Kutatapi wajahnya yang sebagian besar ditutupi oleh masker. "Bagaimana pula menebak siapa kalau wajahnya sebagian besar tertutup masker? Cuma tampak kedua matanya yang berbinar-binar," pikirku mulai kesal. Di saat galau diajak bermain tebak-tebakan pula. "Ayo! Siapa takut! He he he ..."
Matanya mengingatkanku pada seseorang, namun kulupa nama lengkapnya. "Selamat siang. Maafkan Ibu, Nak, Ibu tidak bisa mengingat nama lengkapmu, namun seingat Ibu namamu dimulai dengan huruf J? Benarkah tebakan Ibu?"
"Wah, senang sekali Ibu masih bisa mengingat inisial namaku dengan tepat! Saya Julian, Bu. Dulu Ibu mengajar saya Bahasa Inggris waktu saya di SMA dan sekarang saya sudah berhasil menjadi dokter spesialis Onkologi/Radiologi di rumah sakit ini. Terima kasih, Bu."
Pucuk dicinta ulam tiba.
Dengan spontan aku langsung 'curhat' tentang penyakitku kepadanya. Responsnya sangat baik. Dengan penuh perhatian dan empati dia mendengarkan ceritaku. Mulai dari gejala, pemeriksaan ke dokter THT, biopsi, hingga hasil biopsi yang menyimpulkan bahwa pasien terkena kanker nasofaring dan sudah stadium IV.
Selanjutnya kami ke ruangannya dan dia menjelaskan tentang pengobatan terhadap penyakit ini dengan jelas dan terperinci, sehingga aku bisa memahami penyakit ini dengan lebih baik. Sekaligus bisa mempersiapkan fisik dan mental dalam menyusuri jalan yang mau tidak mau harus kulalui sesuai dengan benih yang telah kutabur entah pada kehidupan yang ke berapa.
"Terima kasih, Nak. Dulu Ibu yang mengajari kamu, tetapi sekarang gantian kamu yang jadi gurunya, menjelaskan tentang penyakit ini kepada Ibu. Peran kita jadi terbalik ya, ha ha ha!" Kami tertawa bersama.
Jika kita menanam padi, maka selain tumbuh padi akan ikut tumbuh pula rumput. Jadi diperlukan kewaspadaan kita dalam berbuat kebajikan. Jangan sampai tercemar oleh kilesa/kekotoran batin.
Tetapi yakinlah bahwa jika kita menanam kebajikan, maka akan tumbuh kebahagiaan. Kebajikan-kebajikan yang telah kulakukan selama ini membuahkan hasil yang manis, berupa pertolongan dari siswaku pada saat kubutuhkan.
Walaupun sudah tahu bahwa kematian itu pasti, dan tujuan akhir hidup ini adalah pencapaian nibbana dengan ajaran Sang Buddha, guru junjungan kita, namun terlahir sebagai manusia pada kehidupan kali ini harus kumanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya. Kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun hingga akhir hidupku.
Akan kuisi dengan kegiatan positif seperti berdana, menjalankan sila melalui pikiran, tutur kata, dan perilaku yang baik, serta melakukan meditasi.