Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ridwan Kamil, Geraldine Beldi, dan Katannu-Katavedi yang Sering Terlupakan

12 Juni 2022   05:58 Diperbarui: 13 Juni 2022   05:51 1249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri, mettasik, prajna dewi

Sejak adanya berita tentang hilangnya Eril, Geraldine Beldi, seorang guru SD di Bern, Swiss, selalu mengarahkan matanya jika melewati tepi sungai Aare, itu pula yang dilakukannya saat berjalan menuju ke tempatnya mengajar pada hari Kamis 9 Juni.

Ketika matanya melihat sesosok jasad, Geraldine segera menghubungi pihak kepolisian, dan ternyata benar, itu adalah jasad Eril, putra sulung Ridwan Kamil.

Di salah satu artikel yang memberitakan hal ini, tertulis bahwa Pak Ridwan Kamil yang kembali ke Swiss untuk menjemput Jasad Eril, juga menemui Geraldine Beldi, untuk menyampaikan secara langsung ucapan terimakasihnya.

Sebenarnya bisa saja Pak Ridwan Kamil mengucapkan terimakasih melalui telepone, ataupun menulis surat elektronik/email, yang tentunya lebih cepat dan mudah daripada meluangkan waktu khusus menemui Geraldine Baldi. Namun ditengah kesibukannya mengurus kepulangan jasad Eril, beliau memilih untuk datang dan mengucapkan terima kasih secara langsung.

Pak Ridwan Kamil juga mengundang Geraldine mengunjungi Indonesia dan berjanji akan mengurus segala-sesuatunya jika nanti Geraldine datang.

Apa yang dilakukan Pak Ridwan Kamil merupakan suatu keteladanan yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin, Gubernur Provinsi Jawa Barat.

Hal ini mengingatkan saya pada ajaran sang Buddha, Katannu-Katavedi, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai rasa bersyukur dan berterimakasih. Tentunya bukan hanya berterimakasih sebatas ucapan di bibir saja, namun bertekad untuk membalas kebaikan tersebut.

Kita hidup dan bernafas hingga hari ini, tidak terhitung budi kebajikan yang diterima dari sekeliling. Bahkan dari detik dilahirkan, kita sudah menerima budi kebajikan bukan hanya dari ayah dan ibu, juga dari tenaga medis yang membantu persalinan, dari asisten rumah tangga yang tetiba mendapat banyak cucian popok sepulang kita dari Rumah Bersalin.

Saat memasuki dunia sekolah, kita mendapat banyak ilmu dan bimbingan dari guru, dosen. Begitu juga saat bekerja, bimbingan dari atasan, bantuan dari rekan kerja, dan masih banyak lagi budi baik yang terus kita terima hingga hari ini.

Mungkin ada yang berpikir, "Loh, tenaga medis? Mereka kan dibayar oleh orang tua kita? Kenapa pula ada budi yang ditanam?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun