Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

8 Miskonsepsi terhadap Agama Buddha

9 Juli 2022   16:58 Diperbarui: 9 Juli 2022   17:05 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai agama dengan total pemeluk 2,04 juta jiwa di Indonesia, Agama Buddha termasuk minoritas. Tidak heran jika banyak hal yang belum diketahui tentang agama Buddha.

Jangankan umat beragama lainnya, saya seringkali masih menemukan kesalahan persepsi dari penganut agama Buddha sendiri.

Namun sebelumnya perlu juga diketahui, bahwa agama Buddha tidak hanya sejenis saja. Ada tiga mazhab terbesar, yaitu Theravada (Ajaran Para Sepuh), Mahayana (Kereta Besar), dan Tantrayana (Vajrayana).

Dari ketiga kelompok besar ini, tersebar lagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Ini belum termasuk dengan adanya majelis atau aliran lain yang memisahkan diri atau bercampur dengan kepercayaan lain.

Namun meskipun berbeda, tidak terdapat dalam Dhamma dan Vinaya tentang pola pikir sinkritis. Atau dengan kata lain, jika agama Buddha bercampur dengan adat istiadat, budaya setempat, atau keyakinan-keyakinan lain, maka tidak ada perbedaan di sana.

Karena pada dasarnya ajaran Dhamma adalah universal. Hanya saja, adalah manusia yang sering salah menafsirkan. Sehingga tidak heran jika beberapa miskonsepsi pun terjadi.

Untuk itu mari kita mulai membahas beberapa kesalahpahaman yang sering terjadi

Bahwa agama Buddha mengajarkan sikap pesimis

Ajaran Buddha banyak membahas tentang Dukkha (penderitaan), bahwa hidup ini adalah penderitaan. Dan satu-satunya cara agar terlepas dari penderitaan adalah dengan menerimanya apa adanya.

Di dalam Dhamma dan Vinaya, Hyang Buddha tidak hanya mengajarkan tentang Dukkha saja. Ada juga Sukkha / Kebahagiaan.

Namun, yang diajarkan oleh Sang Buddha bukan tentang sikap optimis atau pesimis. Bahwa Dukkha dan Sukkha adalah realita hidup, merupakan dua sifat yang berpasangan, seimbang, dengan fenomenanya yang muncul tenggelam (Anicca). Oleh sebab itu, diperlukan kebijaksanaan agar seseorang tidak melekat kepadanya (Anatta).

Tempat ibadah agama Buddha

Tempat beribadah umat Buddha disebut Vihara. Secara umum, pemahaman ini terbagi dua lagi. Yang ukurannya kecil disebut Cetiya (Caitya). Sementara yang berukuran besar disebut dengan Arama (Ashram, Asrama).

Masyarakat awam juga sering mendengar Kelenteng (Li thang) atau Bio. Ini sebenarnya merupakan tempat beribadah umat Buddha Tridharma. Atau ajaran tradisi yang menggabungkan tiga ajaran besar leluhur Tionghoa, yakni Buddhisme, Confucionisme, dan Taoisme.

Umat Buddha yang taat wajib vegetarian atau tidak makan daging sapi

Hyang Buddha semasa hidupnya sendiri tidak bervegetarian atau menolak persembahan makanan tertentu. Sepanjang umat yang berdana makanan tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan, maka seluruh pemberian adalah sah.

Yang bervegetarian atau tidak makan daging adalah aliran Mahayana atau Maitreya. Tidak salah juga, karena kedua ajaran ini mengembangkan ajaran cinta kasih (metta karuna) dari sang Buddha dengan interpretasi yang sedikit berbeda.

Agama Buddha adalah ajaran orang Tionghoa

Perlu dipahami bahwa agama Hindu dan Buddha adalah agama nenek moyang Indonesia. Kedua agama ini telah lama dianut, dihayati, dipraktikkan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

Agama Buddha tersebar dari Sabang hingga Merauke. Penganutnya bukan saja etnis Tionghoa, tetapi juga suku Jawa, Sunda, Bali, Lombok, Dayak, dan etnis-etnis lainnya di Indonesia.

Demikian pula bila kita lihat di belahan bumi lain. Dari Eropa hingga Australia. Penganut agama Buddha bukan hanya Tionghoa saja.

Harus dikremasi

Umat Buddha yang meninggal dunia tidak ada keharusan untuk di Kremasi. walaupun Hyang Buddha dan Siswa-siswa Utamanya di Kremasi. Umat Buddha dapat mengikuti adat istiadat, sesuai budaya lokal setempat.

Boleh dikebumikan, diletakkan diatas bukit-bukit, dilarung dilaut luas. Karena dalam ajaran Buddha, ada 4 unsur utama pada tubuh manusia, yakni;

  • Unsur Tanah/padat, seperti tulang, gigi, dan rambut.
  • Unsur Api, yakni sifat manusia yang panas dalam tubuh manusia. Melambangkan nafsu, amarah, dan semangat yang menggebu-gebu.
  • Unsur Cair yang terdapat pada tubuh manusia adalah darah, air seni, atau nanah.
  • Unsur Udara. Pada tubuh manusia, udara adalah nafas yang berhembus setiap saat. Bersatu dalam mengidupi semua organ-organ tubuh. Setelah manusia meninggal, pernapasannya pun habis.   

Sepanjang keempat unsur dalam tubuh manusia ini ada, maka di sanalah jasad manusia bebas dikuburkan. Di atas bukit yang banyak udara, dikremasi dengan api, dilarungkan di tengah lautan, atau dikebumikan di tanah yang padat.

Umat Buddha adalah penyembah berhala

Dalam Pujabhakti (tata cara agama Buddha menjalani ibadah), Buddharupang atau arca Sang Buddha jamak terlihat. Namun, patung tersebut hanyalah objek bagi umat Buddha untuk beribadah. Seperti pembacaan paritta, bermeditasi, atau mendengarkan Dhamma.

Rupang tersebut digunakan sebagai bentuk penghormatan, untuk mengingat jasa-jasa kebajikan Sang Buddha, menghormati sifat-sifat luhur Beliau, menjadikan jejak langkah-Nya sebagai suri tauladan, dan lain sebagainya.

Tapi apa yang terjadi jika tidak ada patung Buddha? Pujabhakti tetap bisa dilaksanaka tanpanya.

Umat Buddha Tidak Meyakini Tuhan YME

Konsep Ketuhanan dalam agama Buddha berbeda. Tuhan tidak dipersonifikasikan, mutlak adanya, tak dijelmakan, tak diciptakan. Oleh sebab itu, tidak perlu diperdebatkan. Baik dengan sesama umat Buddha, terlebih lagi dengan agama lainnya.

Bagi umat Buddha, Sifat Ketuhanan YME adalah impersonal God. Juga mirip dengan ajaran Hindu yang dikenal denga istilah Brahma Nirguna. Sesuatu yang tanpa wujud, tanpa sosok.

Dengan demikian tidak bisa dibandingkan atau disamakan dengan apa pun. Dia yang ada di mana-mana dan juga tidak kemana-mana. Hal ini tertera pada Kitab Suci Tripitaka, Udana VIII:3.

Umat Buddha juga tidak menyebut nama Tuhan YME. Namun istilah yang dikenal adalah; Sanghyang Adi Buddha, Parama Buddha, Sankhata, Asankhata, Dhamma, dan beberapa lagi.

Umat Buddha mempraktikkan ritual-ritual magis

Disebutkan jika ritual potong lidah, berjalan di atas bara api, mandi minyak panas adalah ritual agama Buddha. Perlu diketahui bahwa tradisi agama Buddha tidaklah demikian.

Kendati semasa hidup, Hyang Buddha dapat melakukan abhinna, atau kemampuan batin yang luar biasa, seperti terbang, menghilang, berubah wujud, berjalan di atas air, membesarkan pohon, membaca pikiran, dan lain sebagainya.

Namun, itu bukan yang terutama. Dalam khutbah atau ajaran-ajaran Buddha, kesaktian seperti itu tidak pernah ditonjolkan, kecuali untuk esensi pengajaran kebaikan. Bukan untuk menyombongkan diri.

Sementara upacara potong lidah, mandi minyak panas, atau jalan di bara api adalah bagian dari ajaran Taoisme.

**

Dengan penjelasan dan uraian ini, semoga dapat memberikan pencerahan untuk menghapus pandangan salah / miskonsepsi terhadap Agama Buddha. Semoga semua makhluk hidup Berbahagia. Sadhu (STD).

**

Tangerang, 9 Juli 2022
Setia Darma, Kompasianer Mettasik

Dharmaduta | Penulis | Dosen |Trainer | Pensiunan ASN

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun