Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saya Kira, Saya Akan Bahagia!

25 Juli 2022   05:05 Diperbarui: 25 Juli 2022   05:16 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya Kira, Saya Akan Bahagia! (bbc.com, diolah pribadi)

Izinkan saya menceritakan "pencapaian" saya sejenak, meski dapat dianggap flexing, yaitu keberhasilan saya memiliki rumah sendiri di Jakarta sebelum menginjak usia 30 tahun. Tentu saja ini terjadi beberapa tahun yang lalu, sebab saat tulisan ini dibuat saya sudah berusia 30 tahun.

Jika Anda kesal membaca dua kalimat di atas dan menganggap saya sedang norak atau pamer, mohon jangan langsung berhenti membaca tulisan ini, sebab apa yang saya sebut sebagai "pencapaian" tadi ternyata benar-benar berada di luar ekspektasi saya.

Sejak remaja saya berpikir akan keren dan hebat sekali bila saya bisa memiliki rumah sendiri sebelum usia 30 tahun. Hal itu menjadi sebuah keinginan dan obsesi terpendam, yang selalu ada di dalam pikiran meskipun tidak pernah saya sebutkan dalam aspirasi atau cita-cita saya.

Saya mengira bahwa setelah memiliki rumah sendiri, hidup saya sudah menyenangkan: saya bisa mengatur hidup saya sendiri, saya bisa mengatur perabotan dan tata letak tempat tinggal saya sendiri, bahkan saya bisa berbuat sesukanya di dalam rumah saya sendiri - persis seperti dalam video game The Sims!

Singkat kata, saya kira saya akan bahagia bila sudah memiliki rumah sendiri.

Tetapi ternyata itu hanya perkiraan saya saja; sesuatu yang hanya eksis di dalam pikiran dan tidak pernah benar-benar eksis dalam realitas.

Rumah baru, kesulitan baru

Kesulitan pertama muncul ketika saya baru menyadari bahwa memiliki rumah itu bukan sekadar membayar uang muka dan cicilan, tetapi juga harus memikirkan perawatannya. Tiba-tiba pompa air rusak, membuat saya harus mencari teknisi yang dapat membantu saya membetulkannya.

Saya pikir ini pekerjaan yang mudah, cukup mencari teknisi dan memintanya datang ke rumah, kemudian bayar. Tetapi ternyata tidak semudah itu, teknisi yang datang ternyata tidak jujur dan membuat saya mengeluarkan uang besar yang sebenarnya tidak perlu!

Di sini saya baru sadar, ketidaktelitian dan ketidakawasan ternyata sangat berbahaya. Mengingatkan saya dengan sebuah syair Dhammapada nomor 26:

"Orang yang bodoh dan berpikiran dangkal terlena dalam kelengahan, sedangkan orang yang bijak menjaga kewaspadaannya sebagai harta yang paling berharga."

Meski Buddha mengucapkan syair itu dalam konteks pelatihan spiritual, tetapi kenyataannya syair ini juga sangat related dengan kehidupan duniawi sehari-hari. Bila lalai dan tidak waspada, maka masalah akan mengintai kita; oleh sebab itu saya perlu menjaga kewaspadaan... daripada kehilangan harta (hehehe...)

Kesulitan kedua muncul ketika saya menyadari bahwa beberapa hari saja rumah itu ditinggal, kotornya sudah minta ampun! Saya pernah selama dua minggu tinggal di rumah orang tua saya dan tidak pernah mengunjungi rumah itu sama sekali, dan ketika saya datang mengunjungi rumah saya.

Kondisinya sudah tidak menyenangkan: serangga hidup di mana-mana, jasad serangga berordo hemimetabola muncul di beberapa titik, sarang laba-laba hinggap di langit-langit rumah, belum lagi debu mengisi seluruh ruangan. Walhasil saya menyapu, mengepel, dan membersihkan seisi rumah dalam beberapa jam. Lagi-lagi ini di luar ekspektasi saya.

Kesulitan ketiga muncul lagi, ketika saya baru menyadari bahwa banyak iuran warga yang harus dikeluarkan. Misal ketika para warga sepakat untuk membetulkan pagar komplek perumahan, saya harus ikut membayar iuran dalam jumlah yang lumayan besar, atau ada kenaikan iuran bulanan yang tidak saya prediksi.

Sebenarnya saya pada akhirnya tidak terlalu mempermasalahkan hal ini, toh iuran ini demi keamanan dan kebersihan lingkungan saya juga. Tetapi ini juga berada di luar ekspektasi saya dan membuat saya harus memiliki anggaran khusus untuk iuran ini.

