Saat ini pandemi covid mulai berangsur mereda. Secara perlahan kegiatan mulai berjalan normal termasuk kegiatan tempat ibadah seperti Vihara. Perlahan-lahan pandemi covid mulai dilupakan sebagian orang. Kita kembali tenggelam dalam aktivitas sehari-hari.
Bagi sebagian dari kita pandemi memorak-porandakan kehidupan. Tiba-tiba saja pekerjaan atau usaha menjadi hilang. Ada yang kehilangan teman. Ada pula yang kehilangan orang dekat yang sangat dicintai. Itulah realita kehidupan yang tidak pasti. Semua terjadi tanpa diduga dan berlangsung dengan cepat.
Merebaknya pandemi Covid-19 dimulai diumumkannya pasien pertama terinfeksi virus corona tanggal 2 Maret 2020. Semakin lama semakin banyak yang terinfeksi setiap harinya. Lonjakan kasus terjadi hampir merata di semua daerah.
Saat puncak pandemi, yang terinfeksi bisa mencapai 50.000 kasus per harinya. Situasi menjadi kritis dan serba darurat. Semua orang berupaya mempertahankan hidup dari ancaman corona. Sungguh berat perjuangan hidup. Tidak hanya Indonesia, banyak negara juga mengalami kisah getir.
Periode ini merupakan periode paling sulit. Pada saat kepanikan melanda, masker dan hand sanitizer sulit ditemukan. Kalaupun ada, harganya melangit. Tabung oksigen juga menjadi langka dan mahal. Vitamin dan obat-obatan hilang dari pasaran. Rumah sakit tidak mampu menampung pasien yang datang. Setiap beberapa menit terdengar sirene ambulans meraung-raung sepanjang jalan dilalui. Sementara sebagian orang memancing di air keruh dengan menjual barang palsu seperti vitamin palsu atau masker bekas pakai.
Dalam periode sulit ini saya telah kehilangan banyak sahabat serta kehilangan sepupu tercinta. Hati saya selalu was-was setiap kali membaca whatsapp.Â
Saya cemas dan khawatir jangan-jangan ada lagi teman atau saudara terkena infeksi covid. Sungguh menyedihkan, saya tidak dapat berjumpa terakhir kali dengan sepupu saya. Mulai dari sakit sampai dengan kremasi mendiang hanya didampingi seorang keluarga terdekatnya.
Pada saat itu tempat kremasi untuk mereka yang terinfeksi covid hanya ada dua tempat. Antrian panjang terjadi. Kegiatan di tempat kremasi berlangsung 24 jam tanpa henti.
Mempunyai simpanan kamma baik adalah sangat krusial dalam menghadapi kondisi seperti ini. Saya ingin berbagi kisah nyata. Ada seorang sahabat baik saya yang terinfeksi covid. Beliau adalah petugas perpustakaan sebuah Vihara yang menderita gagal ginjal. Sudah dua tahun lebih cuci darah. Terakhir seminggu dua kali cuci darah. Kondisi kesehatan sering tidak stabil. Nafas sering tersengal-sengal.
Dapat kita bayangkan bagaimana kondisi yang dihadapi beliau saat terkena covid. Keluarga dan teman sudah pasrah. Mendoakan hanya yang terbaik yang terjadi. Setelah dirawat lebih dari dua bulan di rumah sakit beliau bisa menang melawan covid dan sembuh.
Sekarang ini PPKM Level 1 mulai diterapkan lagi pada berbagai daerah. Artinya WFO (Work from Office)Â bisa dengan kapasitas 100%. Pusat perbelanjaan atau mal juga dapat di buka dengan kapasitas maksimal 100%. Namun kita tidak tahu berapa lama kondisi relatif tenang ini akan berlanjut. Kehidupan tidak pasti.Â
Perang Rusia-Ukraina perlahan dan pasti akan membawa dampak negatif bagi perekonomian dunia. Perang dunia III bisa terjadi setiap saat. Ditambah lagi penyakit cacar monyet mulai muncul dan menyebar ke sejumlah negara.
Lantas bagaimana kita menghadapi kondisi yang serba tidak pasti ini? Tidak ada cara lain selain kita perbanyak berbuat baik dan menyiapkan mental yang tangguh. Perbuatan baik dan sikap mental yang perlu dilakukan dan dikembangkan antara lain:
Rasa Keterdesakan (Samvega)
Rasa keterdesakan (sense of urgency) perlu dikembangkan dengan memahami sifat dasar kehidupan adalah anicca, dukkha, dan anatta.
Pada saat banyak orang terinfeksi corona semua merasa cemas dan takut tertular. Setiap hari rajin baca paritta terutama Ratana Sutta dan bermeditasi. Banyak Vihara dan organisasi mengadakan baca paritta secara online termasuk untuk mereka yang sakit. Setelah wabah mulai mereda, kegiatan pun di luar agenda.
Pembacaan paritta di rumah pun tidak rajin dan semangat seperti dulu. Seharusnya kita perlu membangkitkan rasa keterdesakan dalam diri kita agar dapat terus melanjutkan perbuatan baik yang telah dilakukan. Kita tidak tahu bencana apa yang akan terjadi di masa mendatang. Kehidupan adalah tidak pasti.
Dana
Jauh sebelum pandemi terjadi sahabat saya tersebut sudah rutin melakukan fangsheng. Walaupun hidup sederhana beliau selalu menyisihkan penghasilannya untuk melakukan fangsheng. Pada saat sakit beliau tetap fangsheng dengan meminta adik dan ponakan mewakili beliau. Kekuatan dana kehidupan yang telah beliau lakukan berbuah pada saat yang tepat. Beliau sembuh dan selamat dari kematian.
Berdana tidak terbatas pada fangsheng. Salah satu dana yang memberikan hasil berlimpah adalah berdana pada Sangha. Bila ada waktu dan kesempatan berdanalah pada Sangha. Pada saat berdana pada Sangha ucapkan: "Bhante, Saghassa dema". "Bhante, kami danakan kepada Sangha". Kita dapat ucapkan dalam bahasa Indonesia apabila tidak ingat bahasa Pali.
Ada tulisan tentang dana di Instagram yang bagus. "Dana, Dana, Dana, dan Dana. Lagi, lagi, lagi, dan lagi. Ia Berbahagia senantiasa. Yang berdana Lagi dan Lagi."
Tentunya kita tidak hanya melakukan perbuatan baik terbatas pada dana saja. Jalan Utama Beruas Delapan harus selalu menjadi langkah kita. Menjadi bekal dan senjata kita berjuang dalam mengarungi samsara.
Dana, Sila, Samadhi, dan Panna harus dijalankan bersama. Dana akan menghasilkan kemudahan dan kenyamanan. Sila menjaga kita tidak jatuh ke alam binatang dana alam menderita. Samadhi membuat seseorang menjadi pintar dan bijaksana.
Mari bersama-sama kita berjuang taklukkan derita dengan Dana, Sila, Samadhi dan Panna.
**
Jakarta, 13 Juni 2022
Penulis: Hoey Beng untuk Grup Penulis Mettasik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H