Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menanam Kebajikan, Menuai Kebahagiaan sebagai Seorang Guru

9 Juli 2022   05:46 Diperbarui: 9 Juli 2022   05:52 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo, para pembaca yang kusayangi! Jumpa lagi dengan si penyintas kanker nasofaring untuk yang ke-5 kalinya. Pada kesempatan ini aku ingin berbagi pengalamanku sebagai seorang guru.

Sebagai seorang guru yang sudah mengabdi selama 35 tahun di dunia pendidikan tentu sudah sangat banyak siswa-siswi yang sudah kudidik dan kubimbing. Sejak tahun 1987 aku sudah mulai mengabdikan diri di sekolah tempat aku menimba ilmu hingga tamat SMA.

Awalnya masih di tingkat SD. Setelah meraih gelar S1 jurusan Sastra Inggris dari Universitas Methodist Indonesia (UMI), aku dimutasikan ke tingkat SMP dan SMA.

Sejak kecil sudah bercita-cita menjadi guru dan sangat bersyukur bisa mencapai cita-cita yang kuidamkan. Aku termasuk guru 'killer' dalam arti tegas, disiplin, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasku.

Bukan bermaksud memuji diri sendiri (he he he) tetapi kalau diadakan survei kepada siswa-siswi yang pernah kuajari, mungkin banyak di antara mereka akan menjawab bahwa Ibu Tania termasuk guru 'killer'. Terbukti mereka tidak berani berulah pada jam pelajaranku, he he he ...

Makanya sungguh tidak kusangka bahwa kebajikan yang telah kutanam selama ini sebagai seorang guru yang tegas, akan menuai hasil berupa kebajikan juga dari siswa-siswi yang pernah kuajari, yang selanjutnya membawa kebahagiaan dalam hidupku.

Hal yang paling membahagiakan sebagai seorang guru adalah saat dimana siswa-siswi kita telah berhasil dalam hidupnya. Baik dalam karir, yakni memanfaatkan ilmunya untuk menolong orang banyak, maupun dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan tutur kata dan perilaku yang baik kepada semua orang.

Tentu kita merasa sangat bangga bukan? Dan akan semakin bangga dan sangat berterima kasih jika kita termasuk di dalam kumpulan orang-orang yang ditolong oleh mereka.

Dalam kegalauan setelah mengetahui dari hasil biopsi bahwa aku terkena kanker nasofaring, tidak disangka karma baikku berbuah. Sewaktu berjalan menuruni tangga ke lobi rumah sakit, aku berpapasan dengan seorang pria berperawakan sedang, tegap, dan bersikap ramah yang tiba-tiba menyapaku, "Selamat siang, Bu. Apa kabar? Masih ingat dengan saya?"

"Siapa pula ini? Muncul pada saat yang kurang tepat. Aku sedang galau, disuruh menebak pula," pikirku dalam hati.

Kutatapi wajahnya yang sebagian besar ditutupi oleh masker. "Bagaimana pula menebak siapa kalau wajahnya sebagian besar tertutup masker? Cuma tampak kedua matanya yang berbinar-binar," pikirku mulai kesal. Di saat galau diajak bermain tebak-tebakan pula. "Ayo! Siapa takut! He he he ..."

Matanya mengingatkanku pada seseorang, namun kulupa nama lengkapnya. "Selamat siang. Maafkan Ibu, Nak, Ibu tidak bisa mengingat nama lengkapmu, namun seingat Ibu namamu dimulai dengan huruf J? Benarkah tebakan Ibu?"

"Wah, senang sekali Ibu masih bisa mengingat inisial namaku dengan tepat! Saya Julian, Bu. Dulu Ibu mengajar saya Bahasa Inggris waktu saya di SMA dan sekarang saya sudah berhasil menjadi dokter spesialis Onkologi/Radiologi di rumah sakit ini. Terima kasih, Bu."

Pucuk dicinta ulam tiba.

Dengan spontan aku langsung 'curhat' tentang penyakitku kepadanya. Responsnya sangat baik. Dengan penuh perhatian dan empati dia mendengarkan ceritaku. Mulai dari gejala, pemeriksaan ke dokter THT, biopsi, hingga hasil biopsi yang menyimpulkan bahwa pasien terkena kanker nasofaring dan sudah stadium IV.

Selanjutnya kami ke ruangannya dan dia menjelaskan tentang pengobatan terhadap penyakit ini dengan jelas dan terperinci, sehingga aku bisa memahami penyakit ini dengan lebih baik. Sekaligus bisa mempersiapkan fisik dan mental dalam menyusuri jalan yang mau tidak mau harus kulalui sesuai dengan benih yang telah kutabur entah pada kehidupan yang ke berapa.

"Terima kasih, Nak. Dulu Ibu yang mengajari kamu, tetapi sekarang gantian kamu yang jadi gurunya, menjelaskan tentang penyakit ini kepada Ibu. Peran kita jadi terbalik ya, ha ha ha!" Kami tertawa bersama.

Jika kita menanam padi, maka selain tumbuh padi akan ikut tumbuh pula rumput. Jadi diperlukan kewaspadaan kita dalam berbuat kebajikan. Jangan sampai tercemar oleh kilesa/kekotoran batin.

Tetapi yakinlah bahwa jika kita menanam kebajikan, maka akan tumbuh kebahagiaan. Kebajikan-kebajikan yang telah kulakukan selama ini membuahkan hasil yang manis, berupa pertolongan dari siswaku pada saat kubutuhkan.

Walaupun sudah tahu bahwa kematian itu pasti, dan tujuan akhir hidup ini adalah pencapaian nibbana dengan ajaran Sang Buddha, guru junjungan kita, namun terlahir sebagai manusia pada kehidupan kali ini harus kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun hingga akhir hidupku.

Akan kuisi dengan kegiatan positif seperti berdana, menjalankan sila melalui pikiran, tutur kata, dan perilaku yang baik, serta melakukan meditasi.

Kuakhiri tulisanku kali ini dengan harapan para pembaca berkenan membagikan tulisanku ini kepada siapapun yang berminat untuk membacanya. Dengan demikian kita sudah melakukan satu kebajikan lagi, yakni menyebarkan Dhamma, ajaran Sang Buddha yang universal, biarpun dalam skala kecil. Terima kasih semuanya.

**

Medan, 9 Juli 2022
Penulis: Tania Salim, Kompasianer Mettasik
"Be Grateful! Be Happy! Be Strong!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun