"Guru juga sudah dibayar lho pakai uang sekolah yang mahal? Dan atasan, atasan yang membimbing kita di tempat kerja, sudah kewajibannya sebagai atasan kan?"
Tidak heran jika sebagian orang memiliki pandangan seperti di atas, karena mereka memiliki pola pikir transaksional.
Apa Itu Pola Pikir Transaksional?
Secara sederhana dapat diartikan sebagai pola pikir yang melihat suatu hubungan sebagai bisnis, hubungan timbal-balik yang penuh perhitungan dan berujung nol. Kamu berikan saya dua, saya kembalikan dua. Selesai.
Bahayanya pola pikir transaksional
- Tidak punya tabungan kebajikan
Ya, karena semua perhitungan harus impas, berakhir dengan nol. Tentunya tidak ada lagi kebaikan yang disimpan. Kalau kemarin rekan kerja kita memberikan satu bungkus nasi, maka hari ini kita berikan satu bungkus juga.
Apakah nilai satu bungkus nasi yang kita berikan kepadanya kita sama? Belum tentu
Bisa jadi teman kita memberikan didasari perhatiannya yang tulus, kasihan melihat kita sudah lewat jam makan siang masih terus bekerja dan belum sempat istirahat. Sedangkan kita, hanya berpikir ini "membayar" pemberiannya.
- Kecewa Karena Harapan
Begitu pula saat sudah melakukan sesuatu/memberikan sesuatu, orang dengan pola pikir transaksional akan "mencatat" apa yang dia lakukan dalam daftar piutangnya. Lalu menunggu-nunggu, kapan orang itu membayar kembali.
Jika pemberian yang ditunggu tidak kunjung datang, muncul kecewa, kesal. Â Yang pada akhirnya mengurangi manfaat dari kebajikan itu sendiri.
- Tidak akan pernah bisa menjalankan Katannu-Katavedi.
Jangankan berniat membalas budi baik seseorang, hati yang berterima-kasih pun tentunya tidak dimiliki oleh orang yang pola pikirnya transaksional.