Abyapada. Tidak memelihara kebencian. Ketika seseorang teracuni oleh kebencian, hidupnya akan gelisah karena yang dipikirkan adalah tentang bagaimana bisa menghancurkan pihak yang dibenci. Mereka yang hidup tanpa kebencian akan disenangi di mana pun. Meskipun ada juga orang-orang yang tidak senang kepada mereka, tetapi mereka akan tetap membalasnya dengan tidak dibenci.
Samma-ditthi. Memiliki pandangan yang sesuai dengan Dhamma. Secara umum, pandangan benar adalah pandangan yang tidak mengarah kepada dua ekstrem, yaitu: terkait dengan kekekalan atau nihilis. Seseorang yang memiliki pandangan benar, pada tahap awal akan mengerti bahwa semua perbuatan ada hasilnya, serta diri sendiri yang bertanggung jawab akan perbuatan tersebut.
Ciri-Ciri Kehancuran
Dengan sebuah logika yang sederhana, kita bisa menyimpulkan bilamana seseorang yang melatih sepuluh hal di atas merupakan seseorang yang menuju perkembangan, sebaliknya adalah seseorang yang berada di ambang pintu kehancuran apabila tidak mengindahkannya. Akan tetapi, di dalam Parabhavasutta, diberikan juga contoh-contoh yang lainnya.
Seseorang yang bergaul dengan orang-orang yang dursila, malas, senang berbicara, mudah marah adalah beberapa ciri orang tersebut merupakan seseorang yang tidak berkembang dengan cekatan. Adalah sebuah kehancuran apabila seseorang yang memiliki kepemilikan yang cukup tetapi tidak menyokong orang tuanya sendiri.Â
Seorang penipu, kikir, sombong, senang berfoya-foya berlebihan, bahkan sampai tidak puas dengan istrinya sendiri, tidak ada hal bijaksana yang bisa muncul dari dirinya.
Sebagai kesimpulan, seorang yang setidaknya tidak menjaga sila merupakan seseorang yang mengarah kepada kebinasaan. Jika sila saja tidak dijaga, maka sulit baginya untuk praktik Dhamma yang lebih tinggi. Hidupnya akan penuh dengan ketidaknyamanan.
Menjadi Seseorang yang Cekatan agar Berkembang
Setelah mengetahui sebab-sebab yang membuat kita berkembang, serta sebab-sebab yang membuat kita hancur, adalah patut bagi kita untuk menjadi seseorang yang terampil dalam bertindak. Terlebih lagi, telah gamblang disebutkan bahwa sebab dari perkembangan adalah perilaku yang cekatan.
Akan tetapi, hanya sekadar mengetahui tanpa ada praktik yang nyata tidaklah cukup. Seseorang membutuhkan latihan yang cukup agar menjadi mahir. Oleh karena itu, sepatutnya kita mempraktikan kesepuluh perilaku cekatan tersebut dalam keseharian. Bukan untuk pujian atau sanjungan, tetapi semata-mata untuk kemajuan diri sendiri.
**
Jakarta, 19 Agustus 2022
Bhikkhu A.S.K. Thitasaddho, untuk Kompasianer Mettasik
Praktisi Dhammavinaya