Saya mendengar ungkapan ini pertama kali lewat Ajahn Brahm. Saat beliau berkunjung ke Indonesia. Baik atau buruk, siapa tahu? Begitu kira-kira artinya.
Masa sih? Buruk ya buruk, artinya tentu tidak baik, membuat khwatir, dan merupakan hal yang tidak disukai. Â Mungkin begitu yang ada di benak kebanyakan oang, termasuk saya saat itu.Â
Hingga saya mengalami sebuah kejadian.
Beberapa tahun lalu, saat sedang berbincang dengan beberapa rekan guru di lobi sekolah, tiba-tiba muncul seorang siswa yang berlari sangat kencang dan tanpa sengaja menabrak bahu kanan saya. Luar biasa keras dan menimbulkan rasa sakit yang menyengat selama beberapa menit.
Namun karena bahu terlihat baik-baik saja, saya tidak melakukan pemeriksaan apapun. Lambat laun ternyata bahu menjadi kaku, gerakannya terbatas, terutama ketika digerakkan kearah belakang, hanya bisa sampai kemiringan sekitar 15 derajat saja.
Akhirnya saya menemui seorang terapis yang konon terbiasa menangani atlit yang terkilir. Setelah melalu serangkaian pengobatan, bahu menjadi sedikit lebih lentur, namun belum kembali normal. Bahkan beberapa gerakan dapat menimbulkan bunyi gemeretak. Namun karena sudah merasa lebih baik, semua kondisi di atas saya abaikan.
Suatu hari di rumah, sepulang kerja, saat terburu-buru membawa ember pel, saya tergelincir dan bahu kanan membentur tembok, cukup sakit tapi kembali saya abaikan. Kesokannya, tangan kanan benar-benar tidak bisa digerakkan. Ayunan seringan apapun menimbulkan sakit yang menyengat. Akhirnya saya ke dokter, lewat serangkaian pemeriksaan, termasuk MRI, ditemukan bahwa ligamen bahu kanan ada yang robek.
Dokter memberikan dua pilihan, dioperasi atau diberikan serangkaian pengobatan lewat suntikan pada bahu. Walau sejak awal dokter sudah mengatakan bahwa penyuntikan minimal 3 kali, itupun tidak menjamin ligamen bisa pulih, saya tetap memilih cara suntik karena takut dengan kata operasi.
Suntikan pertama diberikan, sehari setelah disuntik, tangan berangsur-angsur pulih. Bahkan saat Kembali ke dokter untuk jadwal suntikan ke dua, saya merasa tangan dan sendi sudah 100% sembuh. Bahu terasa lentur dan dapat digerakkan ke berbagai arah. Bunyi gemeretak yang dulu terdengar saat sendi diputar pun ikut hilang.
Dokter yang menangani sendi sampai terheran-heran. Saya diminta untuk mengikuti gerakan yang dokter lakukan, ternyata semua bisa dilakukan dengan mudah. Dokter juga menguji kekuatan sendi dengan meminta saya menahan tekanan dari tangannya yang direntangkan. Hasilnya baik dan kuat. "Bu, ini tangannya sudah pulih, Ibu bahkan tidak memerlukan suntikan ke dua, kata dokter yang tentu saja saya sambut dengan senyuman lebar.
Tergelincir dan membentur tembok sampai ligamen robek, ternyata baik untuk saya. Sesuatu yang tampaknya begitu buruk pada awalnya, ternyata malah membawa kebaikan.
Bad or good who knows? Pada saat kita mengalami hal yang kurang menyenangkan dan terlihat buruk, "mantra sakti" di atas boleh dipakai, tentunya sambil diiringi dengan melakukan usaha yang benar dalam mengatasi hal yang terlihat buruk tersebut.
Jalani saja, dan selanjutnya biarkan karma yang bekerja. Baik yang dilakukan, semoga baik pula yang akan kita peroleh.
Semoga semua makhluk berbahagia.
**
Jakarta, 26 Juli 2022
Penulis: Prajna Dewi, Kompasianer Mettasik
Berjuang untuk Menjadi Pendidik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H