Belum lagi tetangga yang parkir sembarangan di carport saya sendiri, mengira rumah saya kosong karena tidak pernah saya kunjungi selama dua minggu. Belum lagi tetangga yang tiba-tiba melapor bahwa atap depan rumah saya bocor dan harus saya benahi, dan lain-lainnya.

Kepemilikan baru, tanggung jawab baru

Di sini saya baru mulai menyadari bahwa saya bertahun-tahun bekerja keras, mengumpulkan uang dan memutarnya untuk memiliki rumah sendiri, menganggap saya akan benar-benar bahagia setelah memilikinya. Akan tetapi, apa yang saya kira akan membuat saya bahagia ternyata tidak benar-benar membuat saya bahagia.

Betul, saya tetap mensyukuri bisa memiliki rumah sendiri terlepas dari segala suka dukanya; tetapi saya perlu menyadari bahwa memiliki rumah ternyata bukanlah definisi dari kebahagiaan. Memiliki rumah sesungguhnya menambah tanggung jawab baru dalam hidup kita, dan mau tidak mau itu harus saya terima dengan hati lapang.

Sebab bila tidak ingin menambah tanggung jawab itu, lebih baik tidak memiliki rumah; tetapi kalau tinggal di rumah orang tua pun ada tanggung jawab lain yang harus dipenuhi, bukan?

Ternyata tidak ada kondisi di dunia ini yang benar-benar membuat saya bahagia. Dan seharusnya sejak awal saya mengingat kembali bahwa Buddha sudah mengucapkan "duhkha arya satya", atau "kebenaran mulia tentang penderitaan".

Dalam kehidupan yang berkondisi ini, akan selalu ada ketidakpuasan; alias tidak akan ada yang benar-benar bisa membuat kita puas. Kepemilikan baru akan disertai dengan tanggung jawab baru. Ini yang luput dari perenungan saya selama ini.

  • Memiliki rumah sendiri memang memberi keteduhan dari cuaca, tetapi ada tanggung jawab berupa perawatan rumah.
  • Memiliki keluarga memang memberi kehangatan secara emosional, tetapi ada tanggung jawab baik berupa moril dan materil.
  • Memiliki jabatan tinggi dalam pekerjaan memang memberi kebanggaan (dan gaji lebih besar), tetapi ada tanggung jawab berupa tugas yang lebih besar.
  • Memiliki kendaraan pribadi pun lebih memberi kemudahan dalam berpindah tempat, tetapi ada tanggung jawab berupa perawatan kendaraan.

Tidak ada suatu materi di dunia ini yang benar-benar bisa memberi kepuasan total bagi saya! Semuanya disertai dengan tanggung jawab dan keinginan baru!

Tapi, saya harus bagaimana?

Masalahnya bukan pada tanggung jawab barunya, tetapi pada diri saya. Bisakah saya menerima realitas ini? Buddha sudah mengatakan bahwa penderitaan itu ada. Terima atau tidak terima, kenyataannya kita memang menemukan penderitaan dalam kehidupan.

Bila saya menyangkalnya, saya akan menderita dua kali: (1) menderita karena penderitaan itu sendiri, dan (2) menderita karena tidak bisa menerima kenyataan bahwa saya sedang menderita. Daripada rugi menderita dua kali, lebih baik saya menderita satu kali saja, hehehe...

Di sini saya mulai belajar untuk menerima kenyataan bahwa tidak akan ada hal duniawi yang benar-benar memuaskan saya, oleh karena itu saya harus benar-benar menyadari keinginan saya.

Keinginan baru pasti disertai dengan konsekuensi baru, siapkah saya dengan konsekuensi baru itu? Bila tidak siap, maka lebih baik saya melepas keinginan itu.

Bila siap, maka saya akan cek kembali ke dalam diri, apakah keinginan ini sesuatu yang esensial dalam kehidupan saya sebagai perumah tangga, atau hanya keserakahan saya yang tidak terkendali?

Lagi-lagi kejadian ini memberi pelajaran bahwa hidup bukan tentang memiliki banyak materi, tetapi tentang memiliki materi yang cukup dan esensial saja.

Dan belajar berpuas hati dengan manis pahit kenyataan. Hidup tidak semudah ucapan motivator video game The Sims.

Batal flexing, deh.

**

Jakarta, 25 Juli 2022
Penulis: Garvin Goei, Kompasianer Mettasik

Psikolog dan Akademisi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun