Dalam kitab suci Dhammapada syair 210 dan 214, Buddha mengatakan:
"Jangan terikat pada apa yang dicintai, ataupun pada yang dibenci. Berpisah dengan yang dicintai itu menyakitkan, begitu pula jika berkumpul dengan yang dibenci."
"Dari keterikatan timbul kesedihan, dari keterikatan timbul ketakutan; baginya yang telah terbebas dari keterikatan, tak ada lagi kesedihan dan ketakutan."
Jika kita mengucapkan "turut berdukacita", apalagi "turut berdukacita yang sedalam-dalamnya", sebenarnya malah akan menambah duka karena kehilangan yang dirasakan oleh orang tersebut. Alhasil, dia dapat semakin terbenam dalam kesedihan dan merasa semakin menderita.
"Sabbe sankhara anicca" merupakan salah satu dari "Tiga Corak Umum Kehidupan" (Tilakkhana) yang merupakan intisari ajaran Buddha. Tiga corak atau ciri tersebut menandai berbagai hal yang ada di dunia dan kehidupan ini.
"Sabbe sankhara anicca"Â terdiri dari tiga kata, yakni "sabbe" yang berarti "semua, seluruh", "sankhara"Â yang berarti "yang berkondisi", dan "anicca" yang berarti "tidak kekal, berubah". "Sabbe sankhara anicca" mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang berkondisi, yang terbentuk dari perpaduan unsur, yang saling bergantungan adalah tidak kekal, akan berubah adanya.
Oleh karena itu, ucapan "Sabbe sankhara anicca" yang ditujukan kepada orang yang sedang mengalami kehilangan karena kematian, bukanlah sebuah ungkapan simpati. Juga sama sekali bukan turut berduka cita.
Kalimat "Sabbe sankhara anicca" tersebut ditujukan untuk mengingatkan, tidak hanya kepada orang yang sedang merasakan kehilangan karena kematian, tetapi juga kepada penutur ucapan tersebut, maupun kepada semua orang.
Pengingat tersebut adalah bahwa semua yang berkondisi, yang terbentuk dari perpaduan unsur, yang saling bergantungan adalah tidak kekal, akan berubah adanya. Manusia yang terdiri dari jasmani dan batin juga tidak akan luput dari corak ketidakkekalan ini.
Dengan pengingat tersebut, diharapkan orang yang sedang kehilangan karena kematian, bisa menjadi tidak terlalu sedih dan berkurang penderitaannya. Diharapkan dia bisa menerima kenyataan yang ada dan melanjutkan kehidupannya dengan baik dan normal.
Tidak jarang pula kita mendengar atau membaca ucapan dukacita di antara sesama umat Buddha yang mengandung kalimat "....... Semoga DIBERIKAN ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi kehilangan ini. ......." Apakah kalimat ini sudah sesuai dengan ajaran Buddha?
Ketabahan dan kesabaran dalam diri seorang manusia tidaklah bisa diberikan, dihadiahkan, atau dianugerahkan oleh orang atau makhluk lain. Ketabahan dan kesabaran adalah kualitas internal seseorang yang harus DILATIH dalam kehidupan sehari-hari, baru bisa dimiliki oleh orang tersebut.
Artinya jika seorang umat Buddha memberikan ucapan "....... Semoga DIBERIKAN ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi kehilangan ini. .......", sama saja dengan memberikan pepesan kosong. Takkan mungkin terjadi karena tidak ada yang bisa memberikan kedua hal itu.