Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Nyata Kebajikan kepada "No Name"

4 Juli 2022   05:00 Diperbarui: 4 Juli 2022   06:35 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika itu saya berbincang-bincang dengan salah seorang dewan direksi. Kami mempunyai kebiasaan menceritakan hal-hal positif dari sudut pandang masing-masing. Entah itu pengalaman pribadi, problematika sekolah, rumah tangga sampai rumor yang sedang populer saat itu.

Kami sering berargumen tentang usia dan kebajikan. Hari demi hari berlalu. Anak didik kami pun bertumbuh dari berusia dua tahun melangkahkan kaki di gerbang sekolah kami. Dengan tinggi badan rerata 82 -- 92 cm. Saat ini sudah mencapai ketinggian 190 cm. Dari wajah imut dan tembam menjadi pemuda ganteng dan dikelilingi gadis-gadis cantik.

Apa yang sudah kami lakukan?

Bersyukur kami terlibat di dunia pendidikan. Wajah ceria penuh sukacita membayangi langkah kami di sekolah. Senyum dan kata-kata manis selalu kami tularkan kepada setiap anak didik. Dan masih banyak hal lainnya yang dapat membangun dan menumbuhkan perilaku baik yang menjadi cikal bakal anak di kemudian hari. Kebahagiaan yang tidak ternilai.

Nah, kembali kepada cerita awal tentang kebajikan. Sebut saja Annie (nama samaran) menuturkan:

"Beberapa waktu lalu saya sempat berjalan-jalan dengan El (nama samaran), di lokasi wisata kuliner PIK. Ada kejadian yang membuat kami menghargai kehidupan," ungkapnya.

Mereka berdua sedang asyik menyantap makan siang bersama, tiba-tiba terlihat kerumunan orang mendekat di satu sudut. Rasa penasaran pun muncul seketika.  Apalagi mereka sudah menyudahi makan siang.

Kawasan wisata kuliner Pantai Indah Kapuk (PIK) banyak diminati pengunjung, terlebih saat libur di akhir pekan.  Pengunjung dapat menikmati hembusan angin di alam terbuka yang berilustrasi hamparan pantai pasir putih. Bahkan bersepeda, jogging atau sekadar ngobrol santai bersama teman dan keluarga.

Annie dan El menghampiri kerumunan dan ternyata ada seorang laki-laki sedang bersusah payah dan berusaha semampunya untuk melepaskan kail yang tertanam di dalam mulut seekor kura-kura yang berdiameter 25 cm.

"Pak, kenapa memancing di sini? bukankah sudah tertulis "Bukan Tempat Pemancingan" coba lihat kura-kuranya kesakitan."

Tanpa berucap pun pemancing tersebut menyesali perbuatannya. Ia masih ngotot mencabut kail yang digunakan untuk memancing ikan itu. Semakin dicoba semakin kesakitan kura-kura meronta. Miris.

Sesaat semua orang terpaku. Hening. Mereka dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh sang kura-kura. Namun tak berdaya menyelamatkannya.

Annie tidak tega melihatnya. Takada ide apa yang harus diperbuat, hanya satu "Kura-kura harus diselamatkan" ia bergumam.

"Mbak, boleh minta plastik kresek untuk membawa kura-kura ini?" spontan itu yang terucap.

Laki-laki pemancing pasrah meletakkan kura-kura dalam balutan plastik yang diberikan kepadanya. Menyerahkan kepada Annie dan El untuk dibawa.

El, putra bungsu yang menemani sang ibu menerima kura-kura dengan sangat hati-hati. Tidak ingin menambah derita si kura-kura.

Dalam perjalanan pulang ke rumah; Kura-kura mengerang kesakitan, ditandai dengan banyaknya kotoran di dalam plastik tempat ia bernaung. Ia terberak-berak.

