Pada sekitar tahun 1980-an, ketika youtube dan media sosial mungkin masih berupa imajinasi dari penciptanya, di Indonesia pernah populer kaset-kaset yang berisi narasi cerita rakyat atau dongeng kenamaan dunia. Rekaman itu dibuat dalam bentuk sandiwara, bukan dalam bentuk buku audio seperti yang kita kenal: ada peradeganan, dialog, musik dan lagu, dan efek khusus yang semuanya dalam format audio.Â
Saat itu rumah produksi yang paling populer sehingga nyaris menjadi nama generik untuk menyebut jenis kaset ini adalah Sanggar Cerita. Tapi selain produksi Sanggar Cerita, kaset berupa rekaman sandiwara ini juga diproduksi oleh rumah produksi yang terkenal dengan pertunjukan panggung boneka tiap minggu di TVRI. Siapa lagi kalau bukan Panggung Boneka Si Unyil. Jadi, Si Unyil pun punya versi kaset audionya selain secara rutin tampil di TVRI.
Nah, saya masih ingat salah satu lagu yang dinyanyikan oleh Si Unyil dan kawan-kawannya pada salah satu seri sandiwara Si Unyil berbasis rekaman kaset audio itu, yang mana isinya memang berupa campuran antara nyanyian dan cerita.
Alkisah Si Unyil dan kawan-kawan sedang pergi berkemah, lalu pada malam hari mereka menyalakan api unggun dan duduk melingkar mengitarinya sambil mengadakan permainan dan  menyanyikan lagu ini. Saya lupa intro-nya seperti apa, tetapi salah satu bagian yang dulu saya pahami sekadar sebagai lagu permainan saja namun kini memiliki arti yang lebih dalam, masih saya ingat sampai sekarang. Bagian ini rupanya adalah bagian dialog berbentuk lagu, antara si penanya dengan yang ditanya, seperti ini:
Penanya: Sedang apa, sedang apa, sedang apaaaa sekarangg...?
Penjawab (menjawab sesuai dengan apa yang sedang dilakukan): Sedang makan, sedang makan, sedang makaaan sekaranggg...
Penanya: Makan apa, makan apa, makaaan apaaa sekaranggg....
Penjawab: Makan nasi, makan nasiii, makan nasiii sekaranggg...
Ketika teringat pada lagu itu, tiba-tiba saya sadar bahwa siapa pun yang menciptakannya, dia atau mereka sadar atau tidak telah menjadikan instruksi praktik sati (perhatian penuh) menjadi sebuah lagu.
Sati atau perhatian penuh, adalah salah satu faktor mental atau cetasika sobhana (indah) yang menjadi landasan bagi pikiran kusala (terampil, positif) yang amat direkomendasikan untuk dikembangkan oleh para Buddhis serta, dan semestinya, oleh siapa pun makhluk hidup berkesadaran.Â