Itu karena kecenderungan egoistik kita menciptakan jurang antara kita dengan anak dan cucu yang akan mewarisi Ibu Bumi dari kita: kita menganggap mereka (anak dan cucu itu) adalah yang lain, liyan, yang bukan AKU, dan karenanya buat apa kupedulikan?
Inilah mungkin yang memyebabkan mengapa seruan-seruan baik tentang "melestarikan Bumi demi anak-cucu" kurang mengena dalam kesadaran kita sehingga perilaku sebagian dari kita tetap saja ceroboh dan merusak alam, secara langsung maupun tak langsung.
Tetapi sebagaimana alam memanfaatkan gen-gen egois dalam putarannya, kita pun bisa memanfaatkan kecenderungan ini untuk menggugah kesadaran kita akan pentingnya mencintai Ibu Bumi.
Hanya saja, cara ini barangkali hanya berhasil bagi mereka yang meyakini adanya kelahiran ulang setelah kehidupan yang sekarang ini: dengan memandang pelestarian lingkungan dari sudut pandang kelahiran ulang, membuat kita menyadari bahwa, apa yang kita anggap sebagai anak-cucu yang kelak mewarisi Bumi bisa jadi bukan lain daripada KITA sendirilah.
Karena dalam ajaran tentang kelahiran ulang menurut Buddhisme, disebutkan bahwa setiap makhluk hidup akan terus lahir-mati berulang-ulang di pelbagai alam kehidupan di antara 26 alam (karena 5 alam Brahma sudavassa khusus untuk para Anagami yang tak lagi keluar dari sana hingga mencapai pembebasan sejati)
Singkatnya: alam manusia, alam neraka dengan pelbagai tingkat, alam surga dengan pelbagai tingkat, alam binatang, dan alam para hantu dan siluman dengan pelbagai tingkatannya juga---sepanjang belum mencapai pencerahan tertinggi.
Dengan begitu, memandang dari sudut ini berarti bahwa, ketika saat ini kita bersikap kasar kepada Ibu Bumi dan menyebabkan kesengsaraan yang hebat padanya, dan lalu kita meninggal dalam kehidupan ini, ada kemungkinan setelahnya kita terlahir ulang kembali di Bumi ini dan mendapatkan Ibu Bumi yang sengsara. Dan apa akibatnya bagi kita jika Ibu Bumi sengsara?
Kita sesungguhnya tak pernah pergi jauh-jauh dari lingkaran keluarga kita sendiri. Di Bali yang mayoritas Hindu sudah lama dikenal suatu kepercayaan bahwa para bayi yang lahir di setiap keluarga bukanlah "orang asing" bagi keluarga itu.
Mereka bisa jadi adalah kakek atau nenek dari pihak ayah atau ibu yang telah meninggal, atau leluhur yang lebih jauh yang numitis (lahir kembali) ke dunia ini.
Kepercayaan ini mungkin akan terasa menggelikan bagi sebagian yang skeptis, tetapi ada tanda-tanda bahwa apa yang diyakini masyarakat Hindu Bali bukanlah suatu omong kosong. Pelbagai temuan di belahan dunia lain memiliki kesamaan kepercayaan dengan orang-orang Hindu Bali, dan bukti-bukti ilmiah penguatnya barangkali kini sedang dalam proses ditemukan.
Karenanya, dengan mempertimbangkan hal-hal itu, bahwa kita bisa jadi akan terlahir ulang kembali di Bumi ini kelak sebagai anak-cucu KITA sendiri, semoga bisa membuat kita makin menyadari pentingnya mencintai Ibu Bumi. Sebab aksi cinta ini, pelestarian ini, bukanlah demi siapa-siapa, tetapi sesungguhnya DEMI KITA sendiri!