teman Novina. Ternyata dia melanjutkan usaha rumah makan orang tuanya. Dan sebagai seorang ibu yang baik, setiap hari dia juga memasak makanan yang sehat dan bergizi untuk keluarganya.

Aku percaya dengan hukum karma/hukum sebab dan akibat karena sudah mengalaminya sendiri. Aku pernah ditolong muridku yang sudah berprofesi sebagai dokter ketika aku sedang menderita sakit, dan sepertinya kebajikan yang kutebar sebagai guru selama 35 tahun kembali merangkul kebahagiaan dalam hidupku.

Aku menceritakan masalahku kepadanya dan menanyakan apakah dia bersedia menerima pesanan katering khusus untuk masakan sesuai dengan permintaan pelanggan.

"Sebenarnya saya tidak menjalankan usaha katering, Bu, tetapi khusus untuk Ibu saya bersedia memasakkannya, asalkan Ibu tidak keberatan makan masakan sederhana tapi sehat seperti yang saya masakkan untuk keluarga saya setiap harinya. Bagaimana, Bu?"

"Benarkah kamu bersedia, Novina?" tanyaku dengan antusias, seolah tak percaya dengan apa yang telah kudengar.

"Tentu benar, Bu. Mana berani saya berbohong kepada guru saya, ha ha ha," candanya pula.

Sejak saat itu, Novina selalu memasakkan dan mengantar masakannya ke sekolah untuk saya.

Sekali lagi kebajikan yang telah kutebar sebagai seorang guru merangkul kebahagiaan dalam hidupku. Seperti yang kita dengar bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa tetapi jasanya akan tetap dikenang oleh murid-muridnya sepanjang masa.

Akhir kata, izinkan aku pada kesempatan ini menyampaikan terima kasihku yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantuku selama ini. Yakinlah bahwa kebajikan yang kita tebar akan merangkul kebahagiaan dalam hidup kita.

Semoga semua makhluk berbahagia. Sabbe satta bhavantu sukhitatta.

**

Medan, 23 Agustus 2022
Penulis: Tania Salim, Kompasianer Mettasik

"Be Grateful! Be Happy! Be Strong!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun