Apalagi mereka tidak pernah berpikir tentang perpisahan terhadap apa atau siapa pun yang disukai dan disayangi. Ketika mereka bernafsu terhadap apa dan siapa yang disukai dan disayangi, mereka melakukan banyak perbuatan buruk dan menghindari perbuatan baik.
Terlebih lagi mereka tidak pernah berpikir bahwa apapun yang telah mereka lakukan apakah baik atau buruk, itulah yang akan menjadi milik, sebagai pewaris dan pelindung satu-satunya yang dapat diandalkan ketika mereka meninggal. Karena mereka tidak berpikir demikian maka perbuatan buruk menjadi sering dilakukan.
Saat mereka mengunjungi peramal dan bertanya tentang hal-hal tersebut, mereka menjadi terkejut bahwa sebenarnya mereka telah lalai ketika mereka masih muda dan kuat.
Mereka menjadi menyesal mengapa banyak waktu terbuang sia-sia ketika mereka masih muda. Kini mereka sudah tua dan lemah, sulit melakukan segala bentuk kebaikan.
Peramal tersebut mengatakan bahwa dia sendiri dan semua manusia juga akan mengalami kelima hal tersebut makanya dia berusaha banyak berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan dalam hal perbuatan jasmani, ucapan dan pikiran.
Dia mengatakan bahwa dia akan berhenti secepatnya untuk mencari nafkah dari meramal nasib. Berita tersebut melebar dan menyebar dengan cepat bagaikan banjir besar menghabisi seluruh desa pemukiman.
Saat itu dia selalu menasihati para pengunjung untuk selalu merenungkan kelima hal tersebut yang pasti akan dialami semua orang.
Tidak lupa juga dia memberi nasihat untuk mereka agar selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi diri mereka dan orang lain.
Dan tibalah saatnya dia berhenti sebagai peramal dan pergi seorang diri masuk ke hutan menjadi seorang petapa. Kala itu dia sangat disegani dan dihormati oleh penduduk setempat dan dikenal sebagai seorang petapa yang bijaksana.
**
Los Angeles, 23 Juni 2022
Penulis : Willi Andy untuk grup Mettasik di Kompasiana.