***

Di rumah El, kura-kura (sebut saja no name) dibebaskan dan dipertemukan dengan sesamanya. El mempunyai satu ekor kura-kura yang sudah menjadi hewan piaraan kesayangannya. Berukuran hampir sama dengan No Name. No Name terlihat menggulingkan tempurungnya kiri dan kanan. Entah, pertanda bahagia atau sedih. Eeeh. Belum paham bahasa hewan.

Pasti mereka bercerita dan saling memberikan dukungan dan penguatan.  Mungkin.

Syahdan, Annie dan El bertanggung jawab atas hidup dan matinya No Name.  Dengan ragam upaya dicoba untuk mengeluarkan kail. Tidak berhasil. Waktu terus berlaju. Malam pun tiba, belum memperoleh pencerahan.

Ting...! El berselancar dan bertanya dengan Mbah Google. Cemerlang. El mendapatkan jawabannya. Bisa segera membawa No Name ke Dokter Hewan di seputar rumah mereka tinggal. Malang, jam praktik Dokter sudah usai.  No Name harus berjuang, bertahan hidup hingga mendapatkan tindakan. Pilu, No Name memelintir dan tidak mau makan. Mungkin memang ia tidak bisa menelan.

Tak sabar menunggu bergantinya hari. El segera mengajak Annie untuk berkunjung dan memeriksakan No Name. Dokter mengobservasi, mendiagnosis serta memindai No Name. Operasi harus segera dilakukan agar jiwanya terselamatkan.

**

No Name masih dalam masa pemulihan. Dokter mengatakan ia belum bisa hidup di alam bebas paska operasi. Luka di dalam tenggorokannya cukup dalam. Infeksi akan menghambatnya untuk bergerak mencari makan dan hidup dalam air tidak higienis.

Bersyukur No Name berjumpa dengan Annie, El, dan Dokter handal yang menanganinya. Jodoh dan karma baik berbuah tepat waktunya. No Name, berkat benih-benih kebajikan yang ditanamnya bertemu Ibu dan Anak. Mereka berdua yang peduli dan memiliki empati mendatangi Dokter profesional di bidangnya.

Tiba waktunya El mengembalikan No Name di tempat yang nyaman bersama habitat lain yang hidup di air. Bersama itu mereka berjumpa dengan sepasang suami istri yang sedang melantunkan paritta melepaskan makhluk hidup (fang shen) di danau tersebut. Sejuk mendengarkannya.

Saya terkesan dengan pengalaman berarti yang disampaikan Ibu Annie. Kebajikan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Saya melanjutkan menulis cerita ini semoga kita semua dapat melakukan kebajikan kapan juga.

Banyak kebajikan mudah yang kadang luput dari pengamatan kita. Murah senyum, pun tanpa mengeluarkan biaya adalah hal simpel yang dapat dilakukan oleh kita semua. Selain memberikan rasa nyaman kepada sesama juga membuat kita akan selalu terlihat bahagia dan awet muda. Hm... Aura itu membuat orang akan senang berada dekat kita. 

Mengucapkan selamat pagi, siang, sore, malam bila berjumpa dengan seseorang. Artinya kita sudah memberikan perhatian kepada sesama. Ringan tangan. Eiit... tapi bukan diartikan suka memukul ya! Dan masih banyak lainnya.

Kisah nyata ini membuat Ibu dan Anak menghargai kehidupan. Annie bertutur "Saya sangat berterima kasih diberi kesempatan mencontoh dan mempraktikkan teladan bersama anak saya. Sesungguhnya semua makhluk memiliki hak hidup yang sama." Tabur tuai menjadi saksi.

Mau tahu penampakan "No Name"? Penasaran? Dan bentuk kail yang tertanam dalam saluran pernapasannya. Ngilu deh. Apa rasanya kalau itu ada dalam tubuh kita? Ehm...

dokpri
dokpri

Mari bersama menyemai benih kebajikan dan menimbun kebaikan berlapis.

Semoga semua makhluk berbahagia
Sadhu sadhu sadhu

**

Jakarta, 4 Juni 2022
Penulis: Iing Felicia, Kompasianer Mettasik
Praktisi Pendidikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun