Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji Sebuah Layang-layang, karena Cinta Tidak Mengenal Jarak

12 Juni 2022   16:30 Diperbarui: 12 Juni 2022   16:42 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri,mettasik,karly santosa

Tahun berganti, Satria tumbuh semakin dewasa. Ia menjadi pria sukses dan bahagia sesuai harapan kedua orangtuanya. Ibunya yang tinggal bersama Satria ikut bahagia melihat kesuksesan anak semata wayangnya.  Meski Ayahnya telah lama tiada, Satria selalu ingat tentang segala kebaikan-kebaikan Sang Ayah. Nasehat-nasehat  mendiang menjadi salah satu pegangan ketika Ia menemukan masalah. Ia tak pernah lupa melimpahkan jasa-jasa kebajikkan untuk mendiang Ayahnya di setiap kesempatan.

Suatu senja, Satria menyempatkan diri berjalan-jalan ke tanah lapang  dekat rumahnya sambil mengajak Ibunya yang duduk di kursi roda. Mereka berhenti di bawah sebuah pohon rindang sambil menikmati semilir angin. Di kejauhan tampak anak-anak sedang menerbangkan layang-layang sambil berteriak kegirangan.

Seketika ingatan Satria berlari menuju masa kecilnya bersama Ayah. Sekelebat ada rasa sedih ingin menghampiri namun segera Ia tepis. "Ibu, tunggu sebentar di sini ya..." Kata Satria tiba-tiba pada Ibunya. Ia lalu berlari menuju rumahnya dan dalam sekejap telah kembali dengan sebuah layang-layang di tangannya.

Dengan senyum di bibirnya Ia berkata "Aku ingin menerbangkan ini Bu..." Ibunya mengangguk tanda setuju. Tak lama, layang-layang berwana Merah dengan pita Kuning telah berlenggak lenggok jauh di atas kepala mereka.

"Ayah...Lihat, kita berhasil!!" Kata Satria ke arah layang-layang. "Seperti janji kita dulu, kita akan menerbangkannya bersama. Satria sudah menepatinya hari ini. Meski Ayah tak ada di sini, tapi Aku merasa Ayah pasti ikut senang bila melihat semua ini" teriaknya lagi dengan mata berkaca-kaca.

"Ayah, dimana pun Engkau berada saat ini... Semoga Engkau hidup berbahagia. Satria selalu ingat pesan Ayah, bahwa kita harus berusaha melepas agar dapat menikmati kebahagiaan-kebahagiaan yang datang selanjutnya" lanjutnya lagi.

Kemudian Satria memutuskan tali yang mengikat serta membiarkan si layang-layang pergi mengikuti angin yang membawanya. Ia lalu melambaikan tangan seakan turut melepas kepedihannya selama ini.

Dengan mata yang masih berkaca-kaca, Satria memeluk sang Bunda. Ibunya membalas dengan penuh kehangatan yang menenangkan batin Satria. "Semoga Ayah hidup berbahagia di manapun Ia berada saat ini. Yang lalu biarlah berlalu.

Di manapun kau berada kelak ketika ingat mendiang Ayahmu, kirimkanlah cinta kasih dari dalam hatimu. Percayalah, dia pasti akan dapat merasakannya" kata Ibunya dengan bijak. "Karena cinta kasih tidak mengenal jarak. Ia dapat menembus waktu dan ruang" tuturnya sambil  meminta Satria mendorong kursi rodanya kembali ke rumah.

Di bibir Satria tersungging sebuah senyuman mengiyakan perkataan Ibunya. Dalam hati Satria terus berucap "Semoga Ayah Berbahagia, Semoga Semua Mahluk Berbahagia."

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun