Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Orbituari Sang Cemara di Halaman Rumah

21 Juni 2022   06:48 Diperbarui: 21 Juni 2022   06:58 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, mettasik, mustika t

Hari itu Kinan pergi untuk membeli sebuah pohon cemara, tingginya sekitar setengah meter, masih bisa masuk ke mobilnya untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah, Kinan langsung menanam cemara itu di bagian kanan area kebun depan rumahnya.

Rumah Kinan sangat asri. Kinan rajin merawat tanaman di halaman rumahnya hingga tumbuh menjadi subur. Kinan menanam cemara itu dibantu dua anak laki-lakinya, si Sulung Arya dan si Bungsu Bima.

Arya sedang kuliah tahun kelima di Fakultas Kedokteran Umum, sedangkan Bima kuliah di Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi di tahun ke 3. Saat ini Arya bekerja magang di Puskesmas seberang rumahnya. Sedangkan Bima bekerja paruh waktu di sebuah Kantor Akuntan Publik.

Bima mengambil waktu kuliah di malam hari supaya siang harinya bisa bekerja. Kedua anak Kinan ini sangat rajin dan ulet, seperti ibu dan ayahnya. Kinan sendiri bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suami Kinan, dokter Surya adalah dokter bedah. Tak heran jika Arya kuliah di fakultas kedokteran karena mengikuti jejak ayahnya.

Tak terasa hari berlalu. Arya sudah lulus sebagai dokter umum dan bekerja di sebuah Rumah Sakit sambil melanjutkan jejang pendidikan ke dokter spesialis bedah mengikuti jejak ayahnya. Sedangkan Bima sebagai Akuntan di sebuah perusahaan ternama. Arya sudah mengenalkan calon istri ke ayah dan ibunya.

Sang cemara di halaman rumah mereka pun sudah semakin tinggi. Sekarang  sudah mencapai 1,5 meter. Tak lama kemudian, Arya pun menikah. Cemara itu masih tumbuh di sana, di depan halaman rumahnya bagian kanan. Sang cemara tidak pernah dipindah-pindah.

Tiba-tiba pandemi covid merebak. Puskesmas di depan rumah menjadi ramai. Mobil ambulans datang dan pergi. Datang membawa pasien, dan tak jarang mobil ambulans itu pergi membawa jenasah yang dimasukkan ke dalam peti yang sudah ditutup sedemikian rapat.

Bunyi sirene ambulans kerap terdengar. Sang cemara menjadi saksi semua peristiwa di depan puskesmas itu. Sejak pandemi, sang cemara sudah melihat beberapa kejadian sakit dan mati di puskesmas seberang rumahnya.

Arya sekarang sudah menikah. Sejak Arya menikah, Arya sudah tidak tinggal di rumah orang tuanya lagi. Tetapi Arya masih sering datang berkunjung ke rumah orang tuanya.

Suatu hari Arya datang bersama istri dan anaknya yang masih bayi. Ya, Arya sudah mempunyai anak sekarang. Sang cemara bahagia melihat Arya sudah bahagia bersama anak dan istrinya.

Suatu hari suasana rumah itu dirundung duka. dokter Surya, sang ayah meninggal karena terkena covid. Memang dokter Surya ini bertugas merawat pasien covid di rumah sakit tempat ia bekerja.

Sang cemara sudah lama tidak melihat dokter Surya, rupanya dokter Surya diisolasi di rumah sakit dan kemudian meninggal. Sang cemara pun tidak pernah bertemu dokter Surya lagi.

Sejak berpulangnya dokter Surya, Kinan hanya tinggal bersama si bungsu Bima. Untuk mengobati luka kesedihan sejak ditinggal suaminya, Kinan rajin bermeditasi cinta kasih. Bima yang mengajarkan Kinan teknik-teknik meditasi Cinta kasih.

Bima memang rajin bermeditasi cinta kasih sejak masih kuliah. Bima sering mengikuti retret yang diadakan oleh Vihara atau Organisasi Buddhis di Kampusnya dulu. Sang cemara bisa merasakan cinta kasih yang dipancarkan oleh Bima saat bermeditasi. Sekarang malah sang cemara juga merasakan cinta kasih yang dipancarkan oleh Kinan.

Tahun berganti tahun, musim berganti musim. Kini Kinan sudah mulai sakit-sakitan. Usia Kinan tidak muda lagi. Bima sudah menikah dan dikaruniai dua anak yang lucu. Bima dan keluarga kecilnya masih tinggal di rumah itu. Tak lama kemudian Kinan pun meninggal karena sakitnya.

Sang cemara sangat sedih dengan kepergian Kinan. Masih teringat ketika Kinan memasukkan sang cemara ke dalam mobil dari tukang pohon dan kemudian menanamnya di depan rumah bersama kedua anaknya.

Sang cemara sudah semakin tinggi. Daunnya tidak sesegar dulu lagi. Sang cemara sudah melihat banyak kejadian yang terjadi di sekitar tempat ia tumbuh. Ada kelahiran, usia tua, sakit dan mati sudah pernah ia lihat.

Sang cemara sendiri pun tak jarang diterjang angin kencang, kadang kehujanan bahkan panas matahari yang menyinari. Bahagia dan Sedih datang silih berganti. Sang cemara sadar bahwa hidup itu selalu berubah. Perubahan demi perubahan sudah dilihat dan dialami sang cemara. Kini batang sang cemara sudah mulai mengering. Sang cemara pun pergi meninggalkan alam ini.

**

Jakarta, 21 Juni 2022
Penulis: Mustika T untuk Grup Penulis Mettasik

dokpri, mettasik, mustika t
dokpri, mettasik, mustika t

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun