Kehidupan kita saat ini berkat campur tangan dan peran penting orangtua. Di lain sisi seperti kita ketahui bersama, sulit sekali membalas jasa kebaikan mereka.
Orang tua saya selalu mengajarkan untuk berjuang dan berusaha mencapai impian dengan usaha sendiri, tentu harus seimbang antara duniawi dan spiritual. Harapan mereka agar hidup tidak bergantung dengan orang lain.
Berharap untuk kebahagiaan anak-anaknya, tanpa memikirkan balasan atau bakti yang dilakukan oleh anak-anaknya atau para keturunannya. Sikap yang ditanamkan seperti ini, justru semakin meningkatkan respek yang mendalam kepada orangtua. Kasih yang tulus dan tiada mengenal batas.
Sejatinya memang orangtua mana pun selalu mengharapkan untuk kebahagiaan, keberkahan dan kehidupan yang lancar bagi anak-anak dan seluruh keturunannya. Kasih orangtua sepanjang jalan, memang bukan sekedar jargon. Itulah yang benar-benar saya rasakan sebagai anak.
Sebagai pewaris atau keturunan dari orangtua kita bahkan leluhur kita dan orang yang selalu ingat kebaikan orang lain, maka sangat wajar membalas kebaikan mereka. Terbaik yang dapat kita lakukan adalah saat mereka masih ada di dunia ini, namun tak kalah pentingnya ketika orang tua atau leluhur kita sudah tiada. Bukan sekedar hanya pembicaraan biasa, semua itu nyata dalam ajaran Buddha.
Tentu kita semua ingat dan dapat merenungkan kembali Tirokudda Sutta, isinya seperti demikian yaitu "bagaikan air hujan yang berjatuhan dan mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah, demikian juga semua jasa kebaikan yang disampaikan para sanak keluarga di alam manusia akan mendatangi para mendiang."
Sedemikian mengandung arti yang sangat mendalam ajaran ini, karena apa yang dilakukan oleh sanak keluarga dapat tersampaikan kepada para leluhur kita. Tidak ada ruginya bagi kita sebagai pembuat kebaikan kepada para leluhur, karena sekecil apapun kebaikan yang dilakukan akan membawa manfaat. Pun kita tidak memilih leluhur mana yang harus menerima jasa kebaikan, karena tidak tahu persis di mana para mendiang yang memiliki hubungan dengan kita terlahir.
Manggala Sutta menjelaskan pula tentang Puja ca Pujaniyanam Etam Mangalamuttam yang artinya perlu memberi perhormatan kepada yang patut di hormati, karena hal tersebut merupakan salah satu berkah utama. Demikian ajaran yang sangat menghormati orangtua dan leluhur.
Diceritakan, suatu ketika Buddha berada di Savathi, bersama dengan 1.250 bhikkhu. Saat itu beliau memimpin rombongan dalam perjalanan. Dalam perjalanan melihat seonggok tulang belulang manusia. Buddha berhenti, di depan tulang belulang, merangkapkan kedua tangan dengan penuh hormat.
Bhante Ananda bingung dan bertanya mengapa Buddha melakukan hal ini? Meskipun semua tahu Buddha adalah guru agung yang tiada taranya, namun mengapa dengan seonggok tulang harus menghormat? Buddha memberikan pengertian kepada semua yang hadir saat itu, bahwa tulang belulang tersebut sangat mungkin adalah leluhur pada kehidupan lampau. Kita harus menghormati orang tua, itulah mengapa Aku melakukan penghormatan.
Hal inilah yang termasuk kategori pelimpahan jasa (pattidana), Buddha telah mengajarkan bagaimana melakukan penghormatan dan membalas segala kebaikan. Sesuai juga dengan tujuan Pattidana yang melimpahkan jasa kebaikan pada leluhur, sebagai wujud bakti dah hormat (katannukatavedi) kepada para leluhur yang telah mendahului kita.
Pelimpahan jasa kebaikan sebenarnya bukan hanya terjadi di era terkini saja, pada zaman kehidupan Buddha sudah terjadi. Contoh sederhana pada raja Bimbisara, beliau melakukan jasa kebaikan kepada orang-orang yang telah meninggal dan memiliki hubungan dengan sang raja yang memerlukan bantuan dan pertolongan. Konon setelah pelaksanaan upacara selesai, karena kegembiraan dan simpati yang tinggi dari leluhur, akhirnya dapat terlahir kembali di alam yang bahagia.
Memang bukan perkara sederhana, memberikan jasa kebaikan kepada para leluhur itu harus dilakukan sepenuh hati. Dengan melakukan sepenuh dan ketulusan hati, maka leluhur yang kita tuju akan merasakan getaran kebaikan yang akan membuat mereka berbahagia.
Kapan pun melimpahkan jasa kebaikan dapat dilakukan, tidak perlu melakukan ritual-ritual yang rumit. Ataupun melakukan di tempat-tempat tertentu dengan pernak pernik lengkap. Lakukan dengan sederhana dan penuh ketulusan.
Buddha sesuai dengan Sigalovada Sutta, Digha Nikaya menjelaskan bahwa merupakan hal yang wajib dilakukan anak kepada orangtua yang telah pergi dengan melakukan kebaikan dan memberikan persembahan atas jasa kebaikan yang telah dilakukan.
Mungkin saja ada keluarga yang sudah meninggal dan terlahir di alam yang kurang baik, sehingga melalui kebajikan yang dilakukan mereka mengetahuinya dan senang dengan perbuatan baik yang dilakukan keluarganya. Implikasinya dapat membawa kepada kelahiran yang lebih baik bagi leluhur.
Sebenarnya dengan melakukan pelimpahan jasa ini, menjadi bahan refleksi kita sebagai pembuat kebajikan tersebut. Minimal ada tiga hal yang menjadi perhatian yaitu usia tua, sakit dan semua akan mengalami kematian. Pasti kita semua akan mengalami perubahan, tidak ada yang kekal. Dengan demikian karena kehidupan kita di dunia ini terbatas, menjadi bahan renungan dan praktik keseharian pentingnya menjaga perilaku dan senantiasa eling.
Bagi kita semua yang masih memiliki orang tua, berpalinglah kepada konsep Sigalovada Sutta. Dalam sutta tersebut kita diajarkan bagaimana merawat orang tua, melakukan tugas sebagai anak untuk membahagiakan orang tua, selalu menjaga nama baik keluarga, selalu menghindari hal-hal buruk sehingga layak menerima warisan dari orang tua, dan melakukan pelimpahan jasa setelah orang tua meninggal.
Ada baiknya kembali merenungkan apa yang Buddha sabdakan dalam Dhammapada XXIII: 332, dengan inti sebagai berikut, "Kebahagiaan akan senantiasa mengikuti ketika selalu menghormati ayah dan ibu, melayani para bhikkhu dan memuja para ariya." Demikian tentang pelimpahan jasa begitu disarankan dan dapat juga melihat penjelasan Itivuttaka IV yang isinya "Dia yang melayani ibu dan ayahnya, memuji para bijaksana maka setelah kematian dia akan bersuka cita dalam alam surga."
Pada setiap kesempatan ketika kita melakukan perbuatan baik, sangat dimungkinkan dilimpahkan kepada para leluhur. Misalnya ketika selesai berdana makanan kepada Sangha, atau ketika melakukan donor darah, atau selesai melakukan dana pembangunan gedung atau dana lainnya.
Atau melakukan segudang kebajikan lainnya termasuk misalnya melakukan meditasi, itu pun bisa dilimpahkan kepada orang tua dan leluhur kita. Berharap semua kebaikan yang kita lakukan dapat pula dirasakan getarannya oleh para leluhur.
Semoga semua makhluk berbahagia
**
**
Tangerang, 3 Juli 2022
Penulis: Suhendra, Kompasianer Mettasik
Eksekutif Keuangan | Pengajar | Aktivis Sosial dan Keagamaